Dalam novel ini hati saya tergugah akan keteguhan
hati seseorang. Berlatar belakang Jepang pada abad ke 17, perode edo, novel
yang berjudul silence mengisahkan perjalanan nasib Sebastian Rodrigues, Yesuit Portugis
yang dikirim ke Jepang untuk membantu gereja setempat dan untuk mencari tahu
keadaan mantan gurunya, bernama Ferreira, yang dikabarkan telah murtad karena
tidak tahan menanggung siksaan. Sebastian Rodrigues datang bersama temannya ke Jepang
yaitu Garpe. Mereka datang diwaktu pada zaman ketika kristianistas dilarang
keras di Jepang, dan para penganutnya dikejar-kejar, dipaksa menjadi murtad,
dan dibunuh, hal tersebut memang tidak mudah bagi seorang Sebastian Rodrigues
dan temannya untuk bertahan hidup.
Para misionaris yang datang ke Jepang sebelum
pemerintahan Inoe bisa hidup layak dan bisa memberi seminari-seminari kepada
rakyat Jepang. Akan tetapi setelah masa pemerintahan Inoe yang menolak adanya
kristianistas di Jepang. Seminari-seminari, khotbah, dan segala kegiatan yang
berkaitan dengan kristiani diharamkan di Jepang. Setiap misionaris atau rakyat
yang memeluk agama Kristen agar melepas agamanya alias murtad. Dan banyak dari
mereka tidak mau apa yang diperintahkan oleh san penguasa Jepang, jika tidak
mengikuti perintah dari sang penguasa akan disiksa dengan cara apapun yang bisa
membuat seorang itu murtad dari agamanya. Salah satu penyiksaan yang paling
ringan seperti menginjak fumie. Cara
ini memang diakui oleh para pemerintah Jepang sebagai salah satu penyiksaan
yang menguras batin para pengikut Kristen. Jika tidak mengikuti perintah untuk
menginjak fumie, seperti yang dilakukan oleh mokichi dan ichizo. Mereka berdua
akhirnya disalib seperti yesus akan tetapi mereka di salib di pantai yang sedang
surut dan jika sedang pasang mereka akan tenggelam sampai akhirnya mati
kelaparan dan membiru.
Setelah melalui berbagai cara untuk sampai ke Jepang,
Sebastian Rodrigues dan Garpe akhirnya menginjak desa pertama mereka yaitu desa
Tomogi. Dengan perasaan resah Sebasitian Rodrigues ia ingin sekali mengetahui
gurunya yang bernama Ferreira. Tersebar kabar bahwa di Jepang gurunya itu telah
lama murtad dan kehancuran agama Kristen. Dan terbukti pada saat penggeladahan
di setiap rumah oleh para petugas pemerintahan Jepang yang jika terbukti ada
benda-benda atau apapun yang berkaitan dengan kristiani akan dibawa ke penjara
dan menerima siksaan. Melalui suratnya ia (Sebastian Rodrigues) mengirim surat
itu ke Macao tempat para supervisor-supervisor penganut kristen tentang keadaan
di Jepang. didalam isi suratnya ia menulis bahwa setiap harinya orang-orang
penganut Kristen mati karena penyiksaan. Dibalik penyiksaan yang dialami oleh
para pengikut Kristen inilah ia dan Garpe terus berdoa agara para penganut
agama Kristen yang meninggal akibat penyiksaan dimasukan ketempat yang abadi
yaitu surga.
Sebastian Rodrigues mencari cara didalam
kegelisahannya untuk terus memberikan seminari-seminari secara diam-diam agar
tidak diketahui oelh pemerintah Jepang. Karena jika para misionaris atau pastor
jika diketahui oleh pemerintah Jepang akan ditangkap dan dipenjara. Ketakutan
inilah yang akhirnya terbutki dimata sang pastor. Ia dan Garpe ditangkap secara
tidak manusiawi. Mereka berdua dipenjara secara terpisah. Sekian lama dipenjara
akhirnya Garpe pun meninggal karena ingin menolong para pengikut beragama
Kristen ditenggelamkan dilaut. Garpe pun ikut tenggelam bersama dengan mereka.
Merasa kehilangan itulah yang dirasakan oleh
Sebastian Rodrigues setiap hari di dalam penjara yang gelap gulita dan ia tidak
lupa selalu berdoa kepada tuhan. Sampai akhirnya ia dipertemukan oleh gurunya
yaitu Ferreira. Ia merasa heran dengan gurunya itu, yang ia lihat sekarang
yaitu seorang tua yang sudah murtad dari agama Kristen. Denga liciknya Ferreira
menggoda Sebastian Rodrigues untuk meninggalkan agamanya. Berbagai penyiksaan
dari luar pun ia terima didepan matanya sendiri. Pembunuhan tragis yang ia
lihat setiap hari lama kelamaan menjatuhkan mental Sebastian Rodrigues. Dan
dengan cara ini Sebastian akhirnya murtad dari agamanya.
Rio Anggoro Pangestu,
Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar