Label

Jumat, 05 Desember 2014

DEMO DAN DEMI


Fenomena demo di Indonesia, memang sudah menjadi hal wajar. Bahkan ada yang berpendapat wajib. Kalau tidak ada demo, tidak ada suara rakyat yang tersampaikan, begitu kata sebagian orang. Setiap ada kebijakan baru dari pemerintahan, baik daerah maupun pusat, selalu diwarnai dengan demo. Memang, demo adalah salah satu bentuk apresiasi rakyat terhadap keadaan di sekitarnya. Lantas, sebenarnya demo itu demi apa?

Demi rakyat yang tertindas, kata sebagian orang. Demi keseimbangan antara agama dan negara. Demi popularitas semata. Demi harga diri. Dan masih banyak demi, yang dijadikan dalih orang sebagian orang tadi.

Baik demi uang. Atau mungkin ‘demi Tuhan’—kata-kata ini sempat populer di Indonesia beberapa waktu yang lalu. Dan kata-kata ‘demi Tuhan’ itu disengaja atau tidak, muncul dari akibat demo. Meskipun hanya demo melalui media massa.

Menurut saya, demo itu boleh saja. Asal tepat pada tujuannya. Demo tidak hanya sekadar menggaungkan demi-demi. Tapi juga mengarah pada hasil akhir, pencapaian tujuan demo. Yaitu kemaslahatan bersama. Selain itu, demo juga harus sadar diri. Sadar terhadap hak orang lain. Baik hak orang yang tidak ikut demo, tidak tahu demo, ataupun tidak peduli dengan demo. Bukankah salah satu tujuan demo adalah mencapai hak-haknya?

Baru-baru ini, ada demo terjadi di mana-mana, yang merupakan respon rakyat atas kebijakan baru pemerintah yang menaikkan harga BBM. Apa mereka salah? Tentu tidak. Hanya saja, mungkin, cara mereka yang salah. Sehingga mendapat kecaman dari beberapa orang—yang tidak ikut demo. Hal ini menjadi penting bagi kita—baik yang demo ataupun tidak, sebab ini adalah hal umum. Suatu aturan sosial yang harus kita patuhi. Sebab kita hidup bersama. Kalau saja, kita hidup sendiri, tentu ini tidak jadi masalah. Lagi-lagi, ini masalah kenyamanan rakyat.

Dengan adanya demo, sebenarnya, diharapkan bahwa rakyat akan mendapatkan kenyamanan lebih, setelah itu. Seperti demo terhadap kenaikan harga BBM, diharapkan agar harga BBM bisa diturunkan, ini adalah tujuan—kenyamanan rakyat. Jadi kalau cara penyampaian demo itu kurang benar, dan mengganggu kenyamanan rakyat, itu juga percuma. Missal, cara yang ditempuh adalah dengan memblokir jalan, membakar ban di tengah jalan, berarak memenuhi jalan, sehingga terjadi macet. Inilah yang membuat tidak nyaman.

Demo memang selalu identik dengan demi. Jadi, sebelum kita demo, lebih baik kita tentukan dahulu, demi apa. Jika demi—yang menjadi tujuan kita, sudah terjawab. Kita akan lebih arif dalam berdemo.[*]

Jogja, November-Desember 2014


 -ANDRIAN EKSA

Tidak ada komentar: