Kamis (02/05) bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional
(Hardiknas), aliansi ormawa FBS mengadakan diskusi bertajuk “Kegalauan
Pendidikan Nasional.” Diskusi tersebut diadakan di Pendopo Tedjokusumo FBS UNY.
Diskusi ini menghadirkan jajaran dekanat yang meliputi Prof. Dr. Zamzani (Dekan FBS UNY), Dr. Widyastuti Purbani (WD I FBS UNY),
Sudarmaji, M. Pd. (WD II FBS UNY), serta Dr. Kun
Setyaning Astuti, M. Pd (WD III FBS UNY) sebagai
pembicara.
Kebetulan acara Diskusi Hardiknas
bertepatan dengan salah satu acara BEM FBS yang letaknya berdekatan. Ketika
dikonfirmasi mengapa bersamaan, Septianto Hutama (Tama) selaku ketua panitia
mengatakan bahwa banyak teman-teman yang mempertanyakan pendidikan Indonesia. Oleh karena itu,
bertepatan dengan Hardiknas diadakan diskusi mengenai pendidikan di Indonesia.
Diskusi
bertajuk Kegalauan Pendidikan Nasional ini merupakan karya aliansi yang terdiri
dari 11 ormawa yaitu, Hima PBSI, KMSI, Hiper, Hijaw, BDS, EDSA, Himaseta,
Himasik, Hima Seruker, UKMF Limlarts, dan UKMF Sangkala. Acara ini tidak diikuti oleh BEM dan
DPM FBS. Hal ini diamini oleh Tama, “Untuk
itu kan kita tau bahwa DPM sebagai lembaga legislatif ya, dan untuk kegiatan
yang sifatnya pementasan atau diskusi kayak gini ya biasanya tidak
melaksanakannya. Untuk BEM sendiri, kita sudah mengajaknya tapi kebetulan ada
acara pada hari ini,”
ujar Tama.
Untuk dana acara diskusi sendiri Tama, ketua panitia
mengatakan bahwa dana yang dipakai untuk acara Diskusi Hardiknas tidak
menggunakan dana DIPA masing-masing ormawa melainkan dana pribadi dari panitia.
Terlepas dari hal tersebut, diskusi berlangsung lancar.
Meskipun terdapat dua acara yang bersamaan dalam lokasi yang berdekatan tidak
mengurangi animo massa untuk hadir. Seperti dikatakan Tama, “Ketika acaranya bareng
ya silahkan mau nonton yang ini atau nonton yang disana monggo. Ya itu kan berarti tergantung pribadi masing-masing. Kita nggak bisa memaksa.”
Tama juga menambahkan bahwa peserta diskusi yang hadir
adalah anggota dari masing-masing Hima, “Untuk
terkait dari itu, dari sebelas ormawa itu punya yang namanya anggota. Nah kita
berdayakan anggota itu untuk hadir pada malam hari ini.”
Diskusi Kegalauan Pendidikan juga menarik karena setiap
pembicara memiliki pandangannya masing-masing mengenai pendidikan di Indonesia.
Pak Zamzani berpendapat bahwa kejujuran adalah modal yang harus dikembangkan
dalam pendidikan. Beliau juga mengemukakan
idenya tentang bagaimana memperkenalkan Indonesia melalui karakter-karakter tokoh
dalam buku teks.
Kemudian WD I, Ibu Widi yang memiliki pandangan bahwa UAN sebagai tolok ukur kelulusan itu tidak sesuai, karena proses selama belajar
bertahun-tahun di sekolah merupakan proses yang harus dihargai. Sedangkan Pak
Aji, selaku WD II lebih mengangkat local
wisdom, dimana KTSP lebih cocok dengan local
wisdom Indonesia dibandingkan kurikulum 2013. Lain halnya dengan WD III
kita, Ibu Kun yang lebih cenderung pada kurikulum 2013 karena dengan begitu
Indonesia bisa bersaing dengan luar negeri.
Selain bincang-bincang dengan dekanat, acara diskusi juga
dimeriahkan dengan penampilan dari masing-masing Hima. Mulai dari membaca puisi
hingga akustik dan juga musikalisasi puisi.
Namun, sebelum acara talkshow
dimulai ada pembacaan ikrar oleh Bapak Zamzami. Ketika dikonfirmasi mengapa
disisipi pembacaan ikrar, Tama mengatakan bahwa hal ini merupakan kesepakatan
dari ormawa-ormawa karena ketika malam pelantikan mereka kecewa tidak ada
pembacaan ikrar.
“Kalo itu sendiri
kesepakatan dari teman-teman ormawa dan mungkin ada kekecewaan juga bahwa pada
malam pelantikan kita tidak ada ikrar dan juga diskusi dengan dekanat. Malam
hari ini kita mengadakan acara bersama-sama jadi mengapa tidak kita adakan
ikrar?” ujar Tama.
Terkait dengan acara yang bersamaan dengan open house BEM
FBS, banyak menanyakan apakah acara ini melanggar FOM (
Forum Organisasi Mahasiswa). Menurut Tama hal ini tidak melanggar kesepakatan
FOM karena menurutnya acara yang diadakan bisa berbagi, selain itu acara
diskusi ini sudah dikonsep jauh-jauh hari sebelum tanggal 2 Mei.
“Kalau FOM
sendiri saya kira tidak. Mungkin untuk acara ini pun sebelum ada undangan dari BEM
untuk acara tanggal 2 itu kita udah bikin konsep,” tutur Tama.
Hal ini juga diamini oleh Deni, mahasiswa Perancis ’09
yang juga anggota BEM FBS 2012. Menurut Deni, acara ini tidak melangar FOM,
karena dalam FOM sendiri tidak mengatur dan melarang acara yang bersamaan (bentrok
–red). FOM sendiri merupakan tempat untuk membicarakan kebijakan acara-acara
ormawa agar tidak bertabrakan waktunya. Dengan kata lain FOM menjadi wadah
diskusi ormawa dalam mengatur penyelenggaraan acara.
Deni sendiri menyayangkan hal ini, seharusnya dengan
adanya FOM masing-masing ormawa bisa bersinergi, saling berkomunikasi dan
berdiskusi mengenai tanggal. Sehingga acara yang besar dan sama-sama menarik
tidak diadakan bersamaan. Karena jika
dilihat dari kacamata orang awam, terlihat koordinasi antar ormawa di FBS
kurang atau bahkan tidak ada.
“Apakah sudah tidak ada
koordinasi didalamnya, apakah sudah tidak ada sinkronisasi antara kedua belah
pihak? Kalo begini kan harusnya bisa mengalah, entah yang satu sore yang satu
malam, atau apa,”
tutur Deni ketika menikmati penampilan salah satu Hima.
Selain Deni, Bintang anggota UKMF Limlarts yang juga
mengikuti diskusi mengatakan bahwa acara ini keren, “Menurut saya ini keren, selain BBM dan Angkring lho,” kata Bintang.
Lain dengan Ryan, menurutnya acara ini cukup menarik
karena membahas tentang kegalauan pendidikan dan juga bisa menghadirkan seluruh
jajaran dekanat dalam satu waktu. “ Bagus, selain tema diskusinya menarik. Juga
bisa menghadirkan seluruh jajaran dekanat. Biasanya kan dekanat tanpil
satu-satu, tidak barengan seperti ini,” tutur Ryan mahasiswa FBS ’11.
Terlepas dari acara yang bersamaan dengan acara lain,
harapannya adalah pendidikan di Indonesia bisa lebih baik dari yang sekarang.
Selain itu ormawa-ormawa yang ada di FBS juga bisa saling bekerjasama
mengadakan acara yang tidak kalah baiknya untuk warga FBS.
Seperti Deni yang berharap dengan kejadian ini ormawa
bisa saling memahami dan menghormati sehingga FOM bisa berfungsi dengan baik.
Karena dalam FOM sudah mengatur bagaimana pengambilan keputusan yang harus diambil ketua
ormawa, siapa yang mengkoordinasi, dan bagaimana memutuskan sebuah
permasalahan.
“Itu sudah diatur, sekarang
tinggal bagaimana ormawa-ormawa itu mau belajar mengenai FOM. Kalo FOM sudah
mereka kuasai, sudah mereka pelajari, kejadian seperti ini nggak akan terulang. Kalo orang-orang ormawa itu klop, nggak akan seperti ini,” tutur Deni menjelaskan.
Sama halnya dengan Tama yang berharap dengan adanya acara
ini, seluruh ormawa dapat bekerjasama dan saling menggandeng satu sama lain
sehingga bisa menciptakan acara bersama yang digawangi oleh seluruh
ormawa di FBS.
“Nanti bisa bergandengan
dengan semua ormawa, dengan BEM, Al Huda, Kreativa,dan IMPB bisa mengadakan acara bersama-sama,” tutur Tama. (Nuri/Yeni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar