Label

Kamis, 26 Februari 2015

Hijab Day; Kampanye Hijab Kalangan Mahasiswa


Lebih dari seratus peserta pawai tampak berkumpul di depan Student Center Jumat pagi, 13 Februari 2015. Pawai yang diberi nama Hijab Day tersebut dimulai pada pukul 08.30 mendatangi tujuh fakultas di UNY antara lain FBS, FIK, FIP, FIS, FE, FMIPA, dan FT. Hijab day merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh divisi Kemuslimahan dari UKM kerohanian kampus tingkat Universitas yakni UKKI (Syiar Kerohanian Islam).

UKKI berkoordinasi dengan divisi kemuslimahan SKI dari masing–masing fakultas. Selain itu, kegiatan ini juga bekerja sama dengan takmir Masjid Mujahiddin UNY dan diikuti oleh partisipan dari angkatan 2011 hingga 2014. Peserta berpawai dari satu fakultas menuju fakultas lain dengan­­­ meneriakan yel-yel secara kompak dan bersemangat meskipun di bawah terik matahari.

FBS merupakan fakultas pertama yang dikunjungi oleh rombonganHijab Day ini, dianjutkan ke FIK, FIP, FIS, FE,  FMIPA, dan FT. Rombongan pawai ini mengha­dirkan satu orator untuk berorasi di depan mahasiswa di setiap fakultas yang mereka kunjungi. Kegiatan yang diikuti kurang lebih 100 partisipan dari delegasi masing–masing SKI ini juga menampilkan bebera­pa hiburan seperti pembacaan puisi dan drama mini. Ada pula agenda pembagian jilbab, bros, dan pamflet yang mereka anggap sebagai amunisi kepada mahasiswi. Hal tersebut mampu menarik perhatian mahasiswi maupun mahasiswa yang tampak antusias saat partisipan putri membagikan amunisi tersebut. Mereka bahkan sempat berfoto-foto setelah menerima jilbab dari pertisipan putri.

Pawai ini mengkampanyekan gera­kan hijab day dengan harapan mahasiswi yang belum memakai hijab bisa tergerak hatinya untuk memakai hijab, tidak hanya saat hijab day saja tetapi dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu diharapkan kalangan remaja termasuk mahasiswa tidak lagi fokus terhadap valentine day tetapi tera­lih menjadi gerakan hijab day.

Hijab day yang terakhir digelar dua tahun ini merupakan pembukaan dari agenda–agenda berikutnya yang memiliki tujuan serupa, yaitu mensyiarkan pemakaian hijab bagi mahasiswi muslimah di UNY. Kegiatan ini nantinya akan diikuti oleh kegiatan–kegiatan lain yang berkaitan dengan kampanye pemakaian hijab bagimuslimah di UNY. Seperti tabligh akbar yang rencananya akan mengundang pembicara nasional, juga pensyiaran melalui kajian kemuslimahan dan media–media syiar terkait. Pawai tersebut berakhir di depan PKM Fakultas Teknik UNY dan ditutup­­­ dengan orasi dari salah satu partisipan. Acara ini berakhir pada pukul 11.00 WIB dengan lancar dan  damai. (Wati)


Minimnya Sosialisasi Beasiswa PPA/BBM

Gencarnya berita penghapusan beasiswa PPA BBM membuat mahasiswa terusik, khususnya warga FBS. Beasiswa yang dikelola Dikti tersebut sangat diharapkan oleh mahasiswa FBS, karena beasiswa PPA BBM memberikan kuota yang cukup banyak. FBS mendapat kuota sebanyak 388, dengan rincian 194 untuk PPA dan 194 untuk BBM.

Mengenai kebijakan penghapusan beasiswa PPA BBM, belum ada kejelasan yang pasti sebab dari pihak yang bersangkutan belum berani mensosialisasikan informasi yang didapatkannya, “Kami sosialisasinya menungggu surat resmi, kita tidak berani menyampaikan sebelum ada kepastian.” Tutur Ibu Kun Setyaning Astuti, M.Pd selaku Wakil Dekan III FBS.

Senada dengan Ibu Kun, Novia Kurniawati selaku ketua IMPB (Ikatan Mahasiswa Penerima Beasiswa) 2014 juga belum dapat berkomentar banyak mengenai penghapusan beasiswa PPA BBM.“Harus ada sumber yang pastikan? Jangan asal kata ini itu, kami belum berani.”


Mahasiswa yang bergantung pada beasiswa PPA BBM ini membutuhkan kepastian dari pihak kampus, karena memang tak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar mahasiswa membutuhkan dana tersebut sebagai penunjang kebutuhan. Bukan hanya itu, beasiswa PPA BBM juga dapat diartikan sebagai penghargaan atas prestasi yang diraih bagi mahasiswa. “Saya juga belum bisa komentar dihapus atau tidak, soalnya pihak Subag Kemahasiswaanpun belum tahu secara pasti, tapi saya tetap berharap tetap ada, karena jujur beasiswa PPA sangat membantu saya.” Tutur Atika Nur Farida salah satu penerima beasiswa tersebut.

Sosialisasi mengenai beasiswa di FBS memang memprihatinkan, karena mahasiswa harus update sendiri di papan pengumuman PLA atau menanyakan langsung ke Subag Kemahasiswaan. “Kalau dari FBS tidak ada sosialisasi beasiswa, harusnya ada sosialisasi beasiswa. Jadi tidak hanya sosialisasi PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa), meskipun PKM menjadi syarat mendaftar beasiswa PPA BBM.” Terang Novi.

Banyak mahasiswa FBS yang mengalami kesulitan mencari info mengenai beasiswa, hal ini juga diungkapkan oleh Atika, “Ya saya dan teman-teman berharap ada kepastian dulu dari pihak kampus, kalau memang tetap ada, kapan pelaksanaannya. Jadi, kita bisa mempersiapkan syarat-syaratnya lebih awal, tapi kalau memang keputusan dari atas resmi dihapuskan ya kami meminta solusi dari pihak kampus bagaimana alternatifnya bagi kami yang masih membutuhkan beasiswa.”.

Oleh karena itu, IMPB yang banyak bergerak di bidang sosial mengadakan talkshow yang membahas beasiswa. Dalam acara tersebut, IMPB mengundang Dr.Kun Setyaning Astuti, M.Pd selaku WD III dan Roni Kurniawan Pratama selaku ketua BEM 2014, “Sebenarnya talkshow pada tanggal 20 Februari kami mau membahas masalah ini, tapi kami sendiri belum dis­kusi dengan Ibu Kun Setyaning, takutnya nanti malah sudah gencar-gencar ternyata isu belaka.” Ujarnya saat ditemui pada Jumat (13/02).

Dari DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) sendiri sudah mempunyai rencana untuk lebih mensosialisasikan beasiswa khususnya beasiswa PPA BBM. “DPM mempunyai proker untuk mengadakan advokasi tentang beasiswa PPA BBM, namun masih perlu meminta persetujuan dari pihak fakultas.” Tutur Mela Melinda ketua DPM FBS 2015.(Ovi/Ambar)

Tambal Sulam Beasiswa PPA/BBM




Mahasiswa penerima beasiswa non-bidikmisi di PTN seluruh Indonesia, sempat resah ketika mengetahui pemerintah akan menghentikan pemberian beasiswa PPA BBM melalui Kemendikbud. Pemerintah beralasan bahwa dana beasiswa tersebut akan dialokasikan untuk membangun proyek pengembangan STP (Science and Tecnology Park). Mengenai wacana akan dihapuskanya beasiswa PPA BBM ini, dikarenakan tidak adanya pemberian dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) oleh pemerintah dalam RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) seperti tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan dana PPA BBM dalam RAPBN tahun ini dialokasikan ke proyek pembangunan STP, untuk mengejar ketertinggalan Indonesia di bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dari negara-negara lain.

Kemudian, menanggapi hal tersebut BEM Rema (Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Mahasiswa) UNY dan fakultas telah melakukan pertemuan dengan Wakil Rektor II UNY, pada hari Selasa 10 Februari 2015. Dari BEM sendiri sudah melakukan audiensi dengan Bapak Sumaryanto, M.kes. selaku WR III dan beliau akan membawa masalah ini kepada Rektor UNY.

Disinggung mengenai wacana penghapusan PPA BBM, Dr. Kun Setyaning Astuti, M.Pd selaku Wakil Dekan III FBS UNY mengkonfirmasi bahwa, “Memang benar, ada wacana dari pemerintah untuk menghentikan beasiswa PPA BBM, dan mengalokasikan dana tersebut untuk proyek pengembangan STP. Tapi kemudian, kami mendapat kabar dari teman-teman Ormawa, bahwa sudah diputuskan beasiswa PPA BBM tetap diberikan kepada mahasiswa yang berhak.”

Diperjelas dengan forward email dari Ibu Ila Saila (Direktur Pembelajaran Kemahasiswaan) yang disampaikan oleh BEM Rema UNY, serta aliansi BEM seluruh Indonesia, yang membenarkan bahwa PPA BBM tidak jadi dihapuskan.“Mengenai pendanaan beasiswa PPA BBM tahun ini sendiri, 70% berasal dari kementerian keuangan, sisanya berasal dari efisiensi dana PTN, dan sebagian kecil berasal dari BNPB.” Tambah Ibu Kun.

Untuk besarnya nominal uang yang akan diterima oleh mahasiswa penerima beasiswa PPA BBM, belum dapat dijelaskan secara detail. Apakah tetap atau mengalami penurunan. Karena pemerintah belum menetapkan nominal yang akan diberikan. Namun pihak kampus masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah. Kemudian akan menggandeng pihak Ormawa guna melakukan proses penga­wasan kepada calon mahasiswa yang disetujui oleh pihak kampus untuk menerima beasiswa.

Sementara itu, Mela Melinda selaku Ketua DPM FBS UNY menyatakan, “DPM berencana untuk membentuk tim Advokasi dalam menangani PPA BBM. Meskipun masih dalam tahap Proker, semoga bisa disetujui oleh Wakil Dekan III, yang menangani masalah birokrasi.”

Di FBS sendiri,  tahun lalu terdapat 194 mahasiswa penerima beasiswa PPA, serta 194 mahasiswa penerima beasiswa BBM. Dengan total 388 mahasiswa penerima beasiswa PPA BBM, FBS menjadi fakultas dengan mahasiswa penerima beasiswa PPA BBM tertinggi dari tujuh Fakultas lain di UNY.

Persyaratan untuk mengajukan beasiswa PPA sendiri, diutamakan bagi mahasiswa berprestasi yang memiliki IP yang baik, bukan penerima bidikmisi, mahasiswa aktif di FBS, memiliki PKM (Program Kreativitas Mahasiswa), dan diutamakan bagi mahasiswa yang aktif dalam organisasi. Sementara beasiswa BBM tidak jauh berbeda persyaratannya, hanya saja diutamakan bagi mahasiswa yang kurang mampu.

Mengenai PKM, Mela menyatakan bahwa sudah ada birokrasi kampus yang mengurusi PKM. Jika program yang dibuat dinilai bagus maka akan diikutsertakan dalam sebuah event seperti PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional). Mela juga menambahkan, ”Selain membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup, beasiswa ini juga dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa. Tidak dipungkiri bahwa mahasiswa yang mampu juga menginginkan beasiswa PPA. Bukan sebagai penunjang kebutuhan hidup maupun akademik, tetapi sebagai apresiasi atas prestasi yang dicapai.”

DPM akan melakukan public hearing di FBS untuk menampung aspirasi mahasiswa jika pemerintah tidak membatalkan keputusanya mengenai pemberhentian beasiswa PPA BBM, atau di waktu mendatang kebijakan ini akan benar-benar dilaksanakan. (Tama)

Selasa, 24 Februari 2015

Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Melalui Bahasa dan Seni, Salah?

Mahasiswa adalah pembelajar di tingkat yang lebih tinggi dibandingkan siswa. Di mana, pada tingkatan ini, mahasiswa dituntut untuk bisa belajar lebih dari sebelumnya. Jika, ketika TK sampai SMA sistem pembelajarannya adalah didulang, atau disuapkan oleh guru, dan siswa cenderung pasif. Maka, di tingkatan ini, mahasiswa harus lebih aktif, mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul di dalam pikirannya, dengan sendirinya. Tidak menunggu dosen memberi, atau mendulang.

Ketika mahasiswa hanya mengandalkan dosen, dapat dipastikan bahwa mahasiswa itu tetap akan menjadi siswa, bukan mahasiswa. Apalagi, saat ini ada kurikulum yang menyatakan bahwa mahasiswa harus aktif, harus mengerti apa yang dibutuhkan, dan mencarinya. Dosen hanya bertindak sebagai pembimbing, yang tidak harus serba tahu apa yang dibutuhkan mahasiswanya. Karena yang terpenting adalah mahasiswa dapat menemukan dirinya sendiri, memahami dirinya sendiri, sehingga semua kebutuhan akan dirinya dapat ia cari sendiri pula, dan dosen cukup mengawasi, member sedikit masukan, mengevaluasi, dan memberikan nilai akhir.

Untuk itulah, bermunculan beberapa mahasiswa dengan berbagai identitasnya. Ada yang tampil sebagai diri yang aktivis, ikut terjun dalam kepengurusan lembaga-lembaga kampus. Ada yang tampil sebagai diri yang peduli lingkungan, ikut terjun dalam pemberdayagunaan lingkungan. Ada yang tampil sebagai diri yang agamis, ikut aktif dalam kegiatan keagamaan.

Demikian pula di kampus yang berbasis bahasa dan seni, beberapa identitas mahasiswa muncul dengan karakter unik setiap individu. Mahasiswa mencoba menjalankan apa yang harus dijalankannya, mencari identitasnya sendiri. Sehingga, meski terkesan  aneh dan ambrul adul, mahasiswa yang berpenampilan nyeni itu tetaplah sah-sah saja. Hal demikian adalah proses pencarian jati diri yang diyakini mahasiswa itu, sebagai salah satu cara yang dapat ditempuh.

Selain itu, beberapa mahasiswa juga aktif dalam menyampaikan pendapat, dengan caranya masing-masing. Ketika mahasiswa itu tumbuh di lingkungan berbasis bahasa dan seni, tidak ada yang salah apabila penyampaian pendapat itu melalui bahasa dan seni. Bahasa yang disampaikan dalam bentuk tulisan, gambar, patung, tarian, ataupun musik. Tentu, ini menjadi hal yang menarik. Karena selain berproses mencari jati diri, mahasiswa yang ­demikian juga melatih diri menerapkan ilmu yang didapat dari meja perkuliahan.

Jadi, apakah hal demikian adalah salah? Tentu ini hanya masalah sudut pandang, cara memandang hal itu. Mahasiswa yang menjalankan itu, akan menjawab tidak salah. Tapi, seorang dosen, bisa saja menjawab salah, karena hal itu dianggap merusak citra kampus. Itu sah-sah saja, toh, semua bebas berpendapat.




Ilusi Identitas



Kalimat Amartya Sen tentang identitas manusia, bahwa tidak ada manusia yang terlahir dengan identitas tunggal. Setiap manusia mempunyai identitas yang beragam, baik dalam waktu yang bersamaan ataupun tidak. Seorang mahasiswa, tidak hanya beridentitas sebagai mahasiswa, tapi juga sebagai seorang yang lain (misal: aktivis, akademisi, pekerja seni, penikmat seni, dll.). Seorang dosenpun, tidak  hanya beridentitas sebagai dosen, tapi juga sebagai orang lain, yang terkadang mempunyai kekuasaan yang lebih, untuk membuat peraturan yang terkesan otoriter, terkesan mengekang mahasiswa. Sedangkan, di sisi lain, dosen menginginkan mahasiswa yang aktif dan kreatif, yang mana ini membutuhkan kebebasan, setidaknya untuk bersuara.

Jadi, inilah yang mendasari mahasiswa dalam proses pencarian jati diri  yang terkesan aneh dan ambrul adul, dan dalam penyampaian aspirasi yang terkesan nyeleneh. Sebagai warga negara Indonesia yang bebas  berpendapat, mahasiswa menyampaikan aspirasinya, haknya bersuara. Sebagai mahasiswa yang tumbuh di lingkungan berbasis bahasa dan seni, dalam penyampaian aspirasi mahasiswa cenderung melalui karya, dengan pemanfaatan bahasa dan seni. Seperti misalnya, melalui karya puisi, cerpen, patung, tarian, atau musik, yang dapat mewakili suara tersebut.

Dengan demikian, patutlah jika kita kembali meminjam kalimat Amartya Sen, bahwa identitas adalah ilusi. Identitas ada, tapi tidak perlu diunggul-unggulkan. Saling menghargai satu sama lain. Saling mendukung satu sama lain. Sehingga tercipta suasana yang harmonis di lingkungan berbasis bahasa dan  seni ini. (Andrian)