Label

Kamis, 18 Desember 2014

SERBA DUA, SILA KETIGA PANCASILA MENJADI SIAL

Andrian Eka Saputra |


Pancasila

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Nikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pancasila yang semestinya menjadi landasan dalam setiap gerak bangsa dan negara, terkadang terlupakan. Karena dianggap hanya sebuah teori yang hanya perlu diketahui, dihafal, dan dibaca di upacara setiap minggunya, atau upacara-upacara tertentu saja. Seandainya saja, pancasila benar-benar menjadi landasan gerak negara, betapa hebatnya negara kita ini?

Isi Pancasila yang tertulis sebagai pembuka tulisan ini adalah siasat penulis, semoga saja bisa mengingatkan pembaca—bagi yang (barangkali) lupa. Setiap orang mempunyai hak untuk melupakan Pancasila, jika ditinjau dari pribadi individu. Tetapi, sebagai warga negara yang berlandaskan hukum, tentu tidak patut jika kita lupa. Setidaknya, ingat hafalan Pancasila itu sudah lebih baik. Akan tetapi, lebih baik lagi jika kita benar-benar mengerti, dan mampu menjalankannya.

Menjalankan Pancasila dengan semurni-murninya, memang sulit. Bahkan, bisa jadi tidak mungkin. Mengingat negara ini, semakin bubrah. Satu sama lain, antar individu, memilih menggunakan haknya untuk egois, dari pada memilih menjalankan kewajiban sebagai kesatuan yang utuh. Ini memang sah-sah saja. Tetapi, hal ini yang membuat kesenjangan antar warga negara. Padahal, dalam Pancasila, tepatnya sila ketiga, telah jelas bagaimana persatuan di Indonesia diatur oleh negara. Bahkan menjadi landasan negara.

Menurut Rukiyati (2013: 61) persatuan yang dimaksud dalam Pancasila adalah satu kesatuan utuh yang tak terpecah. Atau dalam pengertian modern, persatuan Indonesia disebut dengan Nasionalisme. Melainkan bukan sebagai chauvinisme, yang menganggap bangsa Indonesia lebih tinggi dari bangsa yang lain. Ini sama halnya dengan menambah deret kesenjangan antar bangsa.

Terkait hal tersebut, di Indonesia sendiri, memang kurang dalam hal persatuan ini. Hal ini terlihat lebih jelas, akhir-akhir ini. Setiap hal selalu mempunyai lawan tanding. Kita masih ingat, beberapa waktu lalu, negara kita ribut akan hal DPR Tandingan. Miris memang. Tapi, memang nyatanya seperti itu. Tidak ada satu bagian yang mau mengalah, sama-sama mengambil haknya untuk egois. Jika sudah seperti ini, kita melupakan landasan negara kita. Lupa, jika kita diatur oleh tatanan yang telah lama disepakati. Suatu pedoman yang (bahkan) benar-benar dimatangkan pembentukannya.

Sila yang seharusnya mampu membuat warga negara menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, malah menjadi sial. Karena sulit untuk terealisasi. Ini bukan kesalahan bangsa, tetapi kesalahan warga negara, yang lupa akan landasannya.

Semua ini bisa diatasi dengan beberapa cara. Salah satunya adalah kembali pada landasan kita, Pancasila. Kembali menelaah, apa yang seharusnya dilakukan dengan adanya aturan dalam Pancasila kita.

Semua hal memang mempunyai tandingan. Ini wajar. Ini lumrah. Tinggal bagaimana kita mampu membuatnya menjadi suatu keberagaaman yang seragam, yang padu, yang satu. Tidak menimbulkan konflik, apalagi konflik yang membahayakan bangsa dan negara.

Peran dari seluruh warga negara tentu sangat membantu. Mulailah dengan cara tidak egois. Membaca kembali kewajiban kita sebagai warga negara yang tinggal di suatu negara. Yang harus berinteraksi satu sama lain. Yang harus menghargai satu sama lain. Hingga tercipta suatu nasionalisme yang murni. Terjalin kesatuan dari kata persatuan Indonesia di sila ketiga Pancasila.[*]

Jogja, Desember 2014


oleh kreativa

Tidak ada komentar: