Label

Selasa, 18 November 2014

PARA PENGGEMBIRA SASTRA INDONESIA KITA

Sumber: Lukisan S Dali | Diolah Kreativa
Di luar, sastra cyber dikenal sebagai e-sastra, meminjam istilah dalam esai Andrian Eksa, berjudul “e-Sastra dan Teror-Teror di Indonesia”. Sastra cyber pernah menjadi sebuah diskursus yang menarik di Indonesia, antara pegiat sastra cyber itu sendiri dengan ‘sastrawan media cetak’.

Munculnya sastra cyber ditandai dengan terbitnya buku kumpulan puisi Graffiti Gratitude. Puisi di dalam buku tersebut merupakan puisi-puisi yang pernah dimuat di situs cybersastra.net. Sastra cyber di Indonesia lahir pada tanggal 9 Mei 2001 di Puri Agung Sahid Jaya Hotel.[1] Sastra cyber muncul sebagai medium baru sastra Indonesia.

Ahmadun Yose Herfanda mempertanyakan mutu sastra cyber tersebut. Esai itu ia tulis di Republika dengan menyebutkan sastra cyber sebagai ‘tong sampah’ dari karya-karya yang ditolak di media cetak. [2] Sejauh ini dari tahun 2001 geliat sastra cyber memang tak pernah menjadi sebuah era baru dalam sastra Indonesia. Sastra cyber tampaknya hilang begitu saja mengikuti laju dan arus sastra Indonesia yang lain. Misal, tahun ini kita mendengar tentang Puisi Esai yang dipimpong keberadaannya. Dan mungkin tidak akan pernah ‘ada’ keberadaannya dalam sastra Indonesia.

Sastra Indonesia keberadaannya menginginkan arus yang konvensional: media cetak, (koran atau buku). Sejauh ini tampaknya hanya buku yang tak pernah diperdebatkan dalam sastra Indonesia, belum ada era baru yang mau menyaingi eksistensi buku. Sementara koran, majalah, keberadaannya pernah dipertanyakan: sebagai sastra kita yang terbatas atau yang terkekang.

Di Malaysia, seperti yang ditulis Andrian Eksa dalam esai tersebut, e-Sastra eskalasinya begitu tinggi. Kedengarannya juga sudah memasuki lembaga pendidikan. Bahkan menjadi salah satu mata kuliah ataupun mata pelajaran di lembaga pendidikan di Malaysia. E-Sastra tersebut dipelopori oleh Prof. Dr. Irwan Abu Bakar, seorang sastrawan Malaysia yang sangat memperhatikan dunia e-Sastra.

Perkembangan e-Sastra di Malaysia saat ini ataupun sastra cyber di Indonesia tahun lampau perlu kita hargai sebagai sebuah ‘penyemarak’ dalam khazanah sastra Indonesia. Malaysia tampak sebagai negara yang perkembangan sastranya terhitung ‘tertinggal’, bahkan ketertinggalaan Indonesia dalam esai Andrian Eksa, perlu dipertanyakan. Sepenuhnya apa yang diutarakan Andrian Eska tidaklah keliru. Ketertinggalan yang dimaksud barangkali dalam hal kualitas, apresiasi, atau eksistensi e-Sastra itu sendiri oleh kalangan akademik, atau kritikus sastra. Di Indonesia kalangan akademik dan kritikus sastra belum sepenuhnya menyatakan sastra cyber sebagai era baru yang harus berada di garda depan.

Setelah sastra cyber ‘lenyap’ di meja basar sastra Indonesia lalu muncul Sastra Digital yang dipelopori oleh sastrawan Cecep Syamsul Hari. Sastra Digital (sastradigital.com) bergerak di dunia maya. Di ranah penerbitan Sastra Digital telah menerbitkan Jurnal Sastra No. 1 (September 2012-Maret 2013) dan Jurnal Sastra No. 2/2013. Sejauh ini Sastra Digital yang disetir oleh Cecep Syamsul Hari tak pernah melakukan orasi untuk mendapatkan pengakuan. Sebagai sastrawan yang banyak bergerak di sastra cetak, Cecep hendak mengimbangi antara sastra cetak dan sastra digital.

Adanya satra cyber, sastra digital, e-sastra, telah ada sebagai sebuah percobaan-percobaan kecil untuk mengembangkan sastra. Di ranah kampus, kalau kita mau menoleh ke samping kita, telah ada organisasi formal yang banyak bergerak dalam perkembangan sastra. Kita tidak perlu cemburu atau pun sinis karena bagaimana pun, sastra telah banyak dicintai para kalangan. Dari para aktivis pers, hingga lembaga dakwah sekalipun. Tetapi, jika dalam perkembangan sastra muncul sebagai pergerakan sebuah era baru dan eksistensinya dipertanyakan, maka jangan salah kalau masyarakat sastra sendiri kelak akan mem-bully-nya, semisal salah seorang tokoh sastra paling berpengaruh. []

- Mawaidi




[1] Donny Anggoro, Sastra yang Malas: Obrolan Sepintas Lalu (Tiga Serangkai, 2004) hlm. 31–36.
[2] Ibid., hlm. 32.

Tidak ada komentar: