Andrian Eksa
“Di pendopo inilah terjadi dialog antara pemilik rumah dengan sanak saudara atau tetangga dan masyarakat umum”
-Suseno
Pada
umumnya pendopo berfungsi sebagai tempat upacara dan pertemuan bangsawan dengan
megarsarinya yang lebih bersifat mewadahi kegiatan keluarga. Namun, berangkat
dari pendapat Suseno di atas, dapat kita ketahui jika pendopo tidak hanya
digunakan untuk acara keluarga, melainkan juga untuk orang lain—di luar
keluarga.
Lalu,
bagaimana dengan pendopo yang dibangun di tempat pendidikan? Apakah hanya
sebagai tempat penerimaan tamu? Tentu saja tidak. Seperti Pendopo Tedjokusumo
di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Pendopo yang
dibangun di depan Stage Tari ini memiliki keunikan tersendiri. Pendopo
Tedjokusumo ini disangga oleh dua belas tiang. Sedangkan pada umumnya pendopo
hanya disangga oleh empat tiang.
Selain
sebagai penerimaan tamu sementara—sebelum memasuki Stage Tari, Pendopo
Tedjokusumo juga digunakan sebagai tempat latihan menari, pagelaran seni
pertunjukan, pembelajaran, atau sekadar untuk berkumpul. Hampir tidak pernah
sepi tempat yang satu ini. Sebab di tempat ini udara sangat enak untuk
dinikmati. Tidak ada dinding yang menyekat, jadi udara lebih segar. Selain itu,
kekeluargaan juga semakin terasa erat.
Di
antara Pendopo Tedjokusumo dan Stage Tari juga dibangun sebuah bangunan yang
kedudukannya lebih tinggi dari Pendopo Tedjokusumo. Bangunan ini dilingkupi
oleh dinding masif, kecuali yang
menghadap ke pendopo. Bangunan ini sering disebut Pringgitan. Atau tempat yang
biasanya digunakan sebagai tempat pagelaran wayang. Sama seperti namanya,
Pringgitan, ini didasarkan pada kata ringgit
yang berarti wayang. Bangunan yang menjadi penghubung antara Pendopo
Tedjokusumo dan Stage Tari ini diharapkan bisa menjadi pengantar atau jalan
menuju tempat yang lebih baik. Tempat untuk belajar memahami diri sebelum
memasuki Stage Tari. Seperti itulah yang diharapkan. Karena di Pringgitan juga
sebagai tempat pagelaran wayang—di mana wayang sebagai bahan belajar manusia.
Namun
tetap saja, di hari-hari biasa, kedua tempat ini hanya sebagai tempat
berkumpul. Tempat bertemu, bukan bertamu. Karena tempat ini bukan pendopo dan
pringgitan yang disakralkan seperti di keraton.
Jogja,
Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar