Label

Rabu, 04 Desember 2013

PARA MISIONARIS


Dalam novel ini hati saya tergugah akan keteguhan hati seseorang. Berlatar belakang Jepang pada abad ke 17, perode edo, novel yang berjudul silence mengisahkan perjalanan nasib Sebastian Rodrigues, Yesuit Portugis yang dikirim ke Jepang untuk membantu gereja setempat dan untuk mencari tahu keadaan mantan gurunya, bernama Ferreira, yang dikabarkan telah murtad karena tidak tahan menanggung siksaan. Sebastian Rodrigues datang bersama temannya ke Jepang yaitu Garpe. Mereka datang diwaktu pada zaman ketika kristianistas dilarang keras di Jepang, dan para penganutnya dikejar-kejar, dipaksa menjadi murtad, dan dibunuh, hal tersebut memang tidak mudah bagi seorang Sebastian Rodrigues dan temannya untuk bertahan hidup.

Para misionaris yang datang ke Jepang sebelum pemerintahan Inoe bisa hidup layak dan bisa memberi seminari-seminari kepada rakyat Jepang. Akan tetapi setelah masa pemerintahan Inoe yang menolak adanya kristianistas di Jepang. Seminari-seminari, khotbah, dan segala kegiatan yang berkaitan dengan kristiani diharamkan di Jepang. Setiap misionaris atau rakyat yang memeluk agama Kristen agar melepas agamanya alias murtad. Dan banyak dari mereka tidak mau apa yang diperintahkan oleh san penguasa Jepang, jika tidak mengikuti perintah dari sang penguasa akan disiksa dengan cara apapun yang bisa membuat seorang itu murtad dari agamanya. Salah satu penyiksaan yang paling ringan seperti menginjak fumie. Cara ini memang diakui oleh para pemerintah Jepang sebagai salah satu penyiksaan yang menguras batin para pengikut Kristen. Jika tidak mengikuti perintah untuk menginjak fumie, seperti yang dilakukan oleh mokichi dan ichizo. Mereka berdua akhirnya disalib seperti yesus akan tetapi mereka di salib di pantai yang sedang surut dan jika sedang pasang mereka akan tenggelam sampai akhirnya mati kelaparan dan membiru.

Setelah melalui berbagai cara untuk sampai ke Jepang, Sebastian Rodrigues dan Garpe akhirnya menginjak desa pertama mereka yaitu desa Tomogi. Dengan perasaan resah Sebasitian Rodrigues ia ingin sekali mengetahui gurunya yang bernama Ferreira. Tersebar kabar bahwa di Jepang gurunya itu telah lama murtad dan kehancuran agama Kristen. Dan terbukti pada saat penggeladahan di setiap rumah oleh para petugas pemerintahan Jepang yang jika terbukti ada benda-benda atau apapun yang berkaitan dengan kristiani akan dibawa ke penjara dan menerima siksaan. Melalui suratnya ia (Sebastian Rodrigues) mengirim surat itu ke Macao tempat para supervisor-supervisor penganut kristen tentang keadaan di Jepang. didalam isi suratnya ia menulis bahwa setiap harinya orang-orang penganut Kristen mati karena penyiksaan. Dibalik penyiksaan yang dialami oleh para pengikut Kristen inilah ia dan Garpe terus berdoa agara para penganut agama Kristen yang meninggal akibat penyiksaan dimasukan ketempat yang abadi yaitu surga.

Sebastian Rodrigues mencari cara didalam kegelisahannya untuk terus memberikan seminari-seminari secara diam-diam agar tidak diketahui oelh pemerintah Jepang. Karena jika para misionaris atau pastor jika diketahui oleh pemerintah Jepang akan ditangkap dan dipenjara. Ketakutan inilah yang akhirnya terbutki dimata sang pastor. Ia dan Garpe ditangkap secara tidak manusiawi. Mereka berdua dipenjara secara terpisah. Sekian lama dipenjara akhirnya Garpe pun meninggal karena ingin menolong para pengikut beragama Kristen ditenggelamkan dilaut. Garpe pun ikut tenggelam bersama dengan mereka.


Merasa kehilangan itulah yang dirasakan oleh Sebastian Rodrigues setiap hari di dalam penjara yang gelap gulita dan ia tidak lupa selalu berdoa kepada tuhan. Sampai akhirnya ia dipertemukan oleh gurunya yaitu Ferreira. Ia merasa heran dengan gurunya itu, yang ia lihat sekarang yaitu seorang tua yang sudah murtad dari agama Kristen. Denga liciknya Ferreira menggoda Sebastian Rodrigues untuk meninggalkan agamanya. Berbagai penyiksaan dari luar pun ia terima didepan matanya sendiri. Pembunuhan tragis yang ia lihat setiap hari lama kelamaan menjatuhkan mental Sebastian Rodrigues. Dan dengan cara ini Sebastian akhirnya murtad dari agamanya.


Rio Anggoro Pangestu, 
 Redaksi