Khusnul Khitam (Kuki)
Ketika
itu, saya merasa tidak yakin bisa mengerjakan tuntutan membuat esai dari sebuah
organisasi pers mahasiswa yaitu Kreativa. Esai itu mengharuskan saya membahas
tentang pendapa (atau dibaca pendopo dalam bahasa Jawa).
Saya merasa tidak ada
hal yang bisa saya bahas dari bangunan tradisional Jawa itu. Sebuah bangunan
yang saya ketahui selalu tanpa dinding di manapun berbagai pendapa berada. Struktur
ini kebanyakan dimiliki rumah besar atau keraton, letaknya biasanya di depan bangunan utama tempat tinggal penghuni
rumah. Tidak hanya rumah, masjid-masjid, kampus dan lain sebagainya juga kerap
kali memiliki pendapa.
Fungsi utama dari pendapa adalah tempat untuk menerima tamu,
bersosialisasi dengan keluarga, kerabat maupun masyarakat. Pendapa sendiri
bukan hanya sekadar sebuah tempat, melainkan mengandung makna
yang lebih dalam yakni bentuk kerukunan antara pemilik rumah dengan masyarakat.
Dan karena pendapa biasanya besar, pendapa ini biasanya difungsikan pula sebagai
tempat untuk latihan tari, pertemuan, dan sebagainya.
Namun,
dalam era globalisasi ini, telah terjadi pergeseran
makna maupun fungsi, walaupun eksistensi/ keberadaannya masih diakui sebagai
pendapa. Bisa kita lihat, pendapa Tedjakusuma lebih banyak kegiatan yang
mempersilakan mahasiswa untuk duduk-duduk santai di sekitaran pendapa
Tedjakusuma ketimbang sebagaimana fungsinya. Fungsi bersosialisasi, kerukunan,
menjadi arti yang berbeda. Dapat dipastikan setiap hari, banyak mahasiswa yang
nongkrong, makan atau sekadar ngobrol di pendapa
tersebut. Hal ini, tentu tidak ada kaitannya dengan fungsi pendapa yang
seharusnya. Akan tetapi, karena hal tersebut sudah menjadi barang biasa, maka
seakan tidak ada yang perlu untuk
dipermasalahkan.
Perubahan
fungsi ini, tentu pada dasarnya terjadi
karena adanya modifikasi dalam perangkat-perangkat ide yang disetujui secara
sosial oleh latar belakang yang menduduki mayoritas
lingkungannya. Jika hal ini terus menerus dan menjadi suatu hal yang biasa,
tentu tidak akan ada jarak antara fungsi pendapa dengan tempat lain.
Kedudukannya akan sama, tidak ada lagi “formalitas”_dalam artian yang
sederhana, menghormati pendapa. Mereka akan memperlakukan pendapa dengan sama,
artinya, eksistensi/keberadaan pendapa tidak lebih dari tempat untuk nongkrong
biasa.
Samirono, 30 Oktober 2014 pkl. 23: 48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar