Ini adalah penghujung tahun. Tahun di mana saya
menjadi warga sah FBS, tahun di mana saya harus siap-siap mengemas
lembar-lembar tugas yang berisi pilihan ganda dari para dosen, mengemas jas
almamater kebanggaan.
Ketua BEM terpilih,
Saya harus menulis surat ini dengan perasaan yang
teraduk-aduk, sedih, campur haru yang meruak. Surat ini anggaplah sebuah
silaturrahmi bahasa karena pada hari Kamis 11 Desember lalu saya tidak hadir
dalam debat calon ketua BEM FBS. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya
kepada Anda, izinkanlah saya mengajak Anda keliling-keliling di sekitar FBS,
dengan tanpa fisik Anda bersama saya, sebagai sebuah upaya pendekatan personal
antara saya dan Anda.
Saya akan memulainya dari sini, di taman gedung Cine
Club, atau depan C 15, karena di gedung inilah saya kerap melintas pulang dari kuliah.
Pembicaraan serius akan saya mulai dari sini, dari mobil-mobil yang diparkir di
depan gedung ini. Saya tidak tahu pada tanggal, bulan, dan tahun berapa kebijakan
baru FBS turun dengan mengizinkan halaman yang sekaligus area lalu lintas
mahasiswa dijadikan tempat parkir mobil.
Saya juga tidak tahu, apakah mobil itu milik tamu pejabat, dosen atau
mahasiswa. Saya hanya tahu, tempat ini telah mengganggu stabilitas dan
mobilitas warga FBS. Tahun 2011-2012 mobil-mobil itu belum ada, dan kini jumlah
kendaraan orang-orang hight class itu
jumlahnya lebih dari tiga. Bisa dibayangkan di tahun ketika Anda menjabat
sebagai ketua BEM ke depan.
Pak Ketua,
Saya tidak habis pikir, jika mobil-mobil itu milik
dosen kita, dan sangat disayangkan jika martabat dan pangkat mereka disetarakan
dengan keberhasilannya mengendari roda empat tersebut. Saya begini bukan iri
hati, bukan pula sinis pada dosen, atau apatis terhadap teknologi canggih tersebut.
Tetapi, jika kaos oblong, celana bolong di lutut, atau rambut gondrong saja
diprotes matian-matian, atau kalau tidak ikut perintah tidak dapat nilai dari
dosen bersangkutan, akankah kebijakan ini imbang? Tidak. Tidak. Jelas ini yang
dimaksud dengan kekerasan epistemologi.
Ketua BEM yang saya hormati,
Saya yakin, dari jurusan mana pun Anda mengambil
studi, Anda pasti membaca buku. Kalau
Anda tidak suka membaca buku, saya pastikan Anda bukanlah ketua BEM Fakultas
Bahasa dan Seni. Kalau begitu, mari sama-sama ke perpustakaan kita yang
terletak di GK 1 bagian muka sayap barat. Anda tahu, perpustakaan ini dikenal
sebagai perpustakaan yang tidak boleh berkembang! Mengapa, Mimesis buletin milik KMSI edisi keenam tahun 2014 meliput
peristiwa itu, mewawancarai Dr. Widyastuti Purbani, MA. wakil dekan I FBS.
Atau, Anda bisa temukan juga investigasi ini saat Aksara buletin bulanan Kreativa yaitu tahun 2013 lampau.
Begini, Pak Ketua BEM,
Kebijakan perpustakaan di UNY bersifat
sentralistik, demikian juga yang dikatakan Dr. Widyastuti Purbani, MA. wakil
dekan kita sekarang. Kata beliau lagi, Perpustakaan FBS kita tidak boleh
membesar. Dari pihak dekanat juga tidak ingin membesarkan perpustakaan fakultas
karena fungsinya mengakomodasi yang tidak terakomodasi di perpusktaan
universitas (hlm. 4). Ya, begitu kata beliau. Apa yang saya katakan pada Anda tidak
ada maksud provokatif. Saya tahu Bu Widi pun tidak bisa apa-apa ketika apa yang
disampaikannya pada Mimesis adalah
kebenaran dari rektorat. Perlu Anda tahu, perpustakaan kita ini melakukan
pengadaan buku yaitu pada tahun 2010. Selebihnya buku-buku tersebut didapatkan
secara suka rela dari pengarangnya.
Akhir dari investigasi Aksara dan Mimesis tidak
membuahkan hasil. Kata-kata mereka hanyalah teriakan yang tidak perlu didengar.
Pers kita di fakultas ini adanya seperti tidak adanya. Pers kita lalu tidak
bisa berbuat apa-apa. Tetapi, saya sebagai warga FBS masih optimis, menaruh
kepercayaan serta loyalitas seorang ketua BEM yang suaranya dapat didengar oleh
seluruh warga FBS mulai dari tukang parkir, satpam, cleaning service, hingga ruang-ruang berdingin dosen kita.
Sebagai ketua BEM, Anda tahu di sana bukanlah
tempat rekreasi atau tempat untuk menemukan pengalaman indah dan inspiratif. BEM adalah pejabat tertinggi dalam Organisasi Mahasiswa (Ormawa) yang berkantor
di Pusat Kegiatan Mahasiswa. Saya yakin siapa pun Anda juga tidak akan banyak
memihak orang-orang yang mendukung Anda saat kampanye. Anda sekarang pasti
menganggap, lawan Anda tersebut bukanlah gunung yang membentang yang mencegah
gerak Anda ke kursi Ketua BEM. Lawan Anda adalah saksi kreatif, yang selalu
memberi Anda tantangan dan stimulus demi membangun FBS yang berbudaya ke depan.
Bagi saya, ketua BEM yang baik adalah pribadi yang menjadi tiang sandaran
sekaligus kabel penyalur mahasiswa ke birokrat FBS.
Pak Ketua,
Ada banyak hal yang ingin saya tunjukkan kepada
Anda. Termasuk Pendopo Tedjokusumo, misalnya. Tentu Anda tahu setiap Ormawa
yang hendak memakai tempat itu harus menyewa. Sepertinya, perbincangan kita ini
sampai di sini dulu. Suatu hari nanti, di tengah kesibukan dan semangat Anda,
saya akan dengan lancang mengajak Anda mengobrol lagi tentang kampus kita. Jaga
kesehatan dan selamat beraktivitas.
Mawaidi, tinggal di kampuskata@yahoo.com
Sumber:http://novtani.wordpress.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar