Label

Sabtu, 16 November 2013

NIDUPARAS ERLANG: MENULIS CERPEN LARI DARI REALITAS


HUJAN berbentuk gerimis di luar ruangan. Hujan itu titik atau garis? Saya tidak peduli. Saya memperhatikan layar komputer. Tentu tujuan awal adalah berbincang-bincang dengan penulis yang kebetulan malam ini, malam Minggu (16/11), sedang menggelar akun facebook. Topik perbincangan akan diarahkan ke seputar proses kreatif menulis. Mengingat saya juga pemula dalam menulis, mengingat sekumpulan kru Kreativa angkatan 2014 yang pemula dan sebagai sambutan kepada mereka. Saya menganggap perbincangan malam ini sama seperti perbincangan saya sewaktu berjumpa dengan Nidu di kampusnya tahun 2012.

Tentang nara sumber malam ini adalah Niduparas Erlang, lelaki kelahiran Serang 11 Oktober 1986. Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra  Indonesia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Bukunya La Rangku meraih anugerah Festival Seni Surabaya sebagai kumpulan cerpen terbaik 2011. Dan diundang dalam acara Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) Bali pada Oktober 2012. Sekarang, Nidu (sapaan akrabnya) menjadi Pemimpin Redaksi Tabloid Banten Muda.

***

Kreativa: Mau wawancara kamu dong. Masih lama kan fb-annya?

Niduparas Erlang: Wawancara apa? masih lama kok...

Kreativa: Hehe. Ada deh, terkait dengan proses kreatif menulis. Oia, sebelumnya kamu pernah bergabung di kewartawanan?

Niduparas Erlang: Sampai saat ini masih. Cuma agak keren. Sekarang aku Pemred Tabloid Banten Muda. Hehehe

Kreativa: Mantap. Yang mendorong kamu menulis cerpen apa?

Niduparas Erlang: Karena aku tak bisa jadi petani, tak kuat angkat cangkul dan turun ke sawah, lagipula orangtuaku tak punya sawah, jadi aku tak bisa jadi petani. Makanya aku nulis...

Kreativa: Haha. boleh-boleh. Tentang ide dalam tulisanmu?

Niduparas Erlang: Ide mah dari mana saja. Tapi memang aku labih banyak mencatat hal-hal yang remeh-temeh yang bisa ditemui di mana saja: kecoak yang terjepit palang pintu, tumpahan kopi pada karpet ruang tamu, kucing belang dua yang menggaruk-garuk mukanya dengan kaki-kanan belakangnya, pecahan tembikar pengganjal kaki meja, cangkang kemiri yang kalah dan pecah, dan lainnya. Biasanya catatan-catatan semacam itu cukup membantu ketika aku mau menulis...

Kreativa: Di luar itu, apa juga menghindari tema petani dan kehidupan sosial lainnya?

Niduparas Erlang: Tidak juga. Cerpen-cerpenku memang tidak secara eksplisit membicarakan petani, tapi toh setting tempat yang juga tak eksplisit itu berada di kampung-kampung yang tak jauh dari kehidupan petani atau peladang. Sampai saat ini aku masih terus berupaya menggali-gali khasanah di kampungku sendiri, mempelajari orang-orangnya, kebiasaannya, cara-cara mereka beraktivitas dan sebagainya. Tapi rasanya ada juga aku menyinggung soal petani. Misalnya dalam cerpen yang dulu dimuat Kreativa (Seruncing Hangat Cengkeh-red) itu kan petani cengkeh, ada juga terkait petani tembakau.

Kreativa: Termasuk salah satu di antaranya ada banyak ditulis olehmu di La Rangku ya? Sejak menjadi pemula dalam proses menulis, siapa saja penulis yang jadi kiblatmu?

Niduparas Erlang: Beberapa iya. Kalau ditanya kiblat dalam menulis aku tak bisa jawab. Aku membaca karya para penulis pendahulu, tapi apakah aku berkiblat pada salah satunya, rasanya tidak. Dulu aku menyukai gaya Puthut EA, lalu menyukai gaya Linda Christanty, James Joyce, Kafka, Umberto Eco, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Trianto Twiwikromo, Nukila Amal, dll. Tapi rasanya aku tidak berkiblat juga. Mungkin sebagian mempengaruhiku, mungkin juga tidak.

Kreativa: Iya, tampaknya aku melihat Puthut EA di dalam cerpenmu Sesuatu Retak di Senja itu. Tapi itu tak menghilangkan ke-Nidu-anmu. Termasuk banyak penulis lainnya, termasuk Betrand Russel sekalipun. Dalam menghadapi hambatan menulis, kamu menyikapinya seperti apa?

Niduparas Erlang: Kalau mentok menulis, aku jalan-jalan, nonton, kencan-kencan, godain perempuan. Hehehe... Beberapa tulisan malah harus mengalami riset kecil-kecilan...

Kreativa: Berarti kewartawananmu sekarang semakin mendukung apa tidak dalam menulis cerpen? ada beberapa cerpenmu yang kamu maksud harus melalui riset kecil?

Niduparas Erlang: Kewartawanan kadang-kadang mendukung kadang-kadang tidak. Karena sebenarnya, ketika menulis cerpen, aku lebih sering kepingin melarikan diri dari realitas yang dianggap fakta dalam berita. Realitas dalam berita-berita yang kutulis, kadang-kadang jauh lebih dahsyat dan tidak logis ketimbang cerpen yang masih saja menuntut kelogisan cerita. Juga ingin melarikan diri dari kehidupanku sendiri. Hahaha. Kadang-kadang, untuk memastikan sebuah deskripsi, aku mesti mengalaminya sendiri. Semacam itulah riset kecil-kecilan. Tapi tak semua.

Kreativa: Kesibukan makin bertambah nggak sejak berada di keredaksian Banten Muda, ditambah momong bini.

Niduparas Erlang: Hahaha... lebih asyik menulis itu ketika masih jomblo. Karena ketika menulis, dan tiba-tiba harus ke luar untuk memastikan apa yang sedang kutulis, bisa langsung pergi. Sekarang nggak bisa begitu.

Kreativa: Hihihihi. Itulah resiko jadi suami yang sayang sama istri. Wawancaranya sudah mendekati penutup. Tapi ada beberapa hal lagi nih: Cerpen bagus menurutmu seperti apa dan bagaimana?

Niduparas Erlang: Cerpen yang menghantam kepala dan membekas lama dalam benak pembacanya.

Kreativa: seperti yang kamu tulis di sini: http://niduparas.blogspot.com/2013/02/niduparas-erlang.html ?

Niduparas Erlang: Itu hanya salah satunya. Beberapa cerpen Raudal Tanjung Banua, misalnya. Masih kuingat sampai saat ini. Di antaranya Cerobong Tua Terus Mendera, dan Pusaran Lubuk Pengantin. Walaupun, kalau tak salah, aku membaca cerpen-cerpen itu sekitar tahun 2005 atau 2006. Kukira yang membekas lama semacam itulah yang asyik.

Kreativa: Terakhir ada semacam testimoni nggak selama menjalani hari-hari dengan menulis? lalu apa yang kamu harapkan dari menulis (terkait dengan kredo banyak penulis bahwa menulis tidak bisa menghidupi)? Hehehe.

Niduparas Erlang: Ah, aku mah menikmati saja hidup sebagai penulis. Memang selama ini aku makan dan kuliah dari mana kalau bukan dari menulis. Dan kurasa, kegiatan atau pekerjaan lain seperti menjadi editor, dipercaya menjadi juri, memberi kuliah di kelas-kelas menulis kreatif, itu semua justru efek samping dari menulis. Punya bini juga duitnya dari mengedit. Sebagian dari honor beberapa cerpen.

Kreativa: Hehe. Sip. Sampai di sini dulu ya wawancara kita. Terima kasih ya, Nidu...



Oleh: Mawaidi (Redaksi)

Tidak ada komentar: