Label

Rabu, 24 April 2013

DIGITALISASI VS KONVENSIONAL


Oleh Erin Cahyaning

Era teknologi informasi secara langsung telah memberikan pengaruh terhadap perubahan moral dan budaya. Hal ini terbukti pada maraknya perilaku konsumtif masyarakat yang berimplikasi terhadap meningkatnya penggunaan gadget. Ini membuat budaya membaca buku kian merosot. Alat-alat informasi seperti handphone, tablet, laptop, dan lain sebagainya dijadikan alternatif untuk berkomunikasi sekaligus memperoleh beragam informasi global. Buku yang pada dasarnya merupakan bahan referensi utama, kini mulai kembang-kempis menghadapi gejolak zaman.  

Kita memang dituntut untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Bagi mahasiswa khususnya, perangkat IT seperti laptop sudah menjadi hal yang wajar, bahkan menjadi kebutuhan primer. Selain digunakan untuk membantu pembelajaran, juga menjadi kompas bagi mahasiswa dalam menggali ilmu melalui dunia maya. Dunia maya tidak selalu menjurus kepada citra negatif. Dunia maya tidak hanya sekedar gudang bagi situs porno dan informasi tak bertanggung jawab. Akan tetapi, di dalamnya juga termuat informasi yang bermanfaat dan menambah wawasan seperti jurnal, ebook, blog dan bahkan portal-portal berita. Untuk memperoleh ilmu, kita tidak lagi berkutat pada area yang terbatas, melainkan sudah mendobrak batas-batas geografis secara cepat dan instan. Informasi yang instan dari sebuah tekhnologi inilah yang terkadang mendorong timbulnya tindakan“copas” atau copy paste. Kegiatan tersebut mengalami kenaikan intensitas, sehingga menjadi semacam kutur baru dunia perkampusan. Para mahasiswa sering menggunakannya sebagai jalan pintas dalam menyelesaikan tugas.

Mahasiswa dapat berjam-jam lamanya mendekam dalam kemayaannya, untuk sekedar mengutip materi yang dibutuhkan. Tindakan plagiat seperti ini mungkin memang dapat menjadi alternatif di saat ‘terjepit”, tetapi pernahkah kita terpikir mengenai kualitas kontennya? Materi yang tercantum dalam suatu situs terkadang mirip dengan materi yang diunggah oleh situs lain. Ilmu yang diperoleh pun setengah-setengah, artinya kita tidak sepenuhnya dapat  mengorek informasi yang lebih detail mengenai materi yang kita butuhkan. Memang dengan tampilan eye catching,  informasi yang dibaca dari situs jejaring sosial terlihat lebih menarik. Akan tetapi, hal ini berdampak pada menurunnya tingkat ketertarikan mahasiswa terhadap buku. Semangat mereka untuk berusaha lebih pun meredup. Mahasiswa terlena dengan sumber informasi yang terkadang masih dipertanyakan kredibilitasnya.   

 Negasi dari karakteristik gadget, buku lebih lugas dan tuntas dalam membahas suatu materi. Kita dapat menghimpun informasi ke dalam otak kita secara bertahap dan membuat kita tidak mudah lupa. Melalui buku, kita tidak hanya sekedar mengutip tetapi juga dapat menerjemahkannya sendiri ke dalam bahasa yang dapat kita mengerti. Sumber yang didapat terjamin kesahihannya dan informasi yang kita cari terlampir dengan detail dan mendalam.  Membaca buku berarti ikut serta menghargai karya orang lain, sebagai produk intelektual. Barbara Tuchman pernah berkata bahwa “Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah diam. Sastra bungkam, sains lumpuh. Pemikiran macet. Buku adalah mesin perubahan, jendela dunia, mercusuar yang dipancangkan di samudera waktu”.


Membudayakan diri untuk gemar mencari ilmu melalui buku tidaklah sulit. Kita tinggal mengubah sikap konsumtif kita terhadap konten gadget, khususnya budaya copas. Kita harus menyadari bahwa kultur semacam ini menumpulkan intelektualitas dan menciderai pendidikan. Mencari dan membaca suatu informasi melalui jejaring sosial sebenarnya juga termasuk pemborosan energi karena membutuhkan energy listrik untuk pengisian ulang. Membaca buku berarti secara langsung menghemat pasokan listrik dan ikut andil dalam menyukseskan gerakan hemat energi di dunia.

Membaca adalah hal yang sangat merdeka, tidak terbatasi oleh sekat-sekat media, tidak terkurung pada kubika media tertentu, entah elektronik atau cetak. Selagi memberikan ilmu pengetahuan dan bermanfaat, membaca adalah hal positif yang mendukung perkembangan otak, menambah kosakata, dan memunculkan kuasa imajinasi serta kreativitas. Tak jarang membaca juga menumbuhkan produktivitas.  

Membaca melalui jejaring sosial dengan perantara gadget memang menghemat waktu, tetapi hal tersebut akan membuat kita semakin pasif dan terbiasa. Sedangkan membaca buku, melatih kita untuk dapat mandiri, berdiskusi, menghargai hak kekayaan intelektual, serta mau berproses. Akan tetapi semuanya kembali kepada diri individu masing-masing untuk lebih kritis dalam mengikuti perkembangan zaman (*).

Tidak ada komentar: