Label

Sabtu, 24 Agustus 2013

LUPA

Bagaimanapun aku harus pergi, harus lari! Apa yang dia tuduhkan pasti salah, pasti keliru. Mereka bilang aku lupa! Aku keliru karena melupakan hal yang teramat penting bahkan lebih penting dari semua pencapaianku. Kata mereka aku kurang eling pada apa yang kulakukan selama ini. Padahal Aku dengan sadar melakukannya. Bagaimana mungkin aku lupa? Aku ingat semuanya, aku yakin.
Jika kalian tidak percaya aku akan mulai bercerita. Agar kalian tahu. Agar kalian mengerti jika perlu dengan sangat detail agar kalian tahu bagaimana aku mencapai hal yang aku mau. Maka, kalian akan tahu bahwa mereka telah menuduhkan hal yang tidak benar padaku. Salah besar.
Pertama kali aku menginjak kota ini memang aku sangat mengaguminya. Seketika aku merasa bahwa aku berada di kota yang tepat. Yogyakarta akan menjadi teman dalam aku meraih apa yang aku mau.
Pagi ini aku dikumpulkan secara massal di suatu ruangan. Gemuruh sudah terdengar dari luar, jauh sebelum aku masuk di dalamnya. Dadaku berdesir. Inikah batas yang sebentar lagi aku lalui. Beberapa menit lagi aku akan melihat dunia baru tepat di depan mataku. Aku bersiap.
Sampai di ambang pintu aku jadi gemetar. Di dalam sepertinya amat riuh. Kala itu aku sudah bersama dengan sesamaku. Ratusan orang sesamaku akan bersama-sama denganku melewati pintu dan masuk ke dunia yang masih belum bisa aku bayangkan.
Lagi-lagi dadaku bergemuruh dan kali ini sangat hebat. Itu terjadi tepat saat kakiku mulai masuk dan berpindah pilar. Di hadapanku telah menunggu pula sesamaku. Jika aku berangkat dengan sesama yang hampir mencapai seribu orang, di dalam ruangan itu aku melihat ribuan sesamaku. Sangat banyak sekali. sangat riuh sekali. mereka penuh semangat yang berapi-api. Pun diriku.
Aku merasa ada api berkobar dalam diriku dan dalam ribuan orang ini. Jantungku terpacu, darahku mendidih mendengar seruan-seruan yang menggema di udara. Keluar dari atap yang aku pandang. Terdengar dari kursi yang aku duduki. Dan terdengar dari lantai yang aku pijak. Semuanya berseru bahwa kita satu. Kita mahasiswa Indonesia. Hidup Mahasiswa Indonesia!
Apa kalian bisa membayangkan bagaimana perasaanku saat itu. Ini kali pertama aku disebut demikian itu. Dengan suara yang lantang,. Dengan bunyi yang menggelegar. Aku masih mengingatnya bukan? Coba kalian bayangkan!
Uforia itu tak pernah padam sampai sekarang. Semangat itu masih merah, masih berapi-api. Ospek bukan satu-satunya hal yang membuatku takjub. Itu hanya sebuah hal kecil yang membuka sesuatu yang besar. Dan aku semakin senang berada di sini.
Aktivis. Sebutan yang sangat keren menurutku. Kakak-kakak mahasiswa yang menjadi aktivis sering kali kulihat wajahnya sedang bersambutan atau berorasi tentang mahasiswa dan negeri ini. Mereka terlihat lebih keren lagi. Aku sering terbawa jika salah seorang aktivis idolaku sedang berorasi tentang pemerintah yang selalu semena-mena dengan rakyat atau soal koruptor-koruptor yang merajalela. Aku sangat menyukainya. Aku pun turut menyumpah.
Perkenalan pertamaku dengan dunia organisasi mulai dari bergabung dengan lembaga pers mahasiswa. Pikirku saat itu pasti keren bisa menyelinap di acara kampus hanya dengan menunjukkan cocard pers. Selain itu memang dulunya aku senang menjadi wartawan.
Berikutnya atas ajakan temanku, aku bergabung dengan Hima jurusanku Bergabungnya aku dengan Hima jurusanku kembali membuatku senang. Banyak kegiatan-kegiatan khusus yang diagendakan. Aku mulai belajar menyelenggarakan event. Bagaimana mempersiapkan sebuah pementasan. Itu sangat menarik. Kujalani kuliahku bersamaan dengan dua organisasi itu. Memang lelah, tapi semangatku masih besar. Aku bangga aku bukan mahasiswa yang pasif, mungkin aku aktivis. Walaupun aku tak tahu apakah aku sudah keren aku belum. Aku masih sangat ingat sampai di sini.
Tepat di pembukaan semester 4 kuliahku kuputuskan untuk bergabung dengan BEM fakultasku. Bukan tanpa pikiran yang matang, melainkan sudah kupikirkan berkali-kali. Lewat obrolan tak sengaja dengan kakak tingkatku yang telah lebih dulu masuk di BEM aku jadi sedikit tahu serba serbi mahasiswa yang sedikit lain jika dibandingkan dengan apa yang aku alami selama ini. Mas Eko namanya, aku ingat betul.
Dalam obrolan kita yang hampir 45 menit itu dia berjanji akan memberitahuku tentang hal-hal yang belum kutau itu, misal tentang politik kampus. Aku benar-benar penasaran. Atas dasar itu aku bertekad untuk tau lebih banyak. Namun tetap ada satu pikiran yang membuntutiku. Dengan dua organisasi saja aku tak ada waktu untuk main seperti teman-temanku kebanyakan. Selalu pulang ketika teman-teman yang lain sudah tertidur. Jika di tambah satu lagi, bisakah aku membagi waktu? Namun saat itu pikirku aku pasti bisa!
Semester 4 kujalani dengan tetap optimis. Semangat tetap kupertahankan walau sebenarnya lelah. Di semester awal dulu aku sangat anti namanya bolos kuliah, namun sekarang itu menjadi hal yang tak terlalu berarti. Mulai dari mengikuti kegiatan mahasiswa, hingga bolos sendiri karena merasa lelah. Dan beberapa kali tidak berangkat karena tugas belum selesai.
Awalnya aku hanya berurusan dengan kelelahanku sendiri. lama-lama aku mulai bingung karena jadwal kegiatan yang saling bertubrukan. Sampai di pertengahan semester aku seperti kehabisan semangat. Aku jadi malas berkegiatan. Setiap ada kegiatan aku lebih memilih menghindar, atau izin lalu bersantai-santai di kos. Aku mulai muak dengan tanggung jawab yang memang masih seharusnya kupegang. Dan aku baru ingat saat itu ip ku berangsur menurun. Dan nilai KHS ku dua mata kuliah yang kosong.
Puncaknya adalah malam.
*Sely Indra