Andrian Eka Saputra |
Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Nikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila yang semestinya menjadi landasan dalam setiap
gerak bangsa dan negara, terkadang terlupakan. Karena dianggap hanya sebuah
teori yang hanya perlu diketahui, dihafal, dan dibaca di upacara setiap
minggunya, atau upacara-upacara tertentu saja. Seandainya saja, pancasila
benar-benar menjadi landasan gerak negara, betapa hebatnya negara kita ini?
Isi Pancasila yang tertulis sebagai pembuka tulisan ini
adalah siasat penulis, semoga saja bisa mengingatkan pembaca—bagi yang
(barangkali) lupa. Setiap orang mempunyai hak untuk melupakan Pancasila, jika
ditinjau dari pribadi individu. Tetapi, sebagai warga negara yang berlandaskan
hukum, tentu tidak patut jika kita lupa. Setidaknya, ingat hafalan Pancasila
itu sudah lebih baik. Akan tetapi, lebih baik lagi jika kita benar-benar
mengerti, dan mampu menjalankannya.
Menjalankan Pancasila dengan semurni-murninya, memang
sulit. Bahkan, bisa jadi tidak mungkin. Mengingat negara ini, semakin bubrah.
Satu sama lain, antar individu, memilih menggunakan haknya untuk egois, dari
pada memilih menjalankan kewajiban sebagai kesatuan yang utuh. Ini memang
sah-sah saja. Tetapi, hal ini yang membuat kesenjangan antar warga negara.
Padahal, dalam Pancasila, tepatnya sila ketiga, telah jelas bagaimana persatuan
di Indonesia diatur oleh negara. Bahkan menjadi landasan negara.
Menurut Rukiyati (2013: 61) persatuan yang dimaksud dalam
Pancasila adalah satu kesatuan utuh yang tak terpecah. Atau dalam pengertian
modern, persatuan Indonesia disebut dengan Nasionalisme. Melainkan bukan
sebagai chauvinisme, yang menganggap
bangsa Indonesia lebih tinggi dari bangsa yang lain. Ini sama halnya dengan
menambah deret kesenjangan antar bangsa.
Terkait hal tersebut, di Indonesia sendiri, memang kurang
dalam hal persatuan ini. Hal ini terlihat lebih jelas, akhir-akhir ini. Setiap
hal selalu mempunyai lawan tanding. Kita masih ingat, beberapa waktu lalu,
negara kita ribut akan hal DPR Tandingan. Miris memang. Tapi, memang nyatanya
seperti itu. Tidak ada satu bagian yang mau mengalah, sama-sama mengambil
haknya untuk egois. Jika sudah seperti ini, kita melupakan landasan negara
kita. Lupa, jika kita diatur oleh tatanan yang telah lama disepakati. Suatu
pedoman yang (bahkan) benar-benar dimatangkan pembentukannya.
Sila yang
seharusnya mampu membuat warga negara menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan,
dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, malah menjadi sial. Karena sulit untuk terealisasi. Ini
bukan kesalahan bangsa, tetapi kesalahan warga negara, yang lupa akan
landasannya.
Semua ini bisa diatasi dengan beberapa cara. Salah
satunya adalah kembali pada landasan kita, Pancasila. Kembali menelaah, apa
yang seharusnya dilakukan dengan adanya aturan dalam Pancasila kita.
Semua hal memang mempunyai tandingan. Ini wajar. Ini lumrah. Tinggal bagaimana kita mampu membuatnya
menjadi suatu keberagaaman yang seragam, yang padu, yang satu. Tidak
menimbulkan konflik, apalagi konflik yang membahayakan bangsa dan negara.
Peran dari seluruh warga negara tentu sangat membantu.
Mulailah dengan cara tidak egois. Membaca kembali kewajiban kita sebagai warga
negara yang tinggal di suatu negara. Yang harus berinteraksi satu sama lain.
Yang harus menghargai satu sama lain. Hingga tercipta suatu nasionalisme yang
murni. Terjalin kesatuan dari kata persatuan
Indonesia di sila ketiga Pancasila.[*]
oleh kreativa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar