Label

Selasa, 19 November 2013

MENGGERUSNYA BAHASA ALAY


Oleh: Febri*

BAHASA Indonesia merupakan bahasa persatuan di negara kita. Hal itu termaktub dalam Sumpah Pemuda yang berbunyi  Kami putra putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Untuk itulah, sebagai generasi penerus, kita harus mampu melestarikan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Harapan ini nampaknya berbanding terbalik dengan realita yang terjadi di zaman sekarang, peminat bahasa Indonesia semakin hari semakin menurun. Hal ini dapat kita lihat dari masyarakat kita yang cenderung membanggakan bahasa gaul dan alay. Padahal hal tersebut dapat merusak keaslian bahasa Indonesia.

Publik figur yang seharusnya menjadi contoh baik di mata masyarakat, melalui media, justru sering memunculkan kata-kata baru atau alay. Ironisnya perkembangan bahasa alay, yang notabene berpotensi mengacaukan bahasa Indonesia ini, justru dengan cepatnya menyebar ke seluruh pelosok negeri. Hali ni secara tidak sadar dapat menghilangkan keaslian bahasa kita, merusak kata baku dan semakin lama masyarakat akan lebih mengenal bahasa alay tersebut dibandingkan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Hal yang ditakutkan, anak-anak kita lebih familiar dengan bahasa alay dibandingkan dengan bahasa persatuannya sendiri. Minat mempelajari Bahasa Indonesia pun akan menurun karena kurangnya pengertian mengapa harus mempelajari bahasa tersebut. Pada dunia pendidikan, terutama pada pelajar, bahasa Indonesia ibarat menjadi makanan sehari-hari yang membosankan. Mereka merasa sudah bisa dengan bahasa itu dan merasa enggan, harus mempelajari bahasa yang semua orang sudah tahu.

Pelajar sekarang lebih bangga  untuk mempelajari bahasa asing dan mengabaikan pelajaran bahasa sendiri. Saat mata pelajaran bahasa Indonesia mereka mengobrol sendiri, menganggap paling bisa dan tidak memperdulikan materi yang diajarkan. Namun hal memalukan terkuak pada saat pengumuman ujian nasional. Data menunjukkan nilai bahasa Indonesia mereka minim, cenderung lebih rendah dibandingkan nilai bahasa asing mereka.

Nilai yang mereka peroleh tak pernah sempurna. Dari soal mendasar yang berhubungan dengan kata baku bahasa pun mereka tidak dapat membedakan dengan baik, terlebih lagi menganalisis kalimat utama dan wacana. Hal itu terjadi karena mereka tidak penah mengikuti materi atau pun berniat mempelajarinya. Selain itu, bahasa lain atau bahasa alay memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mendestruksi bahasa Indonesia.

Menyikapi hal itu, kita harus bertindak untuk menjaga dan melestarikan bahasa kita, agar tidak semakin memudar keasliannya. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sudah masuk ke dalam urat nadi kita dan menjadi ciri khas suatu bangsa. Rekonstruksi ini bisa diawali oleh para pendidik bahasa Indonesia dengan memberi suasana baru dalam pembelajaran. Berdasarkan pengalaman yang ada di lapangan, kebanyakan para pengajar bahasa Indonesia terutama di sekolah, hanya memberikan materi yang monoton, tanpa memberi praktik nyata. Contoh pada pelajaran drama, kebanyakan guru atau pendidik hanya memberi materi unsur-unsur drama, tanpa mengajarkan bagaimana mempraktikannya. Padahal para siswa akan lebih mendalami suatu materi, apabila mereka mampu menerapkannya dalam tindakan nyata.

Akan tetapi, yang paling penting dalam proses perubahan ini adalah kesadaran dari diri sendiri. Segencar apapun sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik, tanpa adanya dorongan personal, maka hal itu hanya akan sia-sia. Kita harus bisa menyukai bahasa sendiri dan melestarikannya atau akan lebih baik lagi kita membawa bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Apabila masing-masing dari kita sudah menyukai bahasa Indonesia dengan sendiri kecintaan dan penghargaan terhadap bahasa persatuan ini akan meluas.

Febri
adalah anggota Magang Kreativa 2014

Tidak ada komentar: