Label

Kamis, 18 Agustus 2011

Waktu Mencerabut Harimu


Detik berjalan dan langkah kita tak akan pernah surut. Meski masa lalu jauh tertinggal, jauh di sana, terkungkung sejarah. Namun bukankah setapak adalah sesuatu yang tanpa akhir, sebagaimana kau berpikir dimana batas antara lautan, karena di sana kau akan menampak cakrawala.
Menit bergulir dari warna-warna yang mugkin tak kau lupa, tentang indahnya abu-abu atau juga sucinya putih. Di sana kau tanam cinta, yang menyemikan benih-benih kasih sayang, benih-benih rasa memiliki, dan kau akan selalu terbayang. Namun juga tak dapat kau keluar dari kungkungan, bahwa menit itu adalah menit dimana kau merasa terjatuh dan tak mampu terbangun, menit dimana ketika kau merasa jenuh dan ingin menghentikan waktu. Kendati itu tak akan bagimu.
Jam demi jam berlari, dan tak kau temui lagi gurat senyum orang-orang terkasih. Mereka berpendar, bagai pendaran bola-bola cahaya mentari yang kemudian surut di makan siang. Atau memang selaksa ribuan kunang yang berhamburan di padang tengah bulan, yang kau kejar, kau gapai, namun kemudian menghilang dan tak kau tahu rimbanya.
Bukan mereka ingin singkirkan dari alam pikiran, namun dia memiliki ranting lain untuk berpijak sebagai daun. Kau hanya akan beranjak sekian centi, namun tak kau sadar, bahwa betapa jarak itu bagaikan ribuan kilo, laksana rute Anyer-Panarukan. Atau mungkin kau tak juga sadari bahwa ada benteng setinggi tembok Cina yang menghadang karena rutinitas berputar dan selalu berbeda. Ada jurang yang membentang dalam-dalam, bagai Ngarai Sianok yang terbalut misteri dan eksotisme.
Kini jari jemarimu merambat, jauh di tembok-tembok yang sebelumnya tak kau gapai. Resah di lekuk tubuh yang tak kau jamah. Akankah kau sadar, bahwa jutaan kisah telah kauukir dari pertama kau tangiskan isak di tengah malam, hingga kini ketika kau mau menopang tubuhmu dengan dua kaki. Kau tatap dengan sejurus garis tepi matamu, disertai embun yang menggantung dan kemudian terjatuh letih. Kau berada di dunia baru, dunia yang mengharuskanmu untuk tak menemui masa-masa di sebelum ini.
Kau akan merasakan berat, namun tidak, bilamana kau terus berjalan dan temukan setapak demi setapak, lorong demi lorong, gang demi gang. Kau akan menerabas melintas menembus batas, kau akan merasakan dimana waktu merubah segalanya. Merubah alam pikiran yang bagai padang Sahara menjadi stepa di hutan hujan tropis. Kau akan merasa sekam dalam jiamu terbakar dan darah mendidih, itulah gelora mudamu mencuat dan idealisme liar menerjang alam bebas.
Mungkin kau akan tertidur, mendengkur dalam buaian yang nyeyak tanpa ada salak yang bangunkanmu. Namun kau bisa juga memeluk setiap malammu dengan mata yang menyala dan bola api bersinar tak hanya sekadar temaran kerlip lilin. Kau akan terbungkus dalam kardus, atau ka akan berlari, melompat, dan merangkak di tengah tanah lapang tak berpenghalang.
Itulah kau mulai hari ini, jiwa-jiwa yang bebas dan tak terpenjara, manusia-manusia baru dengan kepak sayap tersenyum pada sangkar yang mendekap gerak langkahmu. Inilah dunia kala kau mampu melihat hamparan biru air begitu kecil, dan cakrawala seakan kau gapai. Detik yang membawamu menaklukan mimpi-mimpimu. Karena kau agen perubahan, pundak tempat bangsa menopangkan harapan.

By : Okta Adetya Kadiv Litbang dan Jaringan LPPM Kreativa FBS UNY

Tidak ada komentar: