MINGGU (23/11) suasana riuh tampak di sepanjang lembah UGM. Seperti biasa pasar Minggu atau pasar tiban ini disebut Sunday Morning (Sunmor). Banyak pedagang yang menjajakan dagangannya mulai dari pakaian, pernak pernik, makanan bahkan hewan peliharaan. Tentu saja harga yang ditawarkan di sini bervariasi, tergantung penawaran.
Sunmor
memiliki kios atau tempat tenda berjejer sepanjang lembah, dari
sekitar Fakultas Kedokteran Hewan, sampai Fakultas Ekonomi UGM. Terkadang pasar
tiban ini juga menempati daerah kampung Karangmalang atau sebelah barat
Fakultas Bahasa dan Seni UNY. Tempat yang dipakai bermacam-macam tergantung
lahan kosong di sepanjang jalan itu. Ada yang menempati separuh jalan, trotoar
bahkan lahan kosong atau kebun di sekitarnya.
Hal
yang mengundang perhatian adalah terdapat beberapa penjual yang tidak
memperoleh tempat yang layak untuk berjualan, seperti emperan toko bahkan kebun
dengan alas tanah berumput.
Handoyo,
salah seorang penjual pakaian, ia memperoleh kios
untuk berjualan dari pedagang terdahulu (over
contract). Ia hanya dimintai uang iuran rutin
bulanan. “Pembagian tempat di sini dulu atas dasar
siapa cepat saja,”
katanya.
Hal
serupa juga dikatakan oleh Edi, penjual majalah bekas, “Saya berjualan di sini
sudah lama, sebelum ada Sunmor, sekitar tahun 2004. Jadi tempat yang saya pakai
sudah didata oleh pihak dalam atau warga kampung sini dan saya hanya diwajibkan
membayar iuran rutin Rp50.000,00 per tiga bulan untuk uang kebersihan saja,
jadi tidak ada sistem sewa kios.”
Akan
tetapi, sistem ini berbeda dengan para pedagang yang menjual dagangan yang tidak memakai
lapak, Rony, penjual ikan hias misalnya. Dia menggunakan sepeda motor sebagai
tempat berjualan. Dia menuturkan bahwa kios di Sunmor bersifat kontrak, jadi
beliau yang menggunakan sepeda motor hanya diwajibkan membayar uang parkir dan
kebersihan sebesar Rp5.000 tiap kali berjulan. (Kreativa/Febriyani)
1 komentar:
klo untuk tahun ini apakah sistem nya sudah berubah apa masih sama gan?
Posting Komentar