Label

Kamis, 10 Oktober 2013

MENGGUGAT GEDUNG ORANGE



Serupa sebuah gelaran, KKN PPL telah usai, dengan meninggalkan berbagai evaluasi yang mungkin menggunung. Sejak awal program ini diluncurkan, pihak terkait, yaitu LPPM dan LPPMP sudah menuai banyak kritikan. Adanya format KKN yang membingungkan (sekolah dan masyarakat –red) menjadi dilema tersendiri, belum lagi soal waktu pelaksanaan yang terkesan dipaksakan. Beberapa kali audiensi dengan mahasiswa dilakukan, namun hal ini tidak banyak membantu.

Permasalahan tidak hanya berhenti pada persiapan yang kurang matang dan tergesa-gesanya pelaksanaan. Di lapangan pun, mahasiswa mendapatkan banyak kendala. Hal ini terjadi kemungkinan besar karena adanya miskomunikasi  antara pihak terkait dengan sekolah atau lembaga masyarakat. Patut disayangkan, universitas sekaliber UNY yang katanya hendak menuju universitas kelas dunia, nyatanya tidak mampu memformulasikan kebijakannya secara apik. Bayangkan saja, sampai hari H pelaksanaan, masih banyak yang belum mendapatkan surat edaran. Belum lagi, ketika sosialisasi pelaksanaan KKN PPL, orang yang mensosialisasikan juga masih bingung, lantaran ketika sosialisasi dilakukan, rapat yang dilakukan oleh para petinggi belum usai. Ini mengingatkan saya pada kurikulum 2013.
Simpang siur ini semakin siur, ketika pada pelaksanaan di lapangan, mahasiswa tidah terlalu ngeh dengan apa yang mereka jalankan. Mulai apa saja yang harus dikerjakan sampai teknis pembuatan laporan. Alhasil, mereka mengalami kebingungan. Parahnya pihak terkait mencerminkan diri menjadi pihak yang tidak peka, ibarat kata mereka tidak memberi banyak tapi menuntut banyak. Hal ini banyak dikeluhkan oleh mahasiswa. Mahasiswa diminta untuk revisi karena format salah, mahasiswa harus mengumpulkan laporan ke berbagai pihak, pengumuman soal laporan yang terkesan mendadak, informasi tidak merata, kurang sosialisasi, harus begini dan begitu.

Terkait dengan laporan, ada beberapa yang menyatakan keberatan lantaran dia sudah mengeluarkan banyak uang untuk print dan bendel, ternyata harus revisi karena salah format. Sebenarnya siapa yang salah? Mahasiswa mengerjakan sesuai dengan apa yang mereka ketahui dan yakini benar. Sementara dari pihak kampus, tidak memberikan aturan yang baku, bagaimana format laporan harus dibuat. Mereka hanya memberikan susunan dan sistematika laporan. Mereka sejak awal juga tidak menyatakan, bahwa laporan yang dikumpulkan di LPPMP, hanyalah judul, abstrak, dan juga matriks. Sementara sudah banyak mahasiswa yang mengumpulkan dalam bentuk bendelan tebal. Satu kata yang tergambar dari wajah mereka, kecewa.

Lepas dari laporan, pelayanan gedung orange juga “tidak cukup ramah” terhadap mahasiswa. Kami (mahasiswa –red) sering menebar lelucon terkait gedung yang lebih mirip kantor pos tersebut. Apa esensi gedung itu dibangun sebegitu megahnya? Beberapa mahasiswa secara langsung ataupun di dalam grup tertutup kami mengatakan, bahwa mereka tidak mendapatkan pelayanan yang baik. Saya pikir juga demikian, satpam bank cenderung lebih ramah dan baik hati dalam memberikan pelayanan.

Gedung tersebut dibangun dengan dana yang tidak sedikit, harapannya, dengan dibangunnya gedung tersebut, pihak kampus akan memberikan pelayanan yang maksimal bagi para mahasiswa. Nyatanya? Gedung tersebut adalah bangunan megah yang kosong. Lihat saja, ketika kita memasuki lobi gedung, hanya ada segelintir pegawai yang ada di sana. Gedung sebesar itu bahkan tidak memiliki front office (atau jangan-jangan saya yang kebetulan tidak berjumpa dengan yang bersangkutan). Namun, apabila kebetulan, sangat tidak mungkin karena saya berkali-kali ke sana, dan selalu kebingungan untuk menanyakan beberapa hal. Pegawai di sana juga sepertinya tidak siap memberikan pelayanan kepada mahasiswa, buktinya pada beberapa kesempatan, saya mendapati ruangan-ruangan yang seharusnya terisi staf kosong melompong. Untung saya yang masuk ke sana dan sedikit bisa memberikan “permakluman”, coba kalau tamu luar yang datang jauh-jauh, apakah universitas yang tengah menuju universitas berkelas dunia ini tidak malu? Apa salahnya menyediakan satu front office saja? Saya yakin keberadaan satu staf ini akan sangat membantu, baik mahasiswa maupun orang yang memiliki kepentingan dengan LPPMP.

Semoga hal ini bisa menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan bagi pihak kampus. Entah terkait dengan kebijakan maupun pelayanan terhadap mahasiswa. Yang perlu disadari di sini, mahasiswa bukanlah kelinci percobaan. Untuk bisa menumbuhkan iklim yang kondusif di dalam kampus, perlu ada sinergi antara pihak kampus dengan mahasiswa. Sebagai penutup dari tulisan ini, semoga pihak kampus mau belajar dari pengalaman.
Okta Adetya,
Pemimpin Redaksi Jurnal Kreativa

Tidak ada komentar: