Label

Minggu, 24 November 2013

ASTRID ELLENA INGIN LANJUTKAN PROYEK SOSIAL


Sebagai pemenang Beauty With a Purpose (BWAP) di Miss World 2011, membuat Astrid Ellena menyadari betul bagaimana memaksimalkan potensi diri untuk membantu orang lain. Kaki Gajah boleh jadi menjadi perantara baginya, untuk melihat dunia lebih jauh. Namun bukan hal yang mudah untuk mencapai titik itu. Ada pengorbanan dan perjuangan yang harus dia lakukan. Beberapa waktu lalu kami mendapatkan kesempatan untuk melakukan interview, inilah hasil interview kami:

Kreativa            : Hallo Ellen, lama tak terdengar kabarnya, sehatkah? Sibuk apa sekarang ini?
Ellen                  : Halo, kabar baik J Sekarang saya sedang sibuk mengurus baby, sedang menikmati menjadi seorang ibu J

Kreativa            : Sekarang sudah memiliki junior, apakah ini memberikan pengaruh yang besar terhadap  kesibukan Ellen khususnya?
Ellen                  : Iya pastinya, karena sekarang waktu saya 24 jam fokus untuk mengurus baby, jadi kegiatan lainya untuk sementara ditunda dulu.

Kreativa            : Ehm…menjadi “pemecah telur” perwakilan Indonesia di ajang Miss World, bagaimana perasaan Ellen?
Ellen                  : Kaget banget ya, karena awalnya justru saya agak pesimis setelah melihat kontestan dari 112 negara lainya. Saya sama sekali tidak menyangka bisa menjadi top 15 pertama kalinya untuk Indonesia. Bangga dan bersyukur sekali.

Kreativa            : Saat itu, mengapa Ellen tertarik untuk masuk ke dunia pageant
Ellen                  : Dari kecil saya adalah orang yang amat sangat pemalu, tidak pernah berani untuk tampil di depan umum. Tapi waktu kuliah saya berpikir, kalau saya akan selalu stuck di tempat yang sama, kalau saya tidak berubah. Dan akhirnya saya memberanikan diri untuk mendaftar miss UPH (Universitas Pelita Harapan) dan ternyata saya menang. Dari sana saya ingin menggali potensi saya lebih lagi, bukan hanya di lingkungan kampus saja tapi di Indonesia. Akhirnya saya mendaftarkan diri ke ajang Miss Indonesia.

Kreativa            : Ellen menjadi winner fast track “Beauty With a Purpose” yang mengangkat isu seputar penderita kaki gajah, bagaimana Ellen memaknai kecantikan dengan tujuan?
Ellen                  : Menurut saya, setiap manusia diberikan talenta dan kelebihan oleh Tuhan di bidangnya masing-masing. Dan itu menjadi tugas kita untuk menyalurkan kelebihan yang kita miliki untuk membantu orang lain. Begitu juga dengan pageant, bukan hanya sekedar kontes kecantikan saja tapi di Miss World kita diwajibkan untuk memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dan saya bersyukur melalui proyek kaki gajah,saya bisa membantu banyak orang.

Kreativa            : Segala bentuk kesuksesan tentu membutuhkan usaha, boleh diceritakan bagaimana perjuangan, kerja keras, dan dedikasi Ellen selama ini?
Ellen                  : Sewaktu karantina Miss Indonesia, saya mengalami sakit mata dan saya tidak bisa mengkuti banyak kegiatan. Saya juga menjadi sangat minder dan bahkan ingin mengundurkan diri, tapi dengan support dari keluarga dan teman-teman, saya tetap bertahan dan berdoa, berharap sakit mata saya sembuh sebelum malam final. Dan 2 hari sebelum grand final, mata saya benar-benar sembuh. Kuncinya adalah jangan pernah menyerah, karena kesempatan belum tentu datang dua kali. Tidak ada masalah yang tidak bisa kita lewati asal kita tetap berusaha dan berdoa. Lalu begitupun saat Miss World, walaupun banyak orang pesimis karena Indonesia belum pernah lolos sebelumnya, saya tetap berusaha keras untuk mewakili Indonesia sebaik mungkin, dan puji Tuhan saya diberi kesempatan untuk lolos menjadi semifinalist.

Kreativa            : Masih sering terlibat project sosial?
Ellen                  : Untuk saat ini belum karena saya masih fokus untuk mengurus baby, tapi kalau anak saya sudah mulai besar saya berharap bisa melanjutkan proyek sosial saya.

Kreativa            : Kontroversi, merupakan hal yang lumrah untuk seorang public figure, (dan hal ini pernah Ellen alami pasca terpilih sebagai Miss Indonesia 2011), bagaimana Ellen menyikapi kontroversi dan bashing?
Ellen                  : Saya berusaha menjadikan kritik sebagai motivasi saya untuk menjadi lebih baik lagi. Saya berusaha untuk prove them wrong, bukan hanya melalui kata-kata tapi prestasi.

Kreativa            : Kira-kira apa rencana Ellen untuk ke depannya?
Ellen                  : Untuk sekarang saya masih mau fokus ke keluarga dulu, tapi kedepanya saya berharap bisa melanjutkan proyek sosial kaki gajah saya, karena masih banyak penderita kaki gajah di luar sana yang sangat membutuhkan bantuan terutama di daerah terpencil.

Kreativa            : Terakhir, tahu nggak sih, banyak yang kangen dengan Ellen? J Apa yang hendak Ellen sampaikan kepada mereka, khususnya generasi muda?
Ellen                  : Masa sih J… pesan saya, you won’t get anywhere if you don’t start, jangan pernah takut untuk mencoba, jadikan kelebihan dan talenta yang kita miliki untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Terima kasih Ellen, semoga sukses selalu dan apa yang diharapkan bisa segera terealisasi. J Salam hangat, dari keluarga LPPM Kreativa FBS UNY.

Interviewer: Okta Adetya

CURRICULUM VITAE

Education
Formal:              

 2008 - 2013        International Relations concentrating in international  trade

                                 Pelita Harapan University, Tangerang, Indonesia
                                 GPA: 3,90 / 4,00

2004 - 2008       Quince Orchard High School, Maryland, United States
                                 GPA: 3,92 / 4,00
2002 - 2004       Cita Hati Middle School, Surabaya, Indonesia

Informal:
1997 - 2003       Galaxy Piano School, Surabaya, Indonesia
Achievement
07/2012           8 Most Influential Woman in Indonesia MNC Lifestyle Award
02/2012            Indonesia’s 50 Beautiful Women Highend Magazine Award
11/2011            Top 15 Miss World 2011
11/2011           Top 11 Miss World Talent 2011
11/2011           Miss World Beauty With a Purpose 2011
06/2011            Miss Indonesia 2011
06/2011            Miss Kulit Cantik Indonesia 2011
06/2011            Miss Favorite Indonesia2011
10 / 2009            Best Writing in Putera – Puteri Kampus Indonesia 2009
04 / 2009            Miss UPH Scholar
04 / 2009            Miss Photogenic UPH Scholar
02 / 2008            Maryland Distinguished Scholar, Honorable Mention
2004 – 2008       Student of the Year
2004 – 2008       Honor Rolls
2004 – 2008       Perfect Attendance
2002 – 2004       Best Character and Highest Grade Achievement

Skills and Capabilities

Cultural                Fluent in English,  Basic Spanish and Mandarin
Technical            Proficient with a wide range of operating system and software application including Excel, Word, Power Point                                

Experience

06/2011            Star Media Nusantara, Jakarta, Indonesia
to present          Talent

06/2011            Miss Indonesia Organization, Jakarta, Indonesia
to 04/2012

08 / 2010             HMJ-HI UPH, Karawaci, Indonesia
to 08/2011          Secretary

07 / 2010             PT. Arpeni Line Pratama, Jakarta, Indonesia
to 08 / 2010        Intern at the Agency Department

01 / 2008             Genealogy Doctor’s Office, Maryland, United States                 to 06 / 2008        Administrator and Nurse

01 / 2008             Quince Orchard High School, Maryland, United States
to 06 / 2008        Administrator and Students’ Aide

01 / 2007             Forever 21, Maryland, United States
to 03 / 2007       Sales Associate

Selasa, 19 November 2013

MENGGERUSNYA BAHASA ALAY


Oleh: Febri*

BAHASA Indonesia merupakan bahasa persatuan di negara kita. Hal itu termaktub dalam Sumpah Pemuda yang berbunyi  Kami putra putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Untuk itulah, sebagai generasi penerus, kita harus mampu melestarikan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Harapan ini nampaknya berbanding terbalik dengan realita yang terjadi di zaman sekarang, peminat bahasa Indonesia semakin hari semakin menurun. Hal ini dapat kita lihat dari masyarakat kita yang cenderung membanggakan bahasa gaul dan alay. Padahal hal tersebut dapat merusak keaslian bahasa Indonesia.

Publik figur yang seharusnya menjadi contoh baik di mata masyarakat, melalui media, justru sering memunculkan kata-kata baru atau alay. Ironisnya perkembangan bahasa alay, yang notabene berpotensi mengacaukan bahasa Indonesia ini, justru dengan cepatnya menyebar ke seluruh pelosok negeri. Hali ni secara tidak sadar dapat menghilangkan keaslian bahasa kita, merusak kata baku dan semakin lama masyarakat akan lebih mengenal bahasa alay tersebut dibandingkan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Hal yang ditakutkan, anak-anak kita lebih familiar dengan bahasa alay dibandingkan dengan bahasa persatuannya sendiri. Minat mempelajari Bahasa Indonesia pun akan menurun karena kurangnya pengertian mengapa harus mempelajari bahasa tersebut. Pada dunia pendidikan, terutama pada pelajar, bahasa Indonesia ibarat menjadi makanan sehari-hari yang membosankan. Mereka merasa sudah bisa dengan bahasa itu dan merasa enggan, harus mempelajari bahasa yang semua orang sudah tahu.

Pelajar sekarang lebih bangga  untuk mempelajari bahasa asing dan mengabaikan pelajaran bahasa sendiri. Saat mata pelajaran bahasa Indonesia mereka mengobrol sendiri, menganggap paling bisa dan tidak memperdulikan materi yang diajarkan. Namun hal memalukan terkuak pada saat pengumuman ujian nasional. Data menunjukkan nilai bahasa Indonesia mereka minim, cenderung lebih rendah dibandingkan nilai bahasa asing mereka.

Nilai yang mereka peroleh tak pernah sempurna. Dari soal mendasar yang berhubungan dengan kata baku bahasa pun mereka tidak dapat membedakan dengan baik, terlebih lagi menganalisis kalimat utama dan wacana. Hal itu terjadi karena mereka tidak penah mengikuti materi atau pun berniat mempelajarinya. Selain itu, bahasa lain atau bahasa alay memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mendestruksi bahasa Indonesia.

Menyikapi hal itu, kita harus bertindak untuk menjaga dan melestarikan bahasa kita, agar tidak semakin memudar keasliannya. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sudah masuk ke dalam urat nadi kita dan menjadi ciri khas suatu bangsa. Rekonstruksi ini bisa diawali oleh para pendidik bahasa Indonesia dengan memberi suasana baru dalam pembelajaran. Berdasarkan pengalaman yang ada di lapangan, kebanyakan para pengajar bahasa Indonesia terutama di sekolah, hanya memberikan materi yang monoton, tanpa memberi praktik nyata. Contoh pada pelajaran drama, kebanyakan guru atau pendidik hanya memberi materi unsur-unsur drama, tanpa mengajarkan bagaimana mempraktikannya. Padahal para siswa akan lebih mendalami suatu materi, apabila mereka mampu menerapkannya dalam tindakan nyata.

Akan tetapi, yang paling penting dalam proses perubahan ini adalah kesadaran dari diri sendiri. Segencar apapun sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik, tanpa adanya dorongan personal, maka hal itu hanya akan sia-sia. Kita harus bisa menyukai bahasa sendiri dan melestarikannya atau akan lebih baik lagi kita membawa bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Apabila masing-masing dari kita sudah menyukai bahasa Indonesia dengan sendiri kecintaan dan penghargaan terhadap bahasa persatuan ini akan meluas.

Febri
adalah anggota Magang Kreativa 2014

GADGET: MENDEKATKAN YANG JAUH, MENJAUHKAN YANG DEKAT


Oleh: Galuh *

ERA teknologi digital telah merambah ke semua aspek kehidupan. Dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi kegiatan manusia tak lepas dari teknologi digital. Semuanya jadi lebih cepat, praktis dan hemat waktu.


Misalnya dalam hal komunikasi, dahulu untuk berbicara, manusia harus bertemu, berhadap-hadapan, dan saling bertatap muka. Mereka dapat menyadari kesungguhan pembicaraan melalui gerak gerik dan ekspresi  lawan bicara. Komunikasi secara langsung ini tentu saja akan memakan waktu, belum lagi adanya kendala jarak. Kini dengan adanya handphone, jarak sejauh apapun bukan kendala dalam berkomunikasi.

Namun semakin lama ketergantungan manusia pada teknologi semakin tinggi. Era digital tidak hanya mengubah cara berkomunikasi tetapi juga mengubah pola pikir. Generasi sekarang cenderung begitu saja mengikuti arus informasi yang mereka terima sehingga pikiran mereka dibentuk oleh konten. Mereka menjadi narsis, selfish dan egois. Dimana pun mereka berada, ponsel pintar tak pernah lepas dari genggaman. Smartphone seperti Blackberry, Iphone, dan Android kian menjamur di pasaran.

Sosial media semakin ramai. Generasi sekarang lebih suka berdiskusi di dunia maya dari pada bersosialisasi dengan sesamanya. Saat mereka bersamapun mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Pikiran mereka melayang ke tempat lain. Mereka tak pernah berhenti mengecek siapa atau apa saja yang menarik perhatian di dunia maya.  Tidak salah jika ada pendapat yang mengatakan ” teknologi mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat”.

Galuh
adalah anggota Magang Kreativa 2014

Sabtu, 16 November 2013

NIDUPARAS ERLANG: MENULIS CERPEN LARI DARI REALITAS


HUJAN berbentuk gerimis di luar ruangan. Hujan itu titik atau garis? Saya tidak peduli. Saya memperhatikan layar komputer. Tentu tujuan awal adalah berbincang-bincang dengan penulis yang kebetulan malam ini, malam Minggu (16/11), sedang menggelar akun facebook. Topik perbincangan akan diarahkan ke seputar proses kreatif menulis. Mengingat saya juga pemula dalam menulis, mengingat sekumpulan kru Kreativa angkatan 2014 yang pemula dan sebagai sambutan kepada mereka. Saya menganggap perbincangan malam ini sama seperti perbincangan saya sewaktu berjumpa dengan Nidu di kampusnya tahun 2012.

Tentang nara sumber malam ini adalah Niduparas Erlang, lelaki kelahiran Serang 11 Oktober 1986. Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra  Indonesia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Bukunya La Rangku meraih anugerah Festival Seni Surabaya sebagai kumpulan cerpen terbaik 2011. Dan diundang dalam acara Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) Bali pada Oktober 2012. Sekarang, Nidu (sapaan akrabnya) menjadi Pemimpin Redaksi Tabloid Banten Muda.

***

Kreativa: Mau wawancara kamu dong. Masih lama kan fb-annya?

Niduparas Erlang: Wawancara apa? masih lama kok...

Kreativa: Hehe. Ada deh, terkait dengan proses kreatif menulis. Oia, sebelumnya kamu pernah bergabung di kewartawanan?

Niduparas Erlang: Sampai saat ini masih. Cuma agak keren. Sekarang aku Pemred Tabloid Banten Muda. Hehehe

Kreativa: Mantap. Yang mendorong kamu menulis cerpen apa?

Niduparas Erlang: Karena aku tak bisa jadi petani, tak kuat angkat cangkul dan turun ke sawah, lagipula orangtuaku tak punya sawah, jadi aku tak bisa jadi petani. Makanya aku nulis...

Kreativa: Haha. boleh-boleh. Tentang ide dalam tulisanmu?

Niduparas Erlang: Ide mah dari mana saja. Tapi memang aku labih banyak mencatat hal-hal yang remeh-temeh yang bisa ditemui di mana saja: kecoak yang terjepit palang pintu, tumpahan kopi pada karpet ruang tamu, kucing belang dua yang menggaruk-garuk mukanya dengan kaki-kanan belakangnya, pecahan tembikar pengganjal kaki meja, cangkang kemiri yang kalah dan pecah, dan lainnya. Biasanya catatan-catatan semacam itu cukup membantu ketika aku mau menulis...

Kreativa: Di luar itu, apa juga menghindari tema petani dan kehidupan sosial lainnya?

Niduparas Erlang: Tidak juga. Cerpen-cerpenku memang tidak secara eksplisit membicarakan petani, tapi toh setting tempat yang juga tak eksplisit itu berada di kampung-kampung yang tak jauh dari kehidupan petani atau peladang. Sampai saat ini aku masih terus berupaya menggali-gali khasanah di kampungku sendiri, mempelajari orang-orangnya, kebiasaannya, cara-cara mereka beraktivitas dan sebagainya. Tapi rasanya ada juga aku menyinggung soal petani. Misalnya dalam cerpen yang dulu dimuat Kreativa (Seruncing Hangat Cengkeh-red) itu kan petani cengkeh, ada juga terkait petani tembakau.

Kreativa: Termasuk salah satu di antaranya ada banyak ditulis olehmu di La Rangku ya? Sejak menjadi pemula dalam proses menulis, siapa saja penulis yang jadi kiblatmu?

Niduparas Erlang: Beberapa iya. Kalau ditanya kiblat dalam menulis aku tak bisa jawab. Aku membaca karya para penulis pendahulu, tapi apakah aku berkiblat pada salah satunya, rasanya tidak. Dulu aku menyukai gaya Puthut EA, lalu menyukai gaya Linda Christanty, James Joyce, Kafka, Umberto Eco, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Trianto Twiwikromo, Nukila Amal, dll. Tapi rasanya aku tidak berkiblat juga. Mungkin sebagian mempengaruhiku, mungkin juga tidak.

Kreativa: Iya, tampaknya aku melihat Puthut EA di dalam cerpenmu Sesuatu Retak di Senja itu. Tapi itu tak menghilangkan ke-Nidu-anmu. Termasuk banyak penulis lainnya, termasuk Betrand Russel sekalipun. Dalam menghadapi hambatan menulis, kamu menyikapinya seperti apa?

Niduparas Erlang: Kalau mentok menulis, aku jalan-jalan, nonton, kencan-kencan, godain perempuan. Hehehe... Beberapa tulisan malah harus mengalami riset kecil-kecilan...

Kreativa: Berarti kewartawananmu sekarang semakin mendukung apa tidak dalam menulis cerpen? ada beberapa cerpenmu yang kamu maksud harus melalui riset kecil?

Niduparas Erlang: Kewartawanan kadang-kadang mendukung kadang-kadang tidak. Karena sebenarnya, ketika menulis cerpen, aku lebih sering kepingin melarikan diri dari realitas yang dianggap fakta dalam berita. Realitas dalam berita-berita yang kutulis, kadang-kadang jauh lebih dahsyat dan tidak logis ketimbang cerpen yang masih saja menuntut kelogisan cerita. Juga ingin melarikan diri dari kehidupanku sendiri. Hahaha. Kadang-kadang, untuk memastikan sebuah deskripsi, aku mesti mengalaminya sendiri. Semacam itulah riset kecil-kecilan. Tapi tak semua.

Kreativa: Kesibukan makin bertambah nggak sejak berada di keredaksian Banten Muda, ditambah momong bini.

Niduparas Erlang: Hahaha... lebih asyik menulis itu ketika masih jomblo. Karena ketika menulis, dan tiba-tiba harus ke luar untuk memastikan apa yang sedang kutulis, bisa langsung pergi. Sekarang nggak bisa begitu.

Kreativa: Hihihihi. Itulah resiko jadi suami yang sayang sama istri. Wawancaranya sudah mendekati penutup. Tapi ada beberapa hal lagi nih: Cerpen bagus menurutmu seperti apa dan bagaimana?

Niduparas Erlang: Cerpen yang menghantam kepala dan membekas lama dalam benak pembacanya.

Kreativa: seperti yang kamu tulis di sini: http://niduparas.blogspot.com/2013/02/niduparas-erlang.html ?

Niduparas Erlang: Itu hanya salah satunya. Beberapa cerpen Raudal Tanjung Banua, misalnya. Masih kuingat sampai saat ini. Di antaranya Cerobong Tua Terus Mendera, dan Pusaran Lubuk Pengantin. Walaupun, kalau tak salah, aku membaca cerpen-cerpen itu sekitar tahun 2005 atau 2006. Kukira yang membekas lama semacam itulah yang asyik.

Kreativa: Terakhir ada semacam testimoni nggak selama menjalani hari-hari dengan menulis? lalu apa yang kamu harapkan dari menulis (terkait dengan kredo banyak penulis bahwa menulis tidak bisa menghidupi)? Hehehe.

Niduparas Erlang: Ah, aku mah menikmati saja hidup sebagai penulis. Memang selama ini aku makan dan kuliah dari mana kalau bukan dari menulis. Dan kurasa, kegiatan atau pekerjaan lain seperti menjadi editor, dipercaya menjadi juri, memberi kuliah di kelas-kelas menulis kreatif, itu semua justru efek samping dari menulis. Punya bini juga duitnya dari mengedit. Sebagian dari honor beberapa cerpen.

Kreativa: Hehe. Sip. Sampai di sini dulu ya wawancara kita. Terima kasih ya, Nidu...



Oleh: Mawaidi (Redaksi)

Senin, 11 November 2013

JUS KRITIK DAN KOMPETENSI YANG DIPERTAHANKAN



LAMPU gelap mendadak. Sebuah tanya saling umpan di antara kami yang disekat oleh meja di tengah. “Ini bukan bagian dari rencana ulang tahun Kreativa, kan?” celetuk salah seorang di antara kami sambil melirik kepada Emy Lestari Istianah selaku Pemimpin Umum LPPM Kreativa tahun 2012-2013.

Di Lidah Ibu sekitar sepuluh menit sampai di sana, tepatnya di lantai bagian atas, lampu padam. Beberapa jenak terdengar teriakan kecil di bawah. Seorang pelayan meminta maaf karena tidak bisa menyediakan jus. Tapi, lampu hidup kembali. Lampu terus menyala. 

Dalam lingkaran yang terdiri dari belasan kru Kreativa dan lima orang alumni terlibat dalam diskusi hangat mengevaluasi Jurnal Kreativa yang diterbitkan bulan Agustus lalu. Mawaidi staf redaksi Kreativa menilai, rubrik komik yang dimuat pada edisi tersebut tidak layak dan berlawanan. Bahkan, komik tersebut mencederai seluruh isi pada edisi tersebut. Hal itu dikaitkan dengan tema yang diusung Jurnal Kreativa yaitu “Mata Pisau Lawakan Indonesia”. 

Okta Adetya menyanggah kemunculan komik pada edisi Agustus tersebut terjadi kesalahan teknis dan proses seleksi. “Dalam rapat redaksi diputuskan tidak ada rubrik komik. Namun, barangkali karena kurangnya naskah yang seharusnya memenuhi semua halaman membuat keputusan hadirnya komik sepanjang dua halaman itu tak dapat disangkal,” tuturnya. 

Bagi Lisna Mutia Kartika kehadiran komik pada edisi tersebut membuat dirinya senang dan terharu. “Rubrik komik pertama kali ada pada masa jabatan saya. Saya menganggap dimunculkan rubrik komik adalah apresiasi bagi mahasiswa seni rupa,” kata Pemimpin Umum LPPM Kreativa masa bakti 2011-2012. Oleh Nur Muhammad staf redaksi sekaligus penata letak Jurnal Kreativa menuturkan hal yang sama. Upaya ini sangat kreatif dan produktif. “Kreativa sebagai wadah mahasiswa FBS tidak tanggung-tanggung memberikan ruang gerak kepada mahasiswa, terutama karya seni semacam komik, fotografi, lukisan dan karya tangan kreatif lainnya.”

Selain komik, Pimpinan Redaksi Okta Adetya diguyur kritik. Dimulai keteledoran membubuhkan tanggal lahirnya LPPM Kreativa pada 10 November 2003 (tertulis 09 November 2003 dalam jurnal) sampai pada lemahnya korektor (proofreader) sebelum jurnal naik cetak. Alumni yang membersamai rapat evaluasi pada malam Minggu itu menyinggung kinerja Divisi Litbang dan Jaringan, sebagaimana yang diungkapkan Resa Eka Ayu Sartika (Pemimpin Umum masa bakti 2009-2010) terkait dengan minimnya sponsor yang didapatkan. Hadir pula Pimred masa bakti 2009-2010, yakni Yulian Erni yang banyak mengomentari tampilan sampul depan (cover) jurnal. Dinilai pada edisi tersebut sampulnya kurang artistik dan seolah banyak kolase-kolase yang dihadirkan.

An Ismanto salah seorang pendiri LPPM Kreativa tak luput dari kesempatan mengevaluasi jurnal. “Kreativa mengalami banyak perubahan, termasuk memberikan kesempatan kepada kru untuk menulis. Ketimbang Kreativa edisi pertama lumayan lah,” begitu kelakarnya sembari mengenang 10 tahun yang silam. Kata lelaki yang akrab dipanggil Simbah tersebut. Kreativa awalnya menampung tulisan dari penulis terkemuka di Indonesia baik dari akademisi dan praktisi.

Agenda evaluasi jurnal yang digabung dengan temu alumni itu sebenarnya direncanakan 26 Oktober 2013 lalu. “Disebabkan banyaknya alumni yang tidak bisa hadir terpaksa tanggal diundur pada 09 November 2013 pukul 19.00,” ungkap Sely Indraswari, Kepala Divisi PSDM. (Idi)

MAHASISWA ISENG-ISENG BUKA USAHA



SUNDAY morning yang diakronimkan menjadi Sunmor seringkali digunakan sebagai tempat untuk mahasiswa mencari uang tambahan. Seperti yang terlihat pada hari Minggu (3/11), beberapa mahasiswa menggelar lapaknya di kawasan Lembah UGM, Sleman, Yogyakarta. Salah satu di antara mereka adalah Reza Rundita. Mahasiswa ini terlihat tengah sibuk mempromosikan barang dagangan berupa pakaian bekas layak pakai. Ia tercatat sebagai mahasiswi aktif di Universitas Negeri Yogyakarta semester lima.

Reza menuturkan, usahanya ini berawal dari iseng-iseng untuk mengisi waktu luang di akhir pekan. Dengan teman-temannya, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Jawa ini menjelaskan, “Ya awalnya sih iseng-iseng buka usaha, lumayan buat nambah-nambah uang saku.


Pakaian-pakaian bekas yang dia jual, kebanyakan diperoleh dari keluarga dan juga teman-temannya. Walaupun sudah bekas namun barang-barang yang di sediakan masih layak pakai. Harga yang di tawarkan beragam, mulai dari Rp5.000 sampai Rp25.000, tergantung dari pakaian tersebut. (Magang)