Raudatul
Hasanah
Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 membahas tentang
pengertian kurikulum yaitu “Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, bahan, pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelanggaran kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan”. Namun pertanyaan sekarang, apakah pengertian
kurikulum tersebut sesuai dengan perubahan kurikulum kita yang terus menurus berubah?
Dilihat dari perubahan kurikulum 2013 yang berbeda dari kurikulum sebelum-sebelumnya. Muncul pertanyaan , kenapa kurikulum harus diubah?
Bila
kurikulum dipahami secara sederhana sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka arah pendidikan terdapat dalam tujuan pendidikan Indonesia.
Tujuan pendidikan Indonesia mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dan
Setiap bagian dari tujuan pendidikan ini dicapai dengan cara menuangkannya
dalam bentuk kurikulum. Oleh sebab itu seharusnya kurikulum 2013 ini bisa untuk
mencapai tujuan dari komponen-komponen kurikulum tersebut. Namun banyak kiritikan dalam kurikulum 2013 diantaranya:
Pertama, tidak
memulai riset dan evaluasi yang mendalam, menitikberatkan pada siswa dengan
membuat mata pelajaran tematik, ketidaksiapan
guru karena terkesan mendadak, tidak memperhatikan konteks sosiologis ke Indonesiaan,
kurang relevan dalam perbaikan
pendidikan dan kurang relevan kepada guru sebagai tenaga professional, guru
tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum, tidak
adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam
kurikulum 2013, karena keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian
nasional (UN) masih diberlakukan.
Sangat
jelas perubahan kurikulum sekarang memang terlihat tergesa-gesa dan kurang
persiapan. Terburu-buru karena proses penyiapan kurikulum sampai dengan
implementasinya memakan waktu lebih kurang hanya 9 bulan. Sangat dikhawatirkan perubahan kurikulum ini mengandung unsur
politis yang hanya mementingkan pribadi atau kelompok tertentu. Atau hanya
sekedar untuk mencapai capaian program kerja di akhir kepengurusan.
Jika memang benar begitu,
seharunya Kemdikbud
bisa lebih rasional untuk tidak melakukan para peserta didik sebagai bahan uji
coba yang terus menerus dibinggunkan oleh perubahan- perubahan yang tidak
pernah mengahasilkan keputusan yang membuat arti dari menuntut ilmu itu sendiri
untuk apa. Entah dari mana lagi kita bisa berpikir untuk bijak menilai semua
karena kemungkinan kebijakan kurikulum 2013 adalah cara pemerintah untuk
mempertahankan Ujian Nasional (UN) dengan cara pembuatan buku yang seragam di
seluruh Indonesia. Dalam sistem pendidikan pemerintah mendukung keberagaman
tetapi membuat keseragaman yaitu dengan pembuatan buku yang seragam.
Perubahan
ini membuat semakin carut marut dan memburuknya pendidikan kita. Perubahan
kurikulum memang baik, tapi perubahan itu harus didukung dengan fakta-fakta dan
kondisi yang menyatakan kurikulum harus diganti. Sebelum kurikulum baru di
cetuskan harus ada evaluasi dari kurikulum sebelumnya agar kita bisa melihat
dibagian mana yang harus kita ubah, dan
apakah perubahan itu mengharuskan kurikulumnya diganti atau hanya perbaikan
kurikulum sebelumnya saja.***
*Wartawan
Jurnal Kreativa dan
Mahasiswa
Pendidikan Seni Kerajinan UNY.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar