Label

Rabu, 24 April 2013

DIA, AKU, KALIAN, DAN YANG HILANG


oleh Echa


Pernahkah merasa begitu jauh dengan sesuatu yang sesungguhnya sangat dekat, atau sangat sepi padahal ketika itu dunia sedang ramai dengan manusia-manusianya yang kepanasan. Entah sebab apa, tetapi itulah yang terjadi.

Tetapi suatu hari, bukan! Sore itu,  ketika kanvas alam digelar, tinta-tinta disiapkan, seniman alam akan membuat karya seninya yang Maha Mengagumkan. Dia membuat bola merah besar di ujung biru pekat di sebelah barat, mulai membuat titik-titik terang di tiap sudut di dalam kanvas. Gemintang berbinar kemilau, barulah sentuhan akhir menggantung si perak di tengahnya. Si perak yang melengkung dengan sinarnya yang pucat, si perak yang mirip sekali dengan kuku kaki itu sangat mengagumkan.

Dibalik cahaya yang dibuat temaram oleh penciptanya itu, pelan-pelan berjalan seseorang berawak tak tinggi tak pula pendek. Pelan sekali, bukan karena sakit di kaki, tetapi pelan yang disengaja. Sekilas terlihat wajahnya yang tirus sangat dan berwarna langsat, matanya tajam tapi mengisyaratkan kekosongan. Dia terus saja berjalan tanpa tahu apa dan bagaimana sekitarnya memperhatikan langkah itu, tanpa tahu ketika sepasang mata menatapnya aneh, mungkin pula bingung, mungkin pula bertanya mengapa?


Pernahkah Anda kehilangan? Apa saja? Saya jawab YA! Semua pernah! Tetapi pernahkah Anda semua kehilangan sesuatu yang begitu dekatnya dengan Anda semua, tetapi sama sekali Anda tidak pernah sadar dan tidak pula mencarinya.

Orang itu, yang berjalan tanpa peduli itu, mata tajamnya bercerita dia sedang mencari yang hilang. Bukan sesuatu tetapi seseorang, seseorang yang sangat dekat, dan dia sadar itu. Sesekali dia melihat langit dan mencari adakah seseorang itu di dalamnya, di dalam kanvas indah itu.

Di sisi lain sesuatu yang abstrak menyuarakan sesuatu yang abstrak pula. Katanya, “terkadang seseorang kehilangan aku dan memakai topeng menjadi orang lain. Kemudian dengan sesal yang penuh dia membukanya di dalam gelap. Begitu lama orang itu kehilangan aku, dia lelah, sangat lelah. Tetapi dia tidak diam, dia pergi mencari, mencari aku di mana-mana, di jalan, di selokan, di laut, di langit, bahkan di tiap langkah yang dibuat olehnya. Namun, belum juga dia menemukan aku, padahal aku begitu dekat.

Anda semua memiliki aku, tetapi sebagian Anda membuang aku. Coba tengok dia yang begitu keras mencari aku. Sungguh Anda semua telah mengenal aku dengan baik, tetapi memilih membuang aku dengan santai. Lihatlah orang itu, dia yang di dalam kisah sedang berjalan, begitu tampak dia terpaksa memakai topeng. Sementara Anda semua penuh kesediaan dengan itu, ironisnya Anda semua begitu menikmati.

Sesuatu yang abstrak terus berkata-kata, seseorang di tengah temaram itu terus saja berjalan, langkah demi langkah dia perhitungkan, semuanya. Dia merasa takut akan salah menuju, dia terus saja berjalan tetapi dengan penuh kehati-hatian. Dia tetap saja tidak merasa jalan-jalan bising memperhatikannya, dengung kendaraan mengejeknya, debu jalan bahkan lebih jahat, melekati tubuhnya yang mulai gontai, membuat dia menjadi kumal dan barbau pekatnya hari.

“Dia tampak sangat lelah mencari, tetapi dia melanjutkannya. Apakah Anda semua akan melakukan hal yang sama pula seperti dia yang berjalan itu?”

Aku di dalam dirinya menangis, aku di dalam diri Anda semua menangis, memohon untuk dijemput, setidaknya cobalah mencariku seperti yang dilakukan dia yang berjalan itu. Tetapi kalian tidak! Kalian memilih topeng busuk, berekspresi busuk. Sungguh aku tidak pernah hilang, tidak ingin hilang, tetapi kalian membuang. Bagaimana kalian akan hidup hingga akhir dengan topeng busuk.

Dia yang berjalan itu begitu ketakutan dan terus mencari, tetapi Anda semua tidak melakukan apa pun. Dia yang berjalan itu begitu tersiksa terpaksa, tetapi sebagian Anda semua justru memilih menjadi orang lain. Kalian mengenal aku, tetapi mengapa begitu sulit mengaku. Akulah Si Jati diri, bukan orang lain, dan bukan topeng busuk. Aku memohon cari dan kenalilah, aku ada di sudut kanvas biru pekat, juga ada di sudut gumpalan merah pekat dibalik rongga dada sedang menangis(*)

Tidak ada komentar: