Fenomena
demo di Indonesia, memang sudah menjadi hal wajar. Bahkan ada yang berpendapat
wajib. Kalau tidak ada demo, tidak ada suara rakyat yang tersampaikan, begitu
kata sebagian orang. Setiap ada kebijakan baru dari pemerintahan, baik daerah
maupun pusat, selalu diwarnai dengan demo. Memang, demo adalah salah satu
bentuk apresiasi rakyat terhadap keadaan di sekitarnya. Lantas, sebenarnya demo
itu demi apa?
Demi
rakyat yang tertindas, kata sebagian orang. Demi keseimbangan antara agama dan
negara. Demi popularitas semata. Demi harga diri. Dan masih banyak demi, yang
dijadikan dalih orang sebagian orang tadi.
Baik demi uang. Atau mungkin ‘demi
Tuhan’—kata-kata ini sempat populer di Indonesia beberapa waktu yang lalu. Dan
kata-kata ‘demi Tuhan’ itu disengaja atau tidak, muncul dari akibat demo.
Meskipun hanya demo melalui media massa.
Menurut saya, demo itu boleh saja. Asal tepat
pada tujuannya. Demo tidak hanya sekadar menggaungkan demi-demi. Tapi juga mengarah pada hasil akhir, pencapaian tujuan
demo. Yaitu kemaslahatan bersama. Selain itu, demo juga harus sadar diri. Sadar
terhadap hak orang lain. Baik hak orang yang tidak ikut demo, tidak tahu demo,
ataupun tidak peduli dengan demo. Bukankah salah satu tujuan demo adalah
mencapai hak-haknya?
Baru-baru ini, ada demo terjadi di mana-mana,
yang merupakan respon rakyat atas kebijakan baru pemerintah yang menaikkan
harga BBM. Apa mereka salah? Tentu tidak. Hanya saja, mungkin, cara mereka yang
salah. Sehingga mendapat kecaman dari beberapa orang—yang tidak ikut demo. Hal
ini menjadi penting bagi kita—baik yang demo ataupun tidak, sebab ini adalah
hal umum. Suatu aturan sosial
yang harus kita patuhi. Sebab kita hidup bersama. Kalau saja, kita hidup
sendiri, tentu ini tidak jadi masalah. Lagi-lagi, ini masalah kenyamanan
rakyat.
Dengan adanya demo, sebenarnya, diharapkan
bahwa rakyat akan mendapatkan kenyamanan lebih, setelah itu. Seperti demo
terhadap kenaikan harga BBM, diharapkan agar harga BBM bisa diturunkan, ini
adalah tujuan—kenyamanan rakyat. Jadi kalau cara penyampaian demo itu kurang
benar, dan mengganggu kenyamanan rakyat, itu juga percuma. Missal, cara yang
ditempuh adalah dengan memblokir jalan, membakar ban di tengah jalan, berarak
memenuhi jalan, sehingga terjadi macet. Inilah yang membuat tidak nyaman.
Demo memang selalu identik dengan demi. Jadi,
sebelum kita demo, lebih baik kita tentukan dahulu, demi apa. Jika demi—yang
menjadi tujuan kita, sudah terjawab. Kita akan lebih arif dalam berdemo.[*]
Jogja, November-Desember 2014
-ANDRIAN EKSA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar