Oleh: Febri*
BAHASA Indonesia merupakan bahasa
persatuan di negara kita. Hal itu termaktub dalam Sumpah Pemuda yang berbunyi Kami
putra putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Untuk itulah, sebagai generasi penerus, kita harus mampu melestarikan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
Harapan ini nampaknya berbanding
terbalik dengan realita yang terjadi di zaman sekarang, peminat bahasa
Indonesia semakin hari semakin menurun. Hal ini dapat kita lihat dari
masyarakat kita yang cenderung membanggakan bahasa gaul dan alay. Padahal hal tersebut dapat merusak
keaslian bahasa Indonesia.
Publik figur yang seharusnya menjadi
contoh baik di mata masyarakat, melalui media, justru sering memunculkan
kata-kata baru atau alay. Ironisnya
perkembangan bahasa alay, yang
notabene berpotensi mengacaukan bahasa Indonesia ini, justru dengan cepatnya
menyebar ke seluruh pelosok negeri. Hali ni secara tidak sadar dapat
menghilangkan keaslian bahasa kita, merusak kata baku dan semakin lama
masyarakat akan lebih mengenal bahasa alay tersebut dibandingkan dengan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Hal yang ditakutkan, anak-anak kita
lebih familiar dengan bahasa alay dibandingkan
dengan bahasa persatuannya sendiri. Minat mempelajari Bahasa Indonesia pun akan
menurun karena kurangnya pengertian mengapa harus mempelajari bahasa tersebut. Pada
dunia pendidikan, terutama pada pelajar, bahasa Indonesia ibarat menjadi
makanan sehari-hari yang membosankan. Mereka merasa sudah bisa dengan bahasa
itu dan merasa enggan, harus mempelajari bahasa yang semua orang sudah tahu.
Pelajar sekarang lebih bangga untuk mempelajari bahasa asing dan
mengabaikan pelajaran bahasa sendiri. Saat mata pelajaran bahasa Indonesia
mereka mengobrol sendiri, menganggap paling bisa dan tidak memperdulikan materi
yang diajarkan. Namun hal memalukan terkuak pada saat pengumuman ujian
nasional. Data menunjukkan nilai bahasa Indonesia mereka minim, cenderung lebih
rendah dibandingkan nilai bahasa asing mereka.
Nilai yang mereka peroleh tak pernah
sempurna. Dari soal mendasar yang berhubungan dengan kata baku bahasa pun
mereka tidak dapat membedakan dengan baik, terlebih lagi menganalisis kalimat
utama dan wacana. Hal itu terjadi karena mereka tidak penah mengikuti materi
atau pun berniat mempelajarinya. Selain itu, bahasa lain atau bahasa alay memiliki pengaruh yang cukup besar
dalam mendestruksi bahasa Indonesia.
Menyikapi hal itu, kita harus bertindak
untuk menjaga dan melestarikan bahasa kita, agar tidak semakin memudar
keasliannya. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sudah masuk ke dalam
urat nadi kita dan menjadi ciri khas suatu bangsa. Rekonstruksi ini bisa
diawali oleh para pendidik bahasa Indonesia dengan memberi suasana baru dalam pembelajaran.
Berdasarkan pengalaman yang ada di lapangan, kebanyakan para pengajar bahasa
Indonesia terutama di sekolah, hanya memberikan materi yang monoton, tanpa
memberi praktik nyata. Contoh pada pelajaran drama, kebanyakan guru atau
pendidik hanya memberi materi unsur-unsur drama, tanpa mengajarkan bagaimana
mempraktikannya. Padahal para siswa akan lebih mendalami suatu materi, apabila
mereka mampu menerapkannya dalam tindakan nyata.
Akan tetapi, yang paling penting dalam
proses perubahan ini adalah kesadaran dari diri sendiri. Segencar apapun
sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik, tanpa adanya dorongan
personal, maka hal itu hanya akan sia-sia. Kita harus bisa menyukai bahasa
sendiri dan melestarikannya atau akan lebih baik lagi kita membawa bahasa
Indonesia menjadi bahasa internasional. Apabila masing-masing dari kita sudah
menyukai bahasa Indonesia dengan sendiri kecintaan dan penghargaan terhadap
bahasa persatuan ini akan meluas.
Febri
adalah anggota Magang Kreativa 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar