Suasana business day (Dok.Ist) |
Tidak pernah belajar
dari pengalaman. Hal itu menjadi ungkapan yang tepat untuk menggambarkan
kegiatan business day yang diadakan
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta pada Kamis, 19 Desember
2012 bertempat di kompleks Pendopo Tedjokusumo. Business
day merupakan agenda untuk mewadahi para mahasiswa yang menempuh mata
kuliah kewirausahaan dan menjadikan proyek ini sebagai tugas akhir.
Permasalahan agenda ini
sebenarnya terjadi sejak sehari sebelumnya, yaitu tanggal 18 Desember 2012,
saat panitia mengadakan acara technical
meeting. Belum adanya fiksasi jumlah kelompok sampai ploting tempat yang sempat menimbulkan perdebatan. TM yang tidak
didampingi dosen atau bahkan perwakilan dari dekanat ini disayangkan oleh
sebagian besar panitia. Mereka menyayangkan bahwa fakultas terkesan lepas
tangan dengan agenda ini. Mahasiswa menimpali, bahwa proyek ini seharusnya
dipersiapkan dengan baik oleh fakultas mulai dari tempat, waktu, sarana
prasarana, hingga susunan kepengurusan.
Pengambilan keputusan
mengenai waktu pelaksanaan kegiatan pun terkesan dilakukan dengan terburu-buru.
Pasalnya, mahasiswa baru mengetahui penyelenggaraan agenda ini sekitar tanggal
14 Desember. Artinya, usaha untuk mempersiapkan segala sesuatunya dengan
maksimal menjadi kurang. Namun, masalah muncul tidak sesederhana itu. Berkenaan
dengan waktu, mahasiswa PBSI dibuat kalang kabut, mengingat tanggal tersebut
digunakan beberapa mahasiswa untuk melakukan gladhi bersih pertunjukan drama.
Anggaran kegiatan pun
menuai kontroversi, melalui perbincangan dengan jurusan lain diketahui, bahwa
anggaran dari fakultas untuk membiayai mata kuliah kewirausahaan tiap
jurusannya berbeda. Ada yang mendapat Rp20.000,00/anak ada juga jurusan yang
mendapatkan anggaran mencapai Rp50.000,00/anak. Hal ini bagi sebagian mahasiswa
menimbulkan kecemburuan sosial. Kalau memang kewirausahaan merupakan mata
kuliah umum, seharusnya anggaran yang diberikan pun sama rata, sehingga tidak
terkotak-kotak. Atau jurusan memang memiliki otonomi sendiri dalam menentukan
anggaran ini?
Mengenai sarana dan
prasarana, mahasiswa mendapatkan fasilitas yang minim. Setiap kapling digunakan
untuk memuat satu jurusan, dan setiap jurusan hanya disediakan 2 buah meja. Padahal,
kalau menilik jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, mereka terdiri
dari tiga puluhan kelompok.
Di awal sudah disinggung
bahwa tempat pun melahirkan permasalahan, kompleks Pendopo Tedjokusumo yang tak
terlampau besar disulap dan ‘cenderung memaksakan kehendak’ untuk dapat
menampung ratusan lapak mahasiswa. Alhasil, stand-stand wirausaha tersebut
berjubelan dan tidak kondusif. Keadaan semakin diperparah, ketika hujan turun
cukup deras. Tempat yang disediakan kurang representatif sehingga tenda-tenda
yang disediakan oleh panitia banyak yang bocor. Hal ini mengakibatkan banyak
lapak tutup sebelum waktunya. Mereka tidak mungkin mengambil resiko dagangan
basah, sehingga memilih untuk mengakhiri jualan.
Secara umum, kegiatan
kali ini mungkin lebih meriah, mengingat di pringgitan terdapat live band yang menghibur pengunjung. Akan
tetapi sengkarut permasalahan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya sama sekali
tidak diantisipasi oleh fakultas. Sebagai saran saja, seharusnya fakultas lebih
mampu mengakomodasi kepentingan mahasiswa tanpa meninggalkan esensi kegiatan. Selama
ini kegiatan hari bisnis ini terkesan dipaksakan, sebagai formalitas kegiatan
pembelajaran.
Kalau memang tujuannya
untuk mendidik mahasiswa menjadi seorang enterpreneur, fakultas bisa
menggunakan konsep per jurusan atau beberapa jurusan untuk membuka stand. Kemudian
pada hari yang lain, disusul jurusan yang belum. Hal ini selain memberikan
kesempatan dan keleluasaan serta kenyamanan bagi mahasiswa, juga cukup efektif
untuk menerapkan teori-teori di kelas. Mereka mendapatkan tempat berjualan yang
sepatutnya, pengunjung juga menjadi semakin nyaman. Apalagi bisnis kali ini
diminta untuk mengangkat hal-hal yang ada kaitannya dengan program studi yang
digeluti mahasiswa, sehingga pengklasifikasian akan membuat pengunjung
terfokus. Kalau yang dikhawatirkan adalah berkurangnya kemeriahan acara, saya
yakin itu tidak akan berpengaruh signifikan.
Selain itu kegiatan
bisnis yang tidak memaksakan harus satu hari, akan membuat kampus menjadi lebih
semarak dan hidup, karena kegiatan bisnis bisa berlangsung beberapa kali dan
terjadwal. Mengenai waktu, fakultas seharusnya mempertimbangkan ini
masak-masak, sehingga tidak ada mahasiswa yang merasa dirugikan.
Komunikasi panitia
bisnis dengan dosen hendaknya lebih diintensifkan. Karena satu hari, yang
sedianya khusus digunakan untuk melancarkan bisnis nyatanya tidak berjalan
mulus. Beberapa dosen, sekalipun sudah mendapatkan surat resmi dari fakultas
terkait penyelenggaraan ini, masih tetap meminta dilaksanakannya perkuliahan. Hal
ini jelas menyita waktu mahasiswa, karena selain mempersiapkan agenda bisnis,
mereka juga harus bergelut pada kegiatan perkuliahan.
Penyelenggaraan hari
bisnis mungkin keharusan. Praktik lapangan semacam ini mungkin tuntutan
kurikulum. Namun rencana-rencana teoretis tersebut hanya semacam buah mentah,
apabila eksekusi di lapangan tidak memperhatikan detail-detail yang tampaknya
remeh. Mahasiswa bukan robot, mahasiswa juga turut memiliki hak untuk
mempertimbangkan keputusan. Semoga di masa yang akan datang, penyelenggaraan
agenda semacam ini akan berjalan semakin baik.
Opini: Okta Adetya
Kadiv Litbang dan
Jaringan LPPM Kreativa FBS UNY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar