Oleh Erin
Cahyaning
Era teknologi informasi secara langsung
telah memberikan pengaruh terhadap perubahan moral dan budaya. Hal ini terbukti pada maraknya perilaku konsumtif
masyarakat yang berimplikasi terhadap meningkatnya penggunaan gadget. Ini
membuat budaya membaca buku kian merosot. Alat-alat informasi seperti
handphone, tablet, laptop, dan lain sebagainya dijadikan alternatif untuk
berkomunikasi sekaligus
memperoleh beragam informasi global. Buku yang pada dasarnya merupakan bahan
referensi utama, kini mulai
kembang-kempis menghadapi gejolak zaman.
Kita memang dituntut untuk dapat
beradaptasi dengan perkembangan zaman. Bagi mahasiswa khususnya, perangkat IT seperti laptop sudah menjadi hal yang
wajar, bahkan menjadi kebutuhan primer.
Selain digunakan untuk membantu
pembelajaran, juga
menjadi kompas bagi mahasiswa dalam menggali ilmu melalui dunia maya. Dunia maya tidak selalu
menjurus kepada citra negatif. Dunia maya tidak hanya sekedar gudang bagi situs porno
dan informasi tak bertanggung jawab.
Akan tetapi, di dalamnya juga termuat informasi yang bermanfaat dan menambah
wawasan seperti jurnal, ebook,
blog dan bahkan portal-portal berita. Untuk
memperoleh ilmu, kita tidak
lagi berkutat pada area yang terbatas, melainkan sudah mendobrak batas-batas geografis secara
cepat dan instan.
Informasi yang instan dari sebuah tekhnologi inilah yang terkadang mendorong
timbulnya tindakan“copas”
atau copy paste. Kegiatan tersebut
mengalami kenaikan intensitas, sehingga menjadi semacam kutur baru dunia
perkampusan. Para mahasiswa sering
menggunakannya sebagai
jalan pintas dalam menyelesaikan tugas.
Mahasiswa dapat berjam-jam lamanya mendekam dalam
kemayaannya, untuk sekedar
mengutip materi yang dibutuhkan. Tindakan plagiat seperti ini mungkin memang
dapat menjadi alternatif di saat
‘terjepit”, tetapi pernahkah kita terpikir mengenai kualitas kontennya? Materi yang tercantum dalam suatu
situs terkadang mirip dengan materi yang diunggah oleh situs lain. Ilmu yang
diperoleh pun setengah-setengah, artinya kita tidak sepenuhnya dapat mengorek informasi yang lebih detail mengenai
materi yang kita butuhkan. Memang dengan tampilan eye catching, informasi yang
dibaca dari situs jejaring sosial terlihat lebih menarik.
Akan tetapi, hal ini
berdampak pada menurunnya tingkat ketertarikan mahasiswa terhadap buku. Semangat mereka
untuk berusaha lebih pun meredup.
Mahasiswa terlena dengan sumber informasi yang terkadang masih dipertanyakan
kredibilitasnya.
Negasi dari karakteristik gadget, buku lebih lugas dan tuntas dalam
membahas suatu materi. Kita dapat menghimpun informasi ke dalam otak kita
secara bertahap dan membuat kita tidak mudah lupa. Melalui buku, kita tidak
hanya sekedar mengutip tetapi juga dapat menerjemahkannya sendiri ke dalam
bahasa yang dapat kita mengerti. Sumber yang didapat terjamin kesahihannya dan
informasi yang kita cari terlampir dengan detail dan mendalam. Membaca buku berarti ikut serta menghargai
karya orang lain, sebagai produk intelektual. Barbara Tuchman pernah berkata bahwa “Buku adalah pengusung peradaban.
Tanpa buku, sejarah diam. Sastra bungkam, sains lumpuh. Pemikiran macet. Buku
adalah mesin perubahan, jendela dunia, mercusuar yang dipancangkan di samudera
waktu”.
Membudayakan diri untuk gemar mencari ilmu melalui buku tidaklah sulit. Kita tinggal mengubah sikap konsumtif kita terhadap konten gadget, khususnya budaya copas. Kita harus menyadari bahwa kultur semacam ini menumpulkan intelektualitas dan menciderai pendidikan. Mencari dan membaca suatu informasi melalui jejaring sosial sebenarnya juga termasuk pemborosan energi karena membutuhkan energy listrik untuk pengisian ulang. Membaca buku berarti secara langsung menghemat pasokan listrik dan ikut andil dalam menyukseskan gerakan hemat energi di dunia.
Membaca adalah hal yang
sangat merdeka, tidak terbatasi oleh sekat-sekat media, tidak terkurung pada
kubika media tertentu, entah elektronik atau cetak. Selagi memberikan ilmu pengetahuan
dan bermanfaat, membaca adalah hal positif yang mendukung perkembangan otak,
menambah kosakata, dan memunculkan kuasa imajinasi serta
kreativitas. Tak jarang membaca juga menumbuhkan produktivitas.
Membaca melalui jejaring sosial dengan perantara gadget memang menghemat waktu, tetapi
hal tersebut akan membuat kita semakin pasif dan terbiasa. Sedangkan membaca buku, melatih kita untuk dapat mandiri,
berdiskusi, menghargai hak kekayaan
intelektual, serta
mau berproses. Akan tetapi semuanya kembali kepada diri
individu masing-masing untuk lebih kritis dalam mengikuti perkembangan zaman
(*).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar