Advokasi
Rencana Penurunan UKT mengakibatkan Rencana Perubahan UKT
Sistem Uang Kuliah
Tunggal (UKT) adalah biaya pendidikan
yang harus dibayarkan mahasiswa per semester selama masa studi
sesuai penanggung biaya pendidikan. UKT ditetapkan berdasarkan Biaya
Kuliah Tunggal dikurangi dengan biaya yang ditanggung oleh
pemerintah. UKT baru ditetapkan 2 tahun ini, yaitu tahun ajaran 2013-2014.
Tujuannya untuk mempermudah calon mahasiswa yang kurang mampu agar dapat masuk
ke Perguruan Tinggi Negeri, namun banyak keluhan yang datang dari mahasiswa
yang merasa mendapatkan UKT tidak tepat sasaran. Mahasiswa dengan orang tua ekonomi rendah
mendapat penggolongan UKT yang lebih
tinggi dari keterbatasan kemampuan finansial orang tua.
Oleh sebab itu BEM Rema yang notabene sebagai penampung aspirasi mahasiswa, mengadakan advokasi
pengajuan penurunan UKT bagi
mahasiswa. “Kami membuka kesempatan
untuk teman-teman semua yang ingin mengajukan penurunan UKT mulai tanggal 30 Maret
sampai 13 April 2015”. Ucap Purna Panca
Nugraha yang menjabat sebagai Menko Kesma
BEM Rema UNY pada tanggal 15 april lalu.
Sampai saat ini berkas-berkas masih difilter oleh BEM Rema, dipilah mana
yang benar-benar UKT-nya tidak tepat sasaran mana yang sebenarnya orang tuanya
itu mampu tapi anak tersebut mencoba-coba mengajukan penurunan UKT.
Rencana penurunan UKT
tersebut menjadikan pihak rektorat menyusun rencara pembaharuan perubahan
pembayaran UKT untuk angkatan 2015
mendatang. Alasan perubahan tersebut dikarenakan rancangan
RAPB (Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja) per tahun akan mengalami selisih yang mengakibatkan
anggaran berkurang. “Penurunan UKT ini
kebanyakan pada kategori tingkat tiga yang ingin diturunkan pada tingkat dua.
Berhubung selisih nominal tingkatan tiga dan dua terpaut cukup jauh, maka akan mengganggu keseimbangan anggaran,” ucap
Bapak Moch Alip selaku WR II UNY. Oleh sebab itu pihak rektorat merencanakan perubahan pada tingkat ke tiga,
yaitu sejumlah Rp2.400.000,00 sama
dengan biaya Bidikmisi yang dibayar
pemerintah. Tingkatan pertama dan kedua
sama sekali tidak mengalami perubahan
nominal. Lalu tingkatan keempat, lima dan enam setara dengan tingkatan
tiga, empat dan lima pada tingkatan tahun sebelumnya (2014). Terakhir adalah tingkatan ke tujuh yang sebelumnya tidak ada. Tingkatan ini diberlakukan untuk mahasiswa
dengan tingkat ekonomi tinggi atau orang tuanya mampu. Alasan inflasi dan anggaran UNY juga menjadi
alasan alami perubahan adanya tingkat ke tujuh ini.
Dalam rencana sistem
perubahan ini ada tingkatan yang naik ada yang turun. “Jika semua
tingkatan turun nominalnya maka mahasiswa yang akan dirugikan, Kegiatan bagian dari layanan, layanan terkait
pembentukan kompotensi kelulusan, jika
layanan turun dampaknya akan kembali
pada mahasiswa”. Lanjut WR II. Agus Setiawan
selaku ketua BEM FBS memperkuat hal ini dengan menambahkan“Kita
sendiripun akan sulit mengharapkan sesuatu tanpa adanya materi yang
cukup”. Jadi kebijakan perubahan ini
dinilai sesuai dengan anggaran UNY tahun ini.
BEM Rema juga
mengungkapkan bahwa para mahasiswa yang mengajukan penurunan akan di survei
bulan Juni bersamaan dengan survei Bidikmisi calon mahasiswa SNMPTN 2015. “Jadi bulan juni baru diproses, jika masih ada
mahasiswa yang ingin mengajukan penurunan masih kami dampingi sampai juni”.
Ungkap Purna Panca Nugraha. Menurut Wakil Rektor II UNY, rencana kebijakan ini
akan direalisasikan apabila mahasiswa
tetap bersikukuh meminta penurunan. Ada
perubahan karena adanya permintaan dari para mahasiswa. Bila mahasiswa setuju dengan sistem yang sudah ada, maka
kebijakan UKT tahun lalu masih akan tetap berlaku pada tahun ajaran ini. Dengan
kata lain, rencana ini tidak jadi diberlakukan.
“Jika mahasiswa tidak mengajukan penurunan maka tidak ada perubahan akan
tetap seperti semula. Perealisasian ini tergantung pada mahasiswa”. Tutup WR
II.
Meski begitu, banyak mahasiswa yang mengeluh mendapat tanggungan UKT yang tidak tepat sasaran. Seperti Farah Rindhita Bestari, mahasiswi PBPerancis 2014 “Orang tua saya sudah pensiun dan masih banyak tanggungan. Jadi saya merasa UKT yang di bebankan kepada orang tua saya masih terlalu tinggi.” Begitu pula Anggita Hermustika dari jurusan Pendidikan Seni Tari “Penghasilan orang tua saya bisa dibilang kurang untuk membayar UKT sebesar itu.” Kedua mahasiswi tersebut mengajukan penurunan UKT melalui BEM Rema. Dari ketua BEM FBS Agus Setiawan sendiri berharap kebijakan perubahan UKT ini tidak akan memberatkan mahasiswa. Asalkan dengan pertimbangan dan perhitungan yang sewajarnya serta pertimbangan yang matang dari pihak rektorat. Kedepannya tidak mengurangi niat belajar mengajar mahasiswa FBS.
Meski begitu, banyak mahasiswa yang mengeluh mendapat tanggungan UKT yang tidak tepat sasaran. Seperti Farah Rindhita Bestari, mahasiswi PBPerancis 2014 “Orang tua saya sudah pensiun dan masih banyak tanggungan. Jadi saya merasa UKT yang di bebankan kepada orang tua saya masih terlalu tinggi.” Begitu pula Anggita Hermustika dari jurusan Pendidikan Seni Tari “Penghasilan orang tua saya bisa dibilang kurang untuk membayar UKT sebesar itu.” Kedua mahasiswi tersebut mengajukan penurunan UKT melalui BEM Rema. Dari ketua BEM FBS Agus Setiawan sendiri berharap kebijakan perubahan UKT ini tidak akan memberatkan mahasiswa. Asalkan dengan pertimbangan dan perhitungan yang sewajarnya serta pertimbangan yang matang dari pihak rektorat. Kedepannya tidak mengurangi niat belajar mengajar mahasiswa FBS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar