Label

Senin, 08 Agustus 2011

KEHIDUPAN DI TEMPAT LAIN

Namun mengapa harus selalu terpaksa
Berpikir dengan sayapnya yang menggelap
Darimana berhembusnya angin di langit terang
Yang membikin pepohonan tanpa kegaduhan
Membungkuk dan menyimpang?
Dan suara tangis tercekik itu
Sperti burung hitam yang punggungnya berpita
Buluh dan segala rumah buta
Dimanakah adanya janji mati dengan nafas kita
Di daun jendela?
Apapun warna mantel penjaga malam
Atau seberapa panjang bulu-bulunya berputar di halaman
Apa gunanya mengingat
Lantunan tak masuk akal di senja hari sekali lagi
Di balik matahari di dalam mata perempuan kala fajar
Perempuan matahari di bawah ranting yang bergelantungan?
Seberapa banyak yang mati, mulutnya menganga pada misa
Adakah yang tersisa untuk diketahui?
Darah yang mengering, abu bakaran
Terlupakan di atas tanah dingin
Dari hutan yang menggelora atau bintang-bintang beku
Angin membuka sayap gelapnya
Tetapi apa yang bakal tetap dinyanyikan oleh sukma

Dilihat dari judul, puisi ini menceritakan suatu kehidupan lain (kemungkinan sebuah kematian). Hal ini diperkuat dengan banyaknya diksi “hitam” sebagai simbolisasi kesan duka cita.
Puisi ini diawali dengan sebuah bencana, sebuah pertanyaan retoris, siapakah yang membuat bencana itu terjadi. Hal ini digambarkan dalam sajak berikut Namun mengapa harus selalu terpaksa//Berpikir dengan sayapnya yang menggelap//Darimana berhembusnya angin di langit terang//Yang membikin pepohonan tanpa kegaduhan//Membungkuk dan menyimpang?. Boleh jadi yang diceritakan dalam puisi ini adalah sebuah bencana yang sangat tiba-tiba dan tak terduga. Tak terduga karena ada frasa langit terang.
Bencana itu menimbulkan kepedihan yang amat sangat, karena orang tersebut (lakon) mungkin mendambakan mati dalam keadaan bahagia, ditandai dengan simbolisasi Dimanakah adanya janji mati dengan nafas kita //Di daun jendela?. Simbolisasi gagak (burung hitam yang biasanya berkaok saat kematian datang, terlebih lagi bencana yang mengerikan, menggelimpangkan mayat-mayat). Buluh dan segala rumah buta, mengacu pada kepedihan dan liang lahat. Tempat dimana kita tak dapat melihat apapun.
Setiap orang dengan kepercayaan yang dia yakini, dan seberapa lama dia hidup, tak akan berguna lagi menyesali perbuatan. Ketika kematian datang menjemput, ketika orang tak akan lagi melihat kita. Apapun warna mantel penjaga malam//Atau seberapa panjang bulu-bulunya berputar di halaman//Apa gunanya mengingat//Lantunan tak masuk akal di senja hari sekali lagi//Di balik matahari di dalam mata perempuan kala fajar//Perempuan matahari di bawah ranting yang bergelantungan? Ada semacam kontradiksi sengaja diciptakan dalam puisi ini, antara kata Lantunan senja hari dan perempuan kala fajar. Senja dan fajar adalah sesuatu yang cukup jauh, fajar menyiratkan kelahiran sedangkan senja merepresentasikan kematian atau sesuatu yang hampir menghilang.
Banyak orang yang mati, dengan keadaan mengenaskan. Banyak orang yang mati, dengan keadaan penuh dosa (menganga:menunjukkan ekspresi ketakutan). Dalam Islam ekspresi ketakutan ketika meninggal merujuk kepada cara mati yang kurang baik, karena dia sudah dapat melihat ganjaran apa yang akan dia dapatkan setelah mati. Hal ini ditunjukkan pada bait Seberapa banyak yang mati, mulutnya menganga pada misa
Ketika orang meninggal, maka akan segera dia dilupakan entah itu dari keramaian (perbincangan orang-orang) atau dari hal-hal yang sepi sekalipun. Betapa di bait ini digambarkan bahwa kematian orang lain mungkin akan luput dari perhatian sesamanya. Hal ini terjadi karena setiap orang sibuk dengan urusannya, sibuk dengan kesedihannya. Coba lihat bait berikut Adakah yang tersisa untuk diketahui?//Darah yang mengering, abu bakaran//Terlupakan di atas tanah dingin//Dari hutan yang menggelora atau bintang-bintang beku
Setiap kematian akan selalu ada pertanda, bahkan alam pun ikut bicara. Keadaan mengabarkan bahwa alam pun siap untuk menyambut kematian itu. Akan tetapi apa yang dapat dilakukan manusia? Bahwa siap tak siap dia sudah tak mampu lagi untuk bertaubat. Dengan keadaan seperti itu, pakah yang dapat dilakukan oleh ruh? Kecuali menunggu hari penghakiman. Hal ini tercermn dalam bait. Angin membuka sayap gelapnya//Tetapi apa yang bakal tetap dinyanyikan oleh sukma

By: Okta Adetya, Kadiv. Litbang dan Jaringan LPPM Kreativa FBS UNY

Tidak ada komentar: