Label

Kamis, 20 Desember 2012

SENGKARUT HARI BISNIS



Suasana business day (Dok.Ist)

Tidak pernah belajar dari pengalaman. Hal itu menjadi ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kegiatan business day yang diadakan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta pada Kamis, 19 Desember 2012 bertempat di kompleks Pendopo Tedjokusumo.  Business day merupakan agenda untuk mewadahi para mahasiswa yang menempuh mata kuliah kewirausahaan dan menjadikan proyek ini sebagai tugas akhir.
Permasalahan agenda ini sebenarnya terjadi sejak sehari sebelumnya, yaitu tanggal 18 Desember 2012, saat panitia mengadakan acara technical meeting. Belum adanya fiksasi jumlah kelompok sampai ploting tempat yang sempat menimbulkan perdebatan. TM yang tidak didampingi dosen atau bahkan perwakilan dari dekanat ini disayangkan oleh sebagian besar panitia. Mereka menyayangkan bahwa fakultas terkesan lepas tangan dengan agenda ini. Mahasiswa menimpali, bahwa proyek ini seharusnya dipersiapkan dengan baik oleh fakultas mulai dari tempat, waktu, sarana prasarana, hingga susunan kepengurusan.

Pengambilan keputusan mengenai waktu pelaksanaan kegiatan pun terkesan dilakukan dengan terburu-buru. Pasalnya, mahasiswa baru mengetahui penyelenggaraan agenda ini sekitar tanggal 14 Desember. Artinya, usaha untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan maksimal menjadi kurang. Namun, masalah muncul tidak sesederhana itu. Berkenaan dengan waktu, mahasiswa PBSI dibuat kalang kabut, mengingat tanggal tersebut digunakan beberapa mahasiswa untuk melakukan gladhi bersih pertunjukan drama.
Anggaran kegiatan pun menuai kontroversi, melalui perbincangan dengan jurusan lain diketahui, bahwa anggaran dari fakultas untuk membiayai mata kuliah kewirausahaan tiap jurusannya berbeda. Ada yang mendapat Rp20.000,00/anak ada juga jurusan yang mendapatkan anggaran mencapai Rp50.000,00/anak. Hal ini bagi sebagian mahasiswa menimbulkan kecemburuan sosial. Kalau memang kewirausahaan merupakan mata kuliah umum, seharusnya anggaran yang diberikan pun sama rata, sehingga tidak terkotak-kotak. Atau jurusan memang memiliki otonomi sendiri dalam menentukan anggaran ini?
Mengenai sarana dan prasarana, mahasiswa mendapatkan fasilitas yang minim. Setiap kapling digunakan untuk memuat satu jurusan, dan setiap jurusan hanya disediakan 2 buah meja. Padahal, kalau menilik jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, mereka terdiri dari tiga puluhan kelompok.
Di awal sudah disinggung bahwa tempat pun melahirkan permasalahan, kompleks Pendopo Tedjokusumo yang tak terlampau besar disulap dan ‘cenderung memaksakan kehendak’ untuk dapat menampung ratusan lapak mahasiswa. Alhasil, stand-stand wirausaha tersebut berjubelan dan tidak kondusif. Keadaan semakin diperparah, ketika hujan turun cukup deras. Tempat yang disediakan kurang representatif sehingga tenda-tenda yang disediakan oleh panitia banyak yang bocor. Hal ini mengakibatkan banyak lapak tutup sebelum waktunya. Mereka tidak mungkin mengambil resiko dagangan basah, sehingga memilih untuk mengakhiri jualan.
Secara umum, kegiatan kali ini mungkin lebih meriah, mengingat di pringgitan terdapat live band yang menghibur pengunjung. Akan tetapi sengkarut permasalahan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya sama sekali tidak diantisipasi oleh fakultas. Sebagai saran saja, seharusnya fakultas lebih mampu mengakomodasi kepentingan mahasiswa tanpa meninggalkan esensi kegiatan. Selama ini kegiatan hari bisnis ini terkesan dipaksakan, sebagai formalitas kegiatan pembelajaran.
Kalau memang tujuannya untuk mendidik mahasiswa menjadi seorang enterpreneur, fakultas bisa menggunakan konsep per jurusan atau beberapa jurusan untuk membuka stand. Kemudian pada hari yang lain, disusul jurusan yang belum. Hal ini selain memberikan kesempatan dan keleluasaan serta kenyamanan bagi mahasiswa, juga cukup efektif untuk menerapkan teori-teori di kelas. Mereka mendapatkan tempat berjualan yang sepatutnya, pengunjung juga menjadi semakin nyaman. Apalagi bisnis kali ini diminta untuk mengangkat hal-hal yang ada kaitannya dengan program studi yang digeluti mahasiswa, sehingga pengklasifikasian akan membuat pengunjung terfokus. Kalau yang dikhawatirkan adalah berkurangnya kemeriahan acara, saya yakin itu tidak akan berpengaruh signifikan.
Selain itu kegiatan bisnis yang tidak memaksakan harus satu hari, akan membuat kampus menjadi lebih semarak dan hidup, karena kegiatan bisnis bisa berlangsung beberapa kali dan terjadwal. Mengenai waktu, fakultas seharusnya mempertimbangkan ini masak-masak, sehingga tidak ada mahasiswa yang merasa dirugikan.
Komunikasi panitia bisnis dengan dosen hendaknya lebih diintensifkan. Karena satu hari, yang sedianya khusus digunakan untuk melancarkan bisnis nyatanya tidak berjalan mulus. Beberapa dosen, sekalipun sudah mendapatkan surat resmi dari fakultas terkait penyelenggaraan ini, masih tetap meminta dilaksanakannya perkuliahan. Hal ini jelas menyita waktu mahasiswa, karena selain mempersiapkan agenda bisnis, mereka juga harus bergelut pada kegiatan perkuliahan.
Penyelenggaraan hari bisnis mungkin keharusan. Praktik lapangan semacam ini mungkin tuntutan kurikulum. Namun rencana-rencana teoretis tersebut hanya semacam buah mentah, apabila eksekusi di lapangan tidak memperhatikan detail-detail yang tampaknya remeh. Mahasiswa bukan robot, mahasiswa juga turut memiliki hak untuk mempertimbangkan keputusan. Semoga di masa yang akan datang, penyelenggaraan agenda semacam ini akan berjalan semakin baik.

Opini: Okta Adetya
Kadiv Litbang dan Jaringan LPPM Kreativa FBS UNY

Tidak ada komentar: