“Tuhan
menyuruh Muhammad dengan iqra’, ‘bacalah’, bukan ‘luluslah’.”
Suara itu
terdengar lantang. Lalu suara tawa pecah di antara orang-orang yang hadir di
dalam suasana yang redup-remang di Pendopo Tedjokusumo.
“Tapi,
membacalah untuk lulus,” lanjutnya kemudian.
Muhammad
Shodiq tersenyum. Suara tawa kembali pecah serupa tumpukan piring yang jatuh
dari lemari kapal Titanic. Lalu Muhammad Shodiq melanjutkan pembacaan esainya
sampai selesai.
Pukul
20.54 berakhirlah monolog dari mahasiswa Institute Seni Indonesia Yogyakarta tersebut.
Berbagai penampilan terus berlangsung seperti Al Huda, Nafas Urban, Pembaca
Puisi dan lainnya mengisi malam rutinitas Malam Perjamuan Sastra (MPS) FBS
Universitas Negeri Yogyakarta. Acara MPS yang bertajuk “Panggung Bebas Ekspresi”
Jum’at (1/3) bertempat di Pendopo Tedjokusumo. MPS hadir menjadi bagian yang
menjaga tradisi apresiasi sastra di kampus ungu UNY.
MPS
sengaja menghadirkan pentas di panggung bebas ekspresi untuk menunjukkan
suasana baru. Acara tersebut bagian dari salah satu agenda kegiatan MPS seperti
bedah karya, kajian tokoh, kajian film dan parade puisi. Rutinitas pelaksanaannya
setiap Jum’at malam di Fakultas Bahasa
dan Seni.
Dalam agenda
Performance Art, Dwi S Wibowo hadir membacakan puisi-puisi yang ada di koran
Tempo, Kompas dan Jawa Pos. Setiap selesai membacakan puisi, koran di tangannya
digelar berjajar-jajar di bawahnya. Terus begitu, dari puisi di Kompas, Jawa
Pos hingga Tempo.
Ke
atas panggung mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY tersebut
melakukan performance tentang eksistensi sastrawan menghadapi kepungan
media massa. Sastrawan koran bukan lagi kabar asing bagi kalangan penulis di Indonesia.
Sastrawan koran sebutan untuk penulis yang melalui karyanya dimuat di koran
maka dirinya dianggap berhasil menyandang gelar sastrawan.
“Tidak
setiap puisi yang dimuat di Tempo, Jawa Pos, Kompas itu bagus dan tidak setiap
puisi yang dimuat di sana itu jelek,” ujar Dwi S Wibowo.
Dwi
S Wibowo membuat perahu kertas dari koran. Perahu itu dipegangnya sembari
mengarungi lembaran koran-koran yang berjajar tadi. Di tengah perjalanan perahu
itu karam, tubuh perahunya tenggelam. (die)