HUJAN berbentuk gerimis di luar ruangan. Hujan itu titik
atau garis? Saya tidak peduli. Saya memperhatikan layar komputer. Tentu tujuan
awal adalah berbincang-bincang dengan penulis yang kebetulan malam ini, malam
Minggu (16/11), sedang menggelar akun facebook. Topik perbincangan akan
diarahkan ke seputar proses kreatif menulis. Mengingat saya juga pemula dalam
menulis, mengingat sekumpulan kru Kreativa angkatan 2014 yang pemula dan
sebagai sambutan kepada mereka. Saya menganggap perbincangan malam ini sama
seperti perbincangan saya sewaktu berjumpa dengan Nidu di kampusnya tahun 2012.
Tentang nara sumber malam ini adalah Niduparas Erlang,
lelaki kelahiran Serang 11 Oktober 1986. Mahasiswa Fakultas Bahasa dan
Sastra Indonesia Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa (Untirta). Bukunya La Rangku meraih anugerah Festival
Seni Surabaya sebagai kumpulan cerpen terbaik 2011. Dan diundang dalam acara Ubud
Writers and Readers Festival (UWRF) Bali pada Oktober 2012. Sekarang, Nidu (sapaan
akrabnya) menjadi Pemimpin Redaksi Tabloid Banten Muda.
***
Kreativa: Mau wawancara kamu dong. Masih lama kan fb-annya?
Niduparas Erlang: Wawancara apa? masih lama kok...
Kreativa: Hehe.
Ada deh, terkait dengan proses kreatif menulis. Oia,
sebelumnya kamu pernah bergabung di kewartawanan?
Niduparas Erlang: Sampai
saat ini masih. Cuma agak keren. Sekarang
aku Pemred Tabloid Banten Muda. Hehehe
Kreativa: Mantap.
Yang mendorong kamu menulis cerpen apa?
Niduparas Erlang: Karena aku tak bisa jadi petani, tak
kuat angkat cangkul dan turun ke sawah, lagipula orangtuaku tak punya sawah,
jadi aku tak bisa jadi petani. Makanya aku nulis...
Kreativa: Haha.
boleh-boleh. Tentang ide dalam tulisanmu?
Niduparas Erlang: Ide mah dari mana saja. Tapi
memang aku labih banyak mencatat hal-hal yang remeh-temeh yang bisa ditemui di
mana saja: kecoak yang terjepit palang pintu, tumpahan kopi pada karpet ruang
tamu, kucing belang dua yang menggaruk-garuk mukanya dengan kaki-kanan belakangnya,
pecahan tembikar pengganjal kaki meja, cangkang kemiri yang kalah dan pecah,
dan lainnya. Biasanya catatan-catatan semacam itu cukup membantu ketika aku mau
menulis...
Kreativa: Di
luar itu, apa juga
menghindari tema petani dan kehidupan sosial lainnya?
Niduparas Erlang: Tidak
juga. Cerpen-cerpenku memang tidak secara eksplisit
membicarakan petani, tapi toh setting tempat yang juga tak
eksplisit itu berada di kampung-kampung yang tak jauh dari kehidupan petani
atau peladang. Sampai saat ini aku masih terus berupaya
menggali-gali khasanah di kampungku sendiri, mempelajari orang-orangnya,
kebiasaannya, cara-cara mereka beraktivitas dan sebagainya. Tapi rasanya ada juga aku
menyinggung soal petani. Misalnya dalam cerpen yang dulu dimuat Kreativa (Seruncing
Hangat Cengkeh-red) itu kan petani cengkeh, ada juga terkait petani
tembakau.
Kreativa: Termasuk
salah satu di antaranya ada banyak ditulis olehmu di La Rangku ya? Sejak
menjadi pemula dalam proses menulis, siapa saja penulis yang jadi “kiblatmu”?
Niduparas Erlang: Beberapa
iya. Kalau ditanya kiblat dalam menulis aku tak bisa jawab. Aku
membaca karya para penulis pendahulu, tapi apakah aku berkiblat pada salah
satunya, rasanya tidak. Dulu aku menyukai gaya Puthut EA, lalu menyukai gaya Linda
Christanty, James Joyce, Kafka, Umberto Eco, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Trianto
Twiwikromo, Nukila Amal, dll. Tapi rasanya aku tidak berkiblat juga. Mungkin sebagian
mempengaruhiku, mungkin juga tidak.
Kreativa: Iya,
tampaknya aku melihat Puthut EA di dalam cerpenmu Sesuatu Retak di Senja
itu. Tapi itu tak menghilangkan ke-Nidu-anmu. Termasuk banyak penulis lainnya,
termasuk Betrand Russel sekalipun. Dalam
menghadapi hambatan menulis, kamu menyikapinya seperti apa?
Niduparas Erlang: Kalau
mentok menulis, aku jalan-jalan, nonton, kencan-kencan, godain perempuan. Hehehe...
Beberapa tulisan malah harus mengalami riset
kecil-kecilan...
Kreativa: Berarti
kewartawananmu sekarang semakin mendukung apa tidak dalam menulis cerpen? ada
beberapa cerpenmu yang kamu maksud harus melalui riset kecil?
Niduparas Erlang: Kewartawanan
kadang-kadang mendukung kadang-kadang tidak. Karena sebenarnya, ketika menulis
cerpen, aku lebih sering kepingin melarikan diri dari realitas yang dianggap
fakta dalam berita. Realitas dalam berita-berita yang kutulis, kadang-kadang
jauh lebih dahsyat dan tidak logis ketimbang cerpen yang masih saja menuntut
kelogisan cerita. Juga
ingin melarikan diri dari kehidupanku sendiri. Hahaha. Kadang-kadang, untuk memastikan sebuah deskripsi, aku mesti
mengalaminya sendiri. Semacam itulah riset kecil-kecilan. Tapi tak semua.
Kreativa: Kesibukan
makin bertambah nggak sejak berada di keredaksian Banten Muda, ditambah momong
bini.
Niduparas Erlang: Hahaha... lebih asyik menulis itu
ketika masih jomblo. Karena ketika menulis, dan tiba-tiba harus ke luar untuk
memastikan apa yang sedang kutulis, bisa langsung pergi. Sekarang nggak bisa
begitu.
Kreativa: Hihihihi.
Itulah resiko jadi suami yang sayang sama istri. Wawancaranya sudah mendekati penutup. Tapi ada beberapa hal
lagi nih: Cerpen bagus menurutmu seperti apa dan bagaimana?
Niduparas Erlang: Cerpen
yang menghantam kepala dan membekas lama dalam benak pembacanya.
Kreativa: seperti
yang kamu tulis di sini: http://niduparas.blogspot.com/2013/02/niduparas-erlang.html
?
Niduparas Erlang: Itu
hanya salah satunya. Beberapa cerpen Raudal
Tanjung Banua,
misalnya. Masih kuingat
sampai saat ini. Di antaranya “Cerobong Tua Terus Mendera”,
dan “Pusaran Lubuk Pengantin”.
Walaupun, kalau tak salah, aku membaca
cerpen-cerpen itu sekitar tahun 2005 atau 2006. Kukira yang membekas lama semacam itulah yang
asyik.
Kreativa: Terakhir
ada semacam testimoni nggak selama
menjalani hari-hari dengan menulis? lalu apa yang kamu harapkan dari menulis
(terkait dengan kredo banyak penulis bahwa menulis tidak bisa menghidupi)?
Hehehe.
Niduparas Erlang: Ah,
aku mah menikmati saja hidup sebagai penulis. Memang selama ini aku
makan dan kuliah dari mana kalau bukan dari menulis. Dan kurasa, kegiatan atau
pekerjaan lain seperti menjadi editor, dipercaya menjadi juri, memberi kuliah
di kelas-kelas menulis kreatif, itu semua justru efek samping dari menulis. Punya bini juga
duitnya dari mengedit. Sebagian dari honor beberapa cerpen.
Kreativa: Hehe.
Sip. Sampai di sini dulu ya wawancara kita. Terima kasih ya, Nidu...
Oleh: Mawaidi (Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar