Label

Selasa, 26 Agustus 2014

GREBEG SYAWAL, LUHURNYA TRADISI JAWA


Aksara - Seperti umumnya masyarakat di negara berkembang, ini masyarakat Indonesia masih memegang  kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan akan roh dan kebendaan ini telah ada jauh sebelum agama-agama samawi mulai menyebar di Indonesia. Seiring dengan perkembangan jaman segala macam kepercayaan dinamis yang tergolong primitif itu mulai ditinggalkan. Masyarakat mulai mendewakan akal sehat dalam setiap aspek kehidupan. Meski begitu tradisi yang lahir dari kepercayaan dinamis tersebut masih bertahan hingga sekarang. Tradisi-tradisi tersebut menjadi semacam pengingat bahwa pada jaman dahulu masyarakat Indonesia hanyalah sekumpulan masyarakat primitif yang berkembang menjadi sebuah masyarakat modern seperti sekarang.

Tradisi-tradisi tersebut adalah sebuah kekayaan tak ternilai bagi negeri kita. Sebuah tradisi yang lahir karena perkembangan peradaban manusia. Secara tersirat tradisi-tradisi tersebut akan menunjukkan bagaimana bangsa Indonesia, identitas bangsa ini. Tidak semua negara memiliki kekayaan tradisi seperti yang dimiliki Indonesia. Sudah sepatutnya bangsa Indonesia sadar akan hal itu dan mulai memikirkan bagaimana cara untuk melestarikan tradisi tersebut.


Bertepatan dengan hari raya lebaran ini, masyarakat Jawa sebagai mayoritas suku bangsa yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia memiliki berbagai ritual tradisi yang masih dilakukakan hingga sekarang. Masyarakat Yogyakarta yang terkenal akan keteguhan dalam memegang aspek tradisi dan kebudayaan memiliki tradisi tersendiri guna menyambut hari besar umat Islam tersebut. Salah satu acara tradisi yang paling terkenal adalah Grebeg Syawalan. Grebeg sendiri mempunyai makna suara angin yang menderu. Tradisi Grebeg adalah adat istiadat yang dilaksanakan untuk keselamatan dan ketentraman negara atau  wilujengan negari. Sama seperti namanya tradisi ini dilaksanakan pada hari ke delapan bulan syawal. 


Tradisi ini menandai berakhirnya enam hari puasa syawal yang silaksanakan umat muslim. Yang menjadi primadona dalam acara grebeg adalah adanya arakan-arakan yang berupa gunungan. Gunungan ini berisi beraneka macam hasil panen dan makanan tradisional daerah setempat. Gunungan inilah yang nantinya jadi rebutan masyarakat yang datang pada acara tersebut, atau orang Jawa biasa menyebutnya “Ngalap Berkah”. Masyarakat Jawa percaya bahwa setiap benda ayang mereka peroleh dari gunungan tersebut mengandung berkah bagi yang mendapatkannya.


Grebeg syawalan bukan hanya menjadi simbol syukur masyarakat Jawa tetapi juga bentuk rasa kepedulian masyarakat dengan sesamanya. Selain itu rasa kebersamaanpun akan membuncah saat kita bersama-sama menyaksikan begitu megah dan meriahnya acara tersebut. Gunungan yang di perebutkan merupakan sebuah lambang kesejahteraan dan kemakmuran. Prosesi rebutan tersebut menunjukkan masyarakat Jawa yang bekerja keras dalam memperoleh keinginan mereka.


Mungkin tradisi-tradisi tradisional ini terlihat ketinggalan jaman dan tak masuk akal. Namun di balik itu semua tradisi-tradisi tersebut mengandung makna tersendiri bagi masyarakat Jawa. Setiap detail yang tidak ada memilki makna filosofis yang mendalam yang kadang serig dilupakan oleh masyarakat modern. Masyarakat modern seolah lupa akan asal-muasal mereka, sejarah mereka. Mereka memasa-bodohkan tradisi-tradisi nenek moyang mereka. Terlena pada segala kecanggihan dunia.

MAHASISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI OSPEK FBS

Technical Meeting atau yang biasa disebut dengan TM adalah salah satu agenda wajib praospek yang harus diikuti oleh para mahasiswa baru. Selain untuk menjelaskan apa saja yangharus dipersiapkan saat ospek, TM juga menjadi ajang para maba untuk saling mengenal mahasiswa lainnya yang menjadi teman gugusnya. 

TM biasanya diisi dengan pengenalan yel-yel yang akan membuat suasana menjadi ramai dan meriah. Namun semua itu tidak dirasakan oleh Indhira Resky Imandari atau yang akrab dipanggil Riri, mahasiswa seni Kerajinan. Riri adalah seorang mahasiswa yang memiliki kebutuhan khusus, dalam hal ini Riri tidak bisa mendengar. Tentu sulit bagi Riri untuk mengikuti serangkaian acara TM dan memahami penugasan apa saja yang harus dipersiapkan selama ospek. 

Hal ini ditambahkan dengan tidak samanya antara penugasan yang dibacakan dengan apa yang ditayangkan di slide, seperti apa yang disampaikan oleh Okti, mahasiswa PLB UNY 2009 sekaligus aktivis komunitas dif-art, pendamping pribadi Riri, “Menurut saya ospek FBS belum siap dengan adanya teman-teman yang memiliki kebutuhan khusus, tadi aja pas pembacaan tugas yang di slide sama yang di bacain ngga sama, kan jadi kasihan Ririnya.”

Ketidaksiapan Ospek FBS dengan adanya mahasiswa berkebutuhan khusus diakui juga oleh Dwi mahasiswa PBI 2012 selaku koor tim advokasi, “Jujur ini kan baru pertama di FBS ada mahasiswa seperti ini, jadi kita awal ngga mempersiapkan apapun. Kalau TM kemarin kan kebantu sama pendampingnya, juga dari pihak kami ada yang bisa mengerti, cuma kemarin memang dari teman-temannya belum mengerti, jadi ada keluhan itu.”

Terlebih untuk persoalan penugasan, “Tidak kecewa sih, cuma bingung, kadang pas tanya sama maba yang normal saja mereka jawabnya masih bingung, apalagi saya,” jelas Riri dengan bantuan pendamping saat ditanya. 

Riri sendiri mengakui bahwa saat TM pertama banyak yang belum paham dengan keadaan Riri, namun ketika sudah kumpul gugus dan diberikan arahan oleh pemandu Riri akui bahwa beberapa teman perempuan sudah ada yang mau berkenalan, hanya saja memang untuk teman laki-laki belum ada yang kenal. 

Untungnya dari pihak SPK selama dua hari TM dan selama persiapan ospek Riri diizinkan untuk didampingi dari luar FBS, hanya saja untuk masalah ospek sampai TM kedua berlangsung belum ada keputusan yang pasti dari pihak panitia,pernyataan ini juga ditegaskan oleh Adi selaku anggota SPK, “Kemarin kan ibunya Riri memang datang dan meminta untuk mendampingi, tapi dari kami belum ada keputusan, masih dalam pertimbangan. Hanya saja memang kalau untuk TM dan persiapan pendamping dari luar masih gapapa.” 

Menurut keterangan Laili (PBSI/2012) memang dari awal untuk Riri sendiri tidak ada pertimbangan akan dibagi di gugus apa dan dengan pemandu siapa.

Tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini, karena ini memang hal baru bagi panitia ospek FBS, hanya saja banyak evaluasi untuk ospek FBS ke depan agar lebih perhatian dengan kaum minoritas seperti yang dialami oleh Riri sekarang. Seperti apa yang disampaikan Albian selaku koor Pemandu, “mungkin yang jelas dari panitia, terlebih dari pihak P3K yang memang ranahnya, untuk mempersiapkan lebih matang lagi.”

Harapan Riri pun tidak banyak, cukuplah diterima, dibantu dan didampingi. “jangan sampai teman-teman difable seperti saya dibiarkan sendiri, karena dari luar mungkin normal” jelas Riri dengan bahasa isyaratnya.

DAN AKU PUN PERGI

Oleh : Ruhil Yumna

Gadis kecil ini datang bersama kepergian. Mungkin karena itu hidupnya dipenuhi oleh orang-orang yang datang dan pergi, namun lebih banyak ia mendapati punggung orang lain yang menjauh dari pandangan matanya. Mungkin ia tak pernah menganggap berarti perpisahan-perpisahan tersebut. Tapi, tidak bagi beberapa orang yang ada disekitarnya, tak terkecuali aku. Aku benci mengingat hari itu. Sebuah episode paling buruk dalam hidupku. Aku menangis tanpa tahu apa yang kutangisi, mati rasa.

Sebuah kepergian yang tak pernah terlintas di pikiranku, bagai mimpi buruk. Hingga hati, raga, dan pikiran ikut merasakan luka menganga yang meninggalkan lubang kelam itu. Lubang itu kelak sering sekali menimbulkan ngilu di hati, membuat orang yang merasakannya menangis pilu. Aku pernah merasakannya, dan saat itulah aku tahu kalau rasa sakit itu bernama rindu. Berkali-kali aku mengingatkan diriku bahwa kepergian itu benar-benar nyata, dan dengan terpaksa aku selalu berkata pada diriku sendiri “Dia benar-benar telah pergi.” Jangan pernah bertanya ramuan apa yang paling mujarab untuk menyembuhkan sakit itu, karena kata orang sakit itu hanya bisa sembuh oleh kerelaan dan waktu.

Waktu? Seperti apa rupanya, hingga dia dapat menyembuhkan rasa rindu? Apa dua jarum yang berputar di jam tangan ku ini disebut waktu? Jika waktu tak berwujud, apa hubungan waktu dengan angka? Semulia itukah angka hingga dia dapat menjadi perwujudan waktu? Jadi sebenarnya bukan waktu yang menyembuhkan rindu tapi bilangan atau angka, begitukah? Lalu bagaimana angka dapat menyembuhkannya? Apakah perasaan berhubungan dengan rumus-rumus matematika hingga angka ikut muncul?
Kalau waktu adalah penyembuh kenapa orang yang akan pergi sering berkata “

...,waktuku telah habis.” Bukankah perkataan itu menyiratkan bahwa penyebab kepergian orang itu adalah waktu? Karena waktunya telah habis maka ia memutuskan untuk pergi. Membingungkan. Jujur aku paling benci membicarakan hal mengenai kepergian sejak hari itu. Tapi kali ini secara tiba-tiba aku mulai mencoba memandang kepergian itu dari sisi lain, karena kali ini aku yang pergi. Sama halnya yang ditinggalkan, meninggalkan suatu hal juga sulit. Selalu saja setiap kaki ini mulai melangkah pergi tiba-tiba di otakku seperti ada sebuah film acak yang berputar secara otomatis. Gambaran hal-hal yang telah terjadi di kehidupankupun muncul dan tentunya hal yang kutinggalkan itu termasuk di dalamnya.  Lalu tiba-tiba aku ragu untuk melanjutkan langkahku, aku seolah-olah ingin berlari untuk kembali. Namun aku harus terus saja berjalan ke depan, menoleh ke belakangpun aku mulai takut. Aku takut jika aku melakukannya maka aku akan berhenti berjalan. Menunda kepergianku.

Kereta yang kunaiki mulai berjalan pelan, meninggalkan kotaku. Kota kecil yang bahkan terkadang orang tak tahu itu di provinsi mana. Kota yang meski luasnya tak seberapa sering membuatku tersesat. Kota dimana kenangan masa kecil hingga remajaku tersimpan. Kota dimana rumahku berada. Kota yang akan selalu membuatku ingin kembali pulang.

Dan untuk pertama kalinya aku menjadi aktor dalam sebuah kepergian. Kepergianku menuju masa depan. Dari jendela tempatku duduk tampak pohon-pohon yang berjalan, bukan lebih tepatnya pohon itu tetap di tempatnya dan keretakulah yang berjalan. Memang kadang apa yang tampak di mata tak sesuai. Tapi bukan itu yang penting, sekarang aku harus mempersiapkan yang lain. Kota yang baru dan tentunya asing bagiku. Inilah, jika kita meninggalkan suatu hal maka kita akan menemui suatu hal yang baru pula. Kurasa itu aturannya, ada yang pergi tentu adapula yang datang. Mungkin dengan perginya aku dari kotaku, akan ada orang lain yang juga datang ke kotaku.

Memang sebagian besar orang akan berpikir bahwa kepergian adalah suatu hal yang menyedihkan. Sayangnya seberapapun kita benci terhadap kepergian itu sendiri, kehidupan tetap takkan pernah mau berbaik hati pada kita. Toh, dia-Kehidupan akan terus berjalan sesuai skenario yang telah ada. Kepergian dan kedatangan yang mewarnai hidup akan terus terjadi selama kita masih punya kontrak di dunia ini. Semua itu adalah sebuah siklus kehidupan yang wajar terjadi, yang mau tak mau harus kita hadapi. Bukankah jika kita ingin melihat pelangi kita harus menghadapi sebuah hujan?


PENGONDISIAN OSPEK FBS




Serangkaian Ospek Universitas Negeri Yogyakarta telah dimulai pada hari Senin tanggal 25 Agustus 2014. Ospek UNY ini diawali dengan jadwal Ospek Universitas yang diadakan di GOR UNY  dan diikuti oleh seluruh mahasiswa baru dari seluruh fakultas yang ada di UNY. 

Pengkondisian di FBS sendiri dimulai pukul 05.30 di C13, pengkondisian ini diisi dengan pengkompakan yel-yel sekaligus memberikan semangat untuk para maba agar siap untuk menjalankan serangkaian jadwal acara ospek Universitas. Setelah dirasa cukup pemanasan yel-yel fakultas, sekitar pukul 06.15 maba bersama pemandu dan beberapa panitia yang didampingi oleh SPK juga berangkat bersama menuju GOR UNY. Sesampainya di GOR maba segera dikondisikan untuk duduk di tribun sesuai plot fakultas masing-masing. Saat itu juga para maba dipersilakan untuk menyantap bekal sarapan yang sudah ditugaskan.

Di GOR, para maba juga disuguhi berbagai hiburan yang membuat maba tidak bosan mengikuti acara. Selain itu maba juga disuguhi parade ormawa dari seluruh fakultas. Dengan adanya parade ormawa dan pengenalan lingkungan kampus tersebut diharapkan kelak maba dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan kampus. FBS sendiri mendapat bagian di tribun sebelah Selatan. Berbeda dengan  tahun kemarin di mana ada plot tempat duduk maba FBS  yang di  belakang panggung sehingga tidak bisa melihat panggung. Pada Ospek tahun ini untuk plot tempat duduk maba terbilang strategis sehingga dapat melihat panggung. 

Namun pembagian tempat duduk maba FBS di bagian selatan yang diatur oleh pihak Universitas bukanlah seperti rencana awal. Hal ini sama seperti yang disampaikan oleh Tejo Mukti Wibowo selaku ketua Ospek Fakultas Bahasa dan Seni, “memang kemarin kita  posisinya bukan seperti ini tapi dikarnakan tadi malam ternyata  jumlah maba banyakan yang di tengah dan ternyata jumlah maba yang bagian utara dan selatan tidak sama. Yang sebelah utara mencapai 2800 oleh karenanya kita sedikit geser ke timur.”

Seperti pengakuan Nita selaku pemandu dari gugus Kandaga mengungkapkan bahwa gugusnya tidak berkumpul dalam satu bagian. Hal ini membuatnya merasa kesulitan dalam memantau maba anggota gugusnya. Kesulitan tersebut akibat  anggota gugusnya yang terpisah tersebut berdesak-desakkan dengan maba FIS yang tepat di sebelah FBS. “sebagian besar ada yang di bawah, tetapi juga ada yang nyebar di atas. Sampai sekarang aja aku masih belum ketemu mabaku yang mana aja” ujarnya menambahkan.

Ketidaknyamanan posisi tempat duduk yang dialami sebagian maba FBS ini disampaikan oleh Andri, maba dari seni musik,“Menurut saya kurang nyaman, kayak ngambil trash bag aja harus muter-muter ,kalau satu gugus kan lebih enak.” Ia juga menambahkan bahwa akan merasa lebih nyaman jika maba FBS ditempatkan menjadi satu bagian. Perubahan ini mengakibatkan beberapa maba FBS berdesakan dengan maba dari Fakultas Ilmu Sosial. Hal ini membuat beberapa maba FBS merasa tidak nyaman.

Ketidak nyamanan yang dirasakan maba ini ditanggapi berbeda oleh Koodinator Lapangan FBS. Menurutnya posisi tempat duduk maba FBS yang terpisah ini tidak menyulitkan korlap dalam mengkoodinasikan yel-yel dan koreografi. Hal ini diantisipasi dengan pembagian tugas korlap. “saya sebagai center korlap dan yang lain disebar disetiap sudut. Dan saya rasa itu sudah cukup. Kita sudah melakukan gladi resik bahkan simulasi dan jika tempat tersebut sudah terisi saya rasa cukup efektif untuk koordinasi  yel-yel dan koreografi, dan untuk maba yang terpisah bisa ngikutin korlap yang ada di sebelahnya”, terang Albian selaku korlap utama ketika ditanya mengenai koordinasi peserta. Terlepas dari pernyataan pro dan kontra tentang pergeseran tempat duduk yang dialami maba FBS. Ospek universitas tetap berlangsung meriah dan mahasiswa baru tetap antusias.(Aziz)