Label

Kamis, 18 Agustus 2011

Waktu Mencerabut Harimu


Detik berjalan dan langkah kita tak akan pernah surut. Meski masa lalu jauh tertinggal, jauh di sana, terkungkung sejarah. Namun bukankah setapak adalah sesuatu yang tanpa akhir, sebagaimana kau berpikir dimana batas antara lautan, karena di sana kau akan menampak cakrawala.
Menit bergulir dari warna-warna yang mugkin tak kau lupa, tentang indahnya abu-abu atau juga sucinya putih. Di sana kau tanam cinta, yang menyemikan benih-benih kasih sayang, benih-benih rasa memiliki, dan kau akan selalu terbayang. Namun juga tak dapat kau keluar dari kungkungan, bahwa menit itu adalah menit dimana kau merasa terjatuh dan tak mampu terbangun, menit dimana ketika kau merasa jenuh dan ingin menghentikan waktu. Kendati itu tak akan bagimu.
Jam demi jam berlari, dan tak kau temui lagi gurat senyum orang-orang terkasih. Mereka berpendar, bagai pendaran bola-bola cahaya mentari yang kemudian surut di makan siang. Atau memang selaksa ribuan kunang yang berhamburan di padang tengah bulan, yang kau kejar, kau gapai, namun kemudian menghilang dan tak kau tahu rimbanya.
Bukan mereka ingin singkirkan dari alam pikiran, namun dia memiliki ranting lain untuk berpijak sebagai daun. Kau hanya akan beranjak sekian centi, namun tak kau sadar, bahwa betapa jarak itu bagaikan ribuan kilo, laksana rute Anyer-Panarukan. Atau mungkin kau tak juga sadari bahwa ada benteng setinggi tembok Cina yang menghadang karena rutinitas berputar dan selalu berbeda. Ada jurang yang membentang dalam-dalam, bagai Ngarai Sianok yang terbalut misteri dan eksotisme.
Kini jari jemarimu merambat, jauh di tembok-tembok yang sebelumnya tak kau gapai. Resah di lekuk tubuh yang tak kau jamah. Akankah kau sadar, bahwa jutaan kisah telah kauukir dari pertama kau tangiskan isak di tengah malam, hingga kini ketika kau mau menopang tubuhmu dengan dua kaki. Kau tatap dengan sejurus garis tepi matamu, disertai embun yang menggantung dan kemudian terjatuh letih. Kau berada di dunia baru, dunia yang mengharuskanmu untuk tak menemui masa-masa di sebelum ini.
Kau akan merasakan berat, namun tidak, bilamana kau terus berjalan dan temukan setapak demi setapak, lorong demi lorong, gang demi gang. Kau akan menerabas melintas menembus batas, kau akan merasakan dimana waktu merubah segalanya. Merubah alam pikiran yang bagai padang Sahara menjadi stepa di hutan hujan tropis. Kau akan merasa sekam dalam jiamu terbakar dan darah mendidih, itulah gelora mudamu mencuat dan idealisme liar menerjang alam bebas.
Mungkin kau akan tertidur, mendengkur dalam buaian yang nyeyak tanpa ada salak yang bangunkanmu. Namun kau bisa juga memeluk setiap malammu dengan mata yang menyala dan bola api bersinar tak hanya sekadar temaran kerlip lilin. Kau akan terbungkus dalam kardus, atau ka akan berlari, melompat, dan merangkak di tengah tanah lapang tak berpenghalang.
Itulah kau mulai hari ini, jiwa-jiwa yang bebas dan tak terpenjara, manusia-manusia baru dengan kepak sayap tersenyum pada sangkar yang mendekap gerak langkahmu. Inilah dunia kala kau mampu melihat hamparan biru air begitu kecil, dan cakrawala seakan kau gapai. Detik yang membawamu menaklukan mimpi-mimpimu. Karena kau agen perubahan, pundak tempat bangsa menopangkan harapan.

By : Okta Adetya Kadiv Litbang dan Jaringan LPPM Kreativa FBS UNY

Jalan Tak Pernah Berhenti


Kadang kita melawan malam dan menerabas dingin. Menerabas bayu dalam sepi dan hening. Terbalur desau, dan sepisau getir di penghujung tetes bening, tetes kerinduan. Bukankah kenangan tak akan datang, seperti pangeran berderap dari kuda warna putih kemudian menjalinmu dengan gelanyut rona-rona dalam jiwa?
Kadang kita menyungkurkan diri pada pagi, pada tetes embun yang dingin dan menggigil. Beku kau terkadang menempel pada ranting-ranting kerisauan. Risau pada siapa, risau pada apa, dan sejuta tanyamu yang masih bergelanyut, kapanpun kau melangkah atau sedikit terdiam menekur keadaan. Kau berselimut kabut, dan terpayungi mega mendung, awang kelabu. Kau masih juga terseok karena di seberang sana ada setapak meski tak rata.
Kadang kita meleleh pada siang. Pada sinarnya yang membakar, pada panasnya yang mengering dan kau tak mengelak. Kita terus berjalan, di waktu debu menerjang bagai badai dan kau tak peduli. Karena kau yakin bagai embun musim kemarau, dia akan menguap. Karena kau yakin daun-daun yang gugur itu pun bukan berarti tak membekas, selalu bersemi, hijau muda, merah merona, dan kau menarik seulas garis di bibirmu.
Kadang kita seakan terseret pada arus, pada deras, dan juga tak ada satu pun mampu kau gapai. Harapan itu tinggal di tanduk duri mawar, atau bahkan seperti kemungkinan matahari yang bersinar di kala malam datang menjemput. Namun harapanmu pun tak tercerabut, bagai akar ilalang yang kau campak dengan kasar. Kau selalu ada tenaga untuk sekedar bergerak maju, meskipun nafasmu tinggal satu satu di detik-detik terakhir. Namun tanganmu tak terus diam, mencoba mengayuh berharap pelepah terambing, dan kau mampu menyentuhnya, bagai kau menyentuh rona merah pipi seorang gadis.
Kadang kau bagai terbang, dipermainkan bayu, atau beliung yang merusak. Namun bukankah itu tak akan lama meski menyakitkan. Kau selalu ada alasan untuk kembangkan sayap meski patah, kau selalu meski memiliki alasan untuk kembangkan parasut meski robek. Kau tak akan peduli, kalau saja nanti kau terjatuh dan kembali terjaring pada ranting-ranting kering. Kau tak akan peduli meski luka tersayat di sekujur. Itu bukan masalah bagimu, bahkan ketika kau harus mendarat pada bongkahan-bongkahan tanah kering musim kemarau. Kau tak akan pernah berpikir, bahwa kau akan mati, bahwa Tuhan akan mencabut nyawamu.
Bukankah di balik matamu yang mengecil dan setajam elang itu, ada bayangan tempat kau merajut harapan? Bukankah di balik telingamu yang mengembang bagai kelopak-kelopak bunga musim semi itu, kau mendengar bisikan, bahwa asamu tak harus berhenti. Bukankah kau juga mengendus bahwa di persimpangan jalan ini, ketika tertutup kau akan mencium wangi taman bunga di baliknya?
Bahwa jalanmu bukanlah jalan dengan banyak lampu merah, yang menyebabkan hidupmu tersendat-sendat. Bukankah waktu pun tak berhenti, sehingga kau pun tak boleh untuk tidak melaju? Kau tahu sebagaimana kau mengetahui bahwa panas hari ini karena matahari menyengat? Hidup bukan hanya semata terdapat satu setapak yang buntu, kemudian kau memilih untuk tak melanjutkan apapun. Namun hidup lebih daripada itu, hidup adalah ketika kau mengetahui bahwa ada banyak sekali lorong yang mungkin membentuk labirin bisa kau jajal. Kau bukanlah orang yang berhenti untuk melangkah meski sayapmu patah, karena kau masih punya kaki.
Harapan itu bukanlah sekerlip kecil cahaya lilin, namun harapan adalah api abadi yang akan membuat hidupmu senantiasa ada. Bahwa kau tahu semangat sepatutnya bukan hanya nyala puntung rokok yang kemudian terdiam, namun bakaran sekam yang selalu membara dan ciptakan panas.
Mungkin mimpimu boleh saja terhapus, bagai tulisan pantai tersapu ombak. Bukan kau salah menuliskan sesuatu, hanya kau menulis di tempat yang salah. Kau mungkin merasa tak berarti, namun bukan itu. Karena sejatinya kau hanya perlu mengukirkan aksara pada sebuah tempat yang benar. Pada batu dan menjadikanya relief. Harapan, dialah nyawa kedua dalam hidup.

By: Okta Adetya Kadiv. Litbang dan Jaringan LPPM Kreativa FBS UNY

Senin, 08 Agustus 2011

KOPERASI DI TENGAH ARUS KAPITALISME GLOBAL

Koperasi terbentuk melalui proses yang cukup lama. Ide ini dicetuskan oleh R.Aria Wiria Atmojo, seorang pamong praja dari Purwokerto pada tahun 1896. Ide ini tercetus sebagai upaya konkrit perlawanan terhadap kapitalisme.
Kenyataan yang terjadi sekarang semakin mengerikan. Kapitalisme menjamah hampir semua elemen masyarakat. Bnyak isu berkembang mengenai ini, mulai dari isu kapitalisme ekonomi, kapitalisme pendidikan, kapitalisme kesehatan, dan berbgai bentuk kapitalisme lain.
Koperasi berbentuk Badan Hukum sesuai dengan Undang-undang No.12 tahun 1967. Disebutkan bahwa koperasi ialah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum. Koperasi merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Dengan melihat asas koperasi, maka hadirnya kapitalisme manjadi semacam kontradiksi. Secara tersirat koperasi tidak hanya sebagai badan usaha berbasiskan ekonomi. Koperasi memiliki peranan penting sebagai salah satu wujud implementasi filosofi pancasila. Jiwa kekeluargaan, tolong menolong, dan sosial semacam inilah yang tidak akan kita temukan dalam kapitalisme.
Sebagai suatu organisasi yang terbentuk dalam masyarakat kecil, koperasi memiliki fungsi dan peran sebagai berikut: membangun dan mengembangkan potensi kemampan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. Memperkokoh perekonomian masyarakat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Mengembangkan kreatifitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar bangsa.
Berbicara eksistensi koperasi di tengah arus kapitalisme global, terasa kurang lengkap, apabila kita tidak memberikan batasan terhadap kata kapitalisme. Kapitalisme bisa diartikan sebagai kekuasaan di tangan kapital, sistem ekonomi bebas tanpa batas dengan didasarkan pada keuntungan. Adapun tiga unsur penting kapitalisme, yang menjadi kontradiksi dari koperasi adalah individualisme, kompetisi, dan pengerukan keuntungan.
Dengan adanya komparasi kedua hal tersebut, sebenarnya koperasi memiliki keunggulan untuk dapat berkembang.
Dalam koperasi, falsafah hidup bangsa, jiwa gotong royong serta semangat kekeluargaan mampu mendapatkan tempatnya. Mereka membangun usaha dengan merintis bersama, modal bersama, kemudian mereka kelola bersama pula, serta membagi keuntungan secara adil terhadap semua anggota.
Tentu saja, hal ini berbeda dengan paham individualisme dan kompetisi. Yang lebih mementingkan usaha pribadi, melakukan pendistribusian hasil produksi ke pasar-pasar untuk berkompetisi, serta mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Para kaum kapital inipun tak segan-segan melakukan segala macam cara untuk mendapatkan keuntungan yang dia inginkan.
Selama ini koperasi di Indonesia tumbuh di lingkungan masyarakat, pegawai, serta institusi pendidikan. Dalam masyarakat, kita sering mengenal istilah KUD (Koperasi Unit Desa), KPN (Koperasi Pegawai Negeri), serta koperasi pelajar atau koperasi mahasiswa di dalam lingkungan pendidikan.
Sebagai satu badan ekonomi kerakyatan, maka koperasi memiliki tanggung jawab moral terhadap kesejahteraan masyarakat. Untuk itu beberapa layanam coba dihadirkan oleh koperasi, di antaranya usaha penyediaan barang-barang produksi, usaha pendistribusian barang produksi, serta usaha simpan pinjam.
Koperasi sedikit banyak, telah membantu masyarakat dalam hal pembiayaan hidup. Koperasi mencegah masyarakat terjebak dalam kejahatan lintah darat. Kegiatan simpan pinjam inilah, yang paling banyak mendominasi koperasi-koperasi pedesaan ataupun KPN.
Selain itu koperasi juga dimanfaatkan secara maksimal oleh kelompok-kelompok masyarakat, misalnya kelompok tani. Koperasi bisa menjadi alternatif untuk mendapatkan barang atau bahan produksi pertanian dengan harga terjangkau. Misalnya, pembelian pupuk, bibit unggul, dan juga alat-alat pertanian.
Di lingkungan pelajar dan mahasiswa, koperasi lebih bergerak dalam hal penyediaan dan pendistribusian hasil produksi. Pengelolaan koperasi ini diserahkan sepenuhnya terhadap pelajar ataupun mahasiswa. Dari sinilah, mereka memiliki etos kerja, dan juga pengalaman untuk melatih berwirausaha. Secara tidak langsung koperasi mampu mencetak enterpreneur-enterpreneur muda.
Akan tetapi, satu hal yang harus diketahui, bahwa kapitalisme seakan telah menggilas berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dominasi ini terlihat dari cara hidup dan pola pikir masyarakat.
Perilaku konsumerisme, tidak pernah terlepas dari cerdiknya para kaum kapital membidik segmen pasar mereka. Mereka cukup tahu apa yang disukai oleh masyarakat dengan menawarkan kemudahan, keefektifan, dan efisiensi. Produk ATM, mall, monopoli perusahaan-perusahaan asing serta berbagai penetrasi budaya yang masuk, tak lain merupakan upaya kaptalisasi.
Secara umum, peran koperasi sangat kecil sumbangannya terhadap PDB negara. Hal ini disebabkan karena peran tersebut sudah banyak diambil oleh BUMN dan BUMS. Akan tetapi, koperasi dan UKM juga sudah terbukti mampu bertahan terhadap hantaman krisis nasional pada tahun 1998. Dengan dampak yang sangat besar, maka tak heran krisis yang terjadi pada tahun 1998 itu dipandang oleh pengamat ekonomi menjadi krisis yang paling mengerikan.
Eksistensi koperasi belakangan ini sedikit surut. Koperasi yang dulu pernah jaya sekarang ini kurang terdengar gaungnya. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh mendominasinya peran kapital dalam negara. Cukup disayangkan kalau sampai koperasi tidak dapat berkembang. Sejarah mencatat sebagai bentuk keseriusan pemerintah, maka dibentuklah kementerian koperasi dan UKM.
Saat ini koperasi tengah menghadapi gempuran serius dari kaum-kaum kapitalis. Oleh karena itu, perlu adanya inovasi dan juga revitalisasi terhadap dunia perkoperasian di Indonesia. Revitalisasi dapat dilakukan dengan menggairahkan kembali semangat berkoperasi dimulai pada tingkat pendidikan. Kurikulum pendidikan seharusnya memasukkan materi koperasi ke dalamnya, sehingga prinsip ekonomi yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia dapat terus dipertahankan.
Selain itu untuk terus bisa berkembang, perlu adanya campur tangan pemerintah. Pemerintah bisa mendayagunakan koperasi seiring dengan pendayagunaan komponen lain. Dapat dicontohkan, pemerintah dapat membuat program terintegrasi antara koperasi dengan kelompok tani, PKK, warga sekolah, dan juga perkumpulan atau asosiasi lain. Contoh konkrit dari program ini adalah sebagai berikut, dalam penyediaan pupuk bersubsidi maka pemerintah menggandeng koperasi dan kelompok tani untuk berkolaborasi sebagai mitra tunggal pendistribusian pupuk tersebut. Koperasi boleh mengambil untung, kemudian laba diberikan dalam bentuk bagi hasil dengan kelompok tani. Adapun laba tersebut bisa digunakan untuk melaksanakan program-program kelompok tani.
Memang, kesan monopoli di sini sangat tampak. Namun pemerintah memiliki kewenangan menunjuk mitra, untuk membangun ekonomi kerakyatan yang bersinergi. Dengan sistem seperti ini, cukup memungkinkan adanya penyalahgunaan. Oleh sebab itu koperasi sebagai basis ekonomi rakyat harus mampu memegang teguh transparansi dan akuntabilitas publik. Sehingga program bisa diawasi bersama-sama.
Di era teknologi dan perkembangan saat ini, koperasi pun harus mampu melakukan inovasi dengan memberikan kemudahan, pelayanan memuaskan, adanya standar kualitas, serta sering mengadakan pendekatan dengan masyarakat. Dalam hal ini mayarakat harus mampu dilibatkan dalam koperasi, sehingga mereka mempunyai rasa memiliki. Dari rasa itulah, timbul tanggung jawab dan keinginan untuk kembali menunjukkan eksistensi koperasi di tengah arus kapitalisme global.

PITA HITAM, SIMBOL KEMATIAN BUDAYA

Malam itu (5/8), suasana PKM FBS hening, tak seperti  biasanya. Hanya terlihat beberapa anak yang duduk di Pendopo PKM, sedang mengukur pita hitam. Sementara itu di Ormawa C, berkumpul mahasiswa dengan wajah-wajah tegang (lebih tepatnya sedih-red). Mereka adalah Panitia Ospek FBS dan ketua HIMA.
Dari pertemuan malam itulah, maka pada tanggal 6 Agustus 2011, elemen FBS khususnya mahasiswa baru mengadakan aksi, sebagai bentuk respon atas kejadian ricuh display UKM di GOR UNY pada tanggal 3 Agustus 2011. Aksi ini merupakan bentuk solidaritas FBS terhadap KM UKM sekaligus respon terhadap gagalnya konsolidasi antara KM UKM terhadap pihak-pihak terkait (yang dianggap harus bertanggung jawab terhadap aksi balik badan-red).
“Substansi dari aksi tersebut adalah wujud rasa simpati dan iba kita terhadap kesenian yang telah dimatikan” tegas Arda Sedyoko, ketua panitia ospek FBS 2011.
Buntut dari insiden balik badan di GOR memang berlarut-larut. Beberapa kali FK UKM mengadakan rapat dengan orang-orang terkait sebagai itikad untuk menyelesaikan masalah ini. Namun ternyata hasilnya nihil. Hal ini dikarenakan Avi (FMIPA), Ngadino (FIK), Taat (FISE), serta satu orang dari FT, selalu memberikan keterangan yang berbeda setiap kali FK UKM melakukan cross check.
“Sangat disayangkan bahwa pernyataan mereka berbeda setiap kali rapat” tutur Frangky, ketua FK UKM. Dia juga merasa bingung ketika Ngadino menyatakan tertekan. Karena yang pasti pihak FK UKM sendiri hanya meminta kejujuran, dan yang terjadi malam itu dia (Ngadino-red) ngomongnya lari-lari (tidak konsisten-red).
Berkaitan dengan aksi FBS Frangky mewakili teman-teman UKM mengucapkan terima kasih atas solidaritas yang dilakukan FBS “Saya mewakili anak-anak UKM cukup senang, dalam artian FBS menunjukkan solidaritasnya untuk UKM, walaupun fakultas lain kelihatannya malah mau membunuh”. Dia bahkan mengakui bahwa aksi, baru direncanakan oleh FK UKM. Adapun long march yang dilakukan sore itu (6/8) adalah bentuk solidaritas terhadap teman-teman FBS.
“Aksi solidaritas itu dilakukan agar kita tidak diremehkan lagi. Bahwa budaya itu sangat penting. Kalau tidak mengerti budaya yang sebenarnya, kalau tidak menghargai multikultural, jangan sembarangan menyalahkan” tandas Pembantu Dekan III,  Herwin Yogo Wicaksono, M.Pd.
Berkaitan dengan adanya dekan yang justru menyalahkan FBS, PD III menyatakan tidak akan melakukan konsolidasi antar dekanat, karena itu akan masuk dalam evaluasi Pembantu Rektor (PR) III. Beliau juga menyatakan, bahwa pihak rektorat pun belum memberikan statement, karena memang belum ada pertemuan. Namun beliau yakin bahwa senior-senior FBS, akan mendukung FBS.
FK UKM pun tetap optimis meskipun ada dekan yang membekingi mahasiswanya “Karena kalau tidak memperjuangkan hal ini, apa gunanya kita di sini? Untuk apa kami berkarya kalau kami dibatasi seolah dibunuh perlahan” Frangky juga menambahkan, meskipun dengan skenario terburuk pihak rektorat akan membekukan FK UKM, dia dan teman-teman sudah siap, sembari tertawa dia menjawab “Kalau mau dibekukan, ya bekukan saja. Mungkin justru itulah bentuk perlawaan kami”. Itu berarti dia menandaskan bahwa rektorat tak akan mampu berbuat banyak, karena UKM selama ini jadi wadah kreatifitas mahasiswa.
Arda Sedyoko menyatakan bahwa acara long march dan aksi damai FBS berjalan sukses. Dia menyatakan salut dengan semangat mahasiswa untuk mendukung dan melaksanakan aksi solidaritas itu dengan semangat kendati mereka menjalankan puasa.
Meskipun begitu, tak semua mahasiswa FBS setuju dengan aksi long march, contohnya Rahmatul, maba PBI 2011 “Sebenarnya menurut saya acara kaya gitu gak perlu dilakukan, karena kalau mahasiswa gitu-gituan (demonatrasi-red) mirip anak SMA”
Arda maupun Franky sama-sama mengatakan bahwa ini bukanlah usaha terakhir untuk menyelesaikan masalah, karena FK UKM sendiri rencananya akan melakukan semacam sarasehan dengan jajaran rektorat dan seluruh ormawa di UNY.
Franky berharap agar jajaran rektorat bisa obyektif menilai. Bisa melihat bahwa ini adalah keluarga besar UNY yang punya kultur budaya, agama, dll. Semua itu bisa mendapat porsi masing-masing dan berimbang. Karena perkembangan seni dan budaya di UNY semakin tergerus dan dibunuh oleh pihak-pihak tertentu.
Oleh: Okta Adetya, Kadiv. Litbang dan Jaringan, LPPM Kreativa FBS UNY

KEHIDUPAN DI TEMPAT LAIN

Namun mengapa harus selalu terpaksa
Berpikir dengan sayapnya yang menggelap
Darimana berhembusnya angin di langit terang
Yang membikin pepohonan tanpa kegaduhan
Membungkuk dan menyimpang?
Dan suara tangis tercekik itu
Sperti burung hitam yang punggungnya berpita
Buluh dan segala rumah buta
Dimanakah adanya janji mati dengan nafas kita
Di daun jendela?
Apapun warna mantel penjaga malam
Atau seberapa panjang bulu-bulunya berputar di halaman
Apa gunanya mengingat
Lantunan tak masuk akal di senja hari sekali lagi
Di balik matahari di dalam mata perempuan kala fajar
Perempuan matahari di bawah ranting yang bergelantungan?
Seberapa banyak yang mati, mulutnya menganga pada misa
Adakah yang tersisa untuk diketahui?
Darah yang mengering, abu bakaran
Terlupakan di atas tanah dingin
Dari hutan yang menggelora atau bintang-bintang beku
Angin membuka sayap gelapnya
Tetapi apa yang bakal tetap dinyanyikan oleh sukma

Dilihat dari judul, puisi ini menceritakan suatu kehidupan lain (kemungkinan sebuah kematian). Hal ini diperkuat dengan banyaknya diksi “hitam” sebagai simbolisasi kesan duka cita.
Puisi ini diawali dengan sebuah bencana, sebuah pertanyaan retoris, siapakah yang membuat bencana itu terjadi. Hal ini digambarkan dalam sajak berikut Namun mengapa harus selalu terpaksa//Berpikir dengan sayapnya yang menggelap//Darimana berhembusnya angin di langit terang//Yang membikin pepohonan tanpa kegaduhan//Membungkuk dan menyimpang?. Boleh jadi yang diceritakan dalam puisi ini adalah sebuah bencana yang sangat tiba-tiba dan tak terduga. Tak terduga karena ada frasa langit terang.
Bencana itu menimbulkan kepedihan yang amat sangat, karena orang tersebut (lakon) mungkin mendambakan mati dalam keadaan bahagia, ditandai dengan simbolisasi Dimanakah adanya janji mati dengan nafas kita //Di daun jendela?. Simbolisasi gagak (burung hitam yang biasanya berkaok saat kematian datang, terlebih lagi bencana yang mengerikan, menggelimpangkan mayat-mayat). Buluh dan segala rumah buta, mengacu pada kepedihan dan liang lahat. Tempat dimana kita tak dapat melihat apapun.
Setiap orang dengan kepercayaan yang dia yakini, dan seberapa lama dia hidup, tak akan berguna lagi menyesali perbuatan. Ketika kematian datang menjemput, ketika orang tak akan lagi melihat kita. Apapun warna mantel penjaga malam//Atau seberapa panjang bulu-bulunya berputar di halaman//Apa gunanya mengingat//Lantunan tak masuk akal di senja hari sekali lagi//Di balik matahari di dalam mata perempuan kala fajar//Perempuan matahari di bawah ranting yang bergelantungan? Ada semacam kontradiksi sengaja diciptakan dalam puisi ini, antara kata Lantunan senja hari dan perempuan kala fajar. Senja dan fajar adalah sesuatu yang cukup jauh, fajar menyiratkan kelahiran sedangkan senja merepresentasikan kematian atau sesuatu yang hampir menghilang.
Banyak orang yang mati, dengan keadaan mengenaskan. Banyak orang yang mati, dengan keadaan penuh dosa (menganga:menunjukkan ekspresi ketakutan). Dalam Islam ekspresi ketakutan ketika meninggal merujuk kepada cara mati yang kurang baik, karena dia sudah dapat melihat ganjaran apa yang akan dia dapatkan setelah mati. Hal ini ditunjukkan pada bait Seberapa banyak yang mati, mulutnya menganga pada misa
Ketika orang meninggal, maka akan segera dia dilupakan entah itu dari keramaian (perbincangan orang-orang) atau dari hal-hal yang sepi sekalipun. Betapa di bait ini digambarkan bahwa kematian orang lain mungkin akan luput dari perhatian sesamanya. Hal ini terjadi karena setiap orang sibuk dengan urusannya, sibuk dengan kesedihannya. Coba lihat bait berikut Adakah yang tersisa untuk diketahui?//Darah yang mengering, abu bakaran//Terlupakan di atas tanah dingin//Dari hutan yang menggelora atau bintang-bintang beku
Setiap kematian akan selalu ada pertanda, bahkan alam pun ikut bicara. Keadaan mengabarkan bahwa alam pun siap untuk menyambut kematian itu. Akan tetapi apa yang dapat dilakukan manusia? Bahwa siap tak siap dia sudah tak mampu lagi untuk bertaubat. Dengan keadaan seperti itu, pakah yang dapat dilakukan oleh ruh? Kecuali menunggu hari penghakiman. Hal ini tercermn dalam bait. Angin membuka sayap gelapnya//Tetapi apa yang bakal tetap dinyanyikan oleh sukma

By: Okta Adetya, Kadiv. Litbang dan Jaringan LPPM Kreativa FBS UNY